webnovel

aku hanya bicara dengan istriku.

Tangan kirinya memegang tangan kanan Kasih, tangan kanannya memegang pipi kasih sebelah kiri, karna kasih juga menghadap ke arahnya.

Randi memandang lembut wajah mungil gadis itu , senyuman menghiasi bibirnya. Dia merasa bersyukur karna menikahi gadis ini dulu, dia akan sabar menunggu bunga ini sampai benar-benar bisa dipetiknya.

Akhirnya.. matanya begitu berat, dia tak mampu lagi menopang kelopak matanya, lama kelamaan.. dia tertidur, tangannya masih saja menggenggam tangan kasih.

....

seperti biasa, Kasih selalu bangun pada subuh hari, dia kaget karna merasa seseorang memegang tangannya. Kasih membuka. matanya, ternyata Randi tertidur lelap sambil memegang tangannya, wajah Kasih seketika menjadi merah, entah karna malu atau karna marah. dan yang lebih membuat dia kaget, mereka berada dalam selimut yang sama. Buru-buru dia memeriksa pakaiannya di bawah selimut, ternyata masih lengkap.

Kasih melihat Randa yang tertidur lelap di belakang Randi, dia sedikit lega, karna mereka tak hanya tidur berdua di sana.

Kasih menarik tangannya pelan, agar Randi tidak bangun, karna jika laki-laki itu bangun, dia akan sangat malu.

Sebenarnya Randi sudah bangun semenjak Kasih kaget tadi, tapi dia pura-pura tidur karna ingin melihat ekspresi gadis itu. Dia hampir saja tertawa saat Kasih melihat ke bawah selimut, tapi dia berusaha menahannya.

Karna takut ketahuan, Randi berbalik ke arah Randa dan memeluk adiknya itu erat, bagaikan sebuah guling, Kasih kaget dan bergumam.. "Ya Tuhan... untung dia tak melakukannya padaku" Katanya Sambil pergi membawa bantal dan gulingnya.

Randi tersenyum mendengar perkataan itu.. 'Apa kau benar-benar tak menginginkannya? ' Batinnya berfikir nakal.

Setelah membersihkan diri dan sholat, kasih langsung menuju dapur, dia sedang membuat sarapan pagi untuk mereka.

Randi telah berada di pintu dapur, dia dapat mendengar suara Kasih yang sedang bersenandung, suara itu sangat menyejukkan telinga.

"Apa yang kamu masak? "Tanyanya mengagetkan kasih,

"Eh tuan... Mas" Katanya gugup, dia hampir saja mengatakan tuan muda,

Randi cemberut mendengar itu.

"Apa lagi itu? Tuan Mas? " tanyanya kesal.

"Maaf.. maksudku Mas.. gitu. Aku lagi bikin Roti bakar, " Jawabnya.

"Apa tidurmu nyenyak? " Dia sengaja menanya hal itu.

"I.. iya.. " Jawab kasih gugup.

" Kamu kenapa?" Randi sengaja menyerangnya dengan pertanyaan itu.

"Gak papa" jawab gadis itu cepat.

Randi berjalan mendekati Kasih yang sedang sibuk membuat dadar tipis untuk isi roti bakarnya itu.

Kasih dapat merasakan seseorang mendekatinya di belakang, dia sedikit grogi, karna merasa punggung nya membeku.

" Apa ada yang bisa ku bantu? " tanyanya,

Ternyata Randi telah berada tepat di belakang Kasih. gadis itu kaget, dia menjadi gugup.

" Gak usah tuan.. aku bisa sendiri.. sana keluar nanti kena panas " Jawabnya dengan suara bergetar, dia tak berani membalikkan tubuhnya, karna Randi begitu dekat di belakangnya.

"Kakak.. apa yang kau lakukan? " Terdengar suara Randa yang kaget melihat kakaknya yang begitu dekat dengan kasih, dan dia juga dapat melihat kasih yang ketakutan.

"Aku hanya bicara dengan Istriku" jawabnya santai.

"ISTRI? " Kata Kasih dan Randa hampir bersamaan.

Melihat keduanya kaget, Randi malah bingung.

" Iya.. Istri.. bukankah kasih adalah istriku? " mendengar itu Kasih langsung saja lemas, untung Randi segera memeluknya sehingga gadis itu tak jatuh ke lantai.

Kasih benar-benar pingsan, Randi segera mematikan kompor dan menggendongnya ke kamarnya.

"Apa aku seburuk itu sehingga kau pingsan begitu mendengar kalau kau Istriku? " Tanyanya ketika Kasih sudah siuman. Kasih duduk berjuntai di atas tempat tidurnya.

Kakek yang melihat kedua cucunya ada di kamar Kasih ikut mendekat.

"Aku cuma kaget, kapan kita nikahnya? " Tanya kasih bingung.

" Tujuh tahun yang lalu. apa kamu tak ingat? " tanya Randi.

" Ku kira itu hanya main pengantin-pengantinan" Jawabnya lirih.

"Apa usiaku saat itu masih cocok untuk main pengantin-pengantinan? " Tanya Randi.

"Usiaku juga gak cocok untuk jadi pengantin beneran" jawab Kasih cemberut.

"Kakek.. apa kakek tak pernah mengatakan kalau aku adalah suaminya? " Tanya Randi.

"Tidak.. kakek hanya takut merusak perasaannya. jadi kakek akan menjelaskan jika dia sudah sedikit dewasa" jawab kakek itu.

Randa dari tadi tak dapat berkata apa-apa.. dia turut prihatin akan nasib adeknya itu.

"setelah pulang besok , aku akan membawanya tinggal bersamaku" Kata Randi.

"Tapi dia masih sekolah.. " jawab kakeknya.

"Kakek.. aku tau, aku akan memenuhi permintaan mu, tak akan menyentuhnya hingga dia berusia 20 tahun. Aku ingin agar dia terbiasa denganku dan tidak canggung seperti ini " jawab Randi sambil memandang Kasih.

Kasih tampak cemas, dia memandang Randa seolah minta bantuan.

"Apa yang harus aku lakukan? dia adalah suamimu" jawab Randa meski Kasih tak mengeluarkan suara nya untuk bertanya.

Kasih.. benar-benar bingung saat ini. Melihat itu Randi bertanya lagi.

"Apa kau sudah punya kekasih? " katanya sedikit melotot.

"Kakak.. kenapa kau menginterogasi nya? " Kata Randa.

"Nggak.. belum.. " jawab kasih gugup sambil menggelengkan kepala.

"Belum..? berarti ada niat? " tanyanya lagi.

'Untung aku cepat pulang' batinnya.

Kasih hanya menggeleng mendengarkan itu.

jika dia ada niat pacaran mungkin dia sudah pacaran dari awal masuk SMA.

Tapi dia memang sangat menyukai Randa, entah itu cinta atau apa dia belum paham.

Randa selalu ada di sisinya semenjak dia masih kecil.

Randa selalu menolongnya saat dia susah.

Randa selalu menghiburnya saat dia sedih. Randa selalu ada untuknya kapanpun dia butuh bantuan. Bagaimana mungkin mereka tidak akan mempunyai perasaan khusus. Tapi sayang.. mereka tak diizinkan bersatu dalam ikatan kekasih, tapi mereka bersatu dalam ikatan persaudaraan.

"Kembali dari sini.. kita langsung pindah" Kata Randi lagi.

"Kalian akan pindah kemana? " tanya kakeknya.

"Aku akan menyewa sebuah rumah kek.. "

"nggak usah.. Orang tua mu punya beberapa rumah.. nanti kakek tunjukkan lokasinya, seperti nya sudah waktunya kakek memberi tau dimana saja dan apa saja Aset keluarga kalian" kata kakeknya.

Chapitre suivant