webnovel

Hanya Milikku

Menghadapi semua tatapan mata yang tertuju padanya, Linggar tak peduli sama sekali. Dia bahkan melangkah masuk dengan acuh tak acuh, berjalan menuju ke arah Rafael.

"Kakak aku menemukanmu cukup cepat kali ini!" ucap Linggar dengan ekspresi bangga di wajahnya. Seolah mengatakan sekarang aku sudah bukan yang dulu lagi, seorang anak ingusan yang hanya menyukai permen saja kini menjadi seorang pria yang tangguh dan keren.

Namun beberapa detik berlalu Rafael tak menggubris Linggar sedikitpun, dia hanya melihat ke arah Linggar seolah melihat sebuah bayangan hitam yang kasat mata.

Melihat hal itu bibir linggar berdenyut, pangeran es ini masih tidak mengakuinya sedikitpun! Ini... ok dia sedikit kecewa, sejak mereka berpisah beberapa tahun yang lalu, Linggar berjanji pada dirinya sendiri untuk memperlihatkan dirinya yang akan tampil lebih baik dari pada kakaknya ini, nanum.... Sepertinya usahanya gagal di awal perjalanan.

Linggar lalu melirik ke arah belakang Rafel, sosok pria tampan yang dia lihat sebelumnya berdiri di belkang Rafael.

Mendapati tatapan Linggar ke arahnya, Indah merapatkan dirinya lebih dekat ke arah Rafael dan lebih tersembunyi.

'Pria ini, mengapa terlihat seolah berlindung di belakang kakaknya? Pikir Linggar.

"Kakak, sekarang kau sudah memiliki seorang teman pria selain Demian?" ucap Linggar menyadarkan semua orang tentang keberadaan Indah yang sebelumnya kasat mata.

Demian secara spontan berbalik ke arah Rafael dan mendapati seorang pria berdiri oh tidak dia sepertinya berlindung di balik punggung Rafael.

Mendengar ucapan Linggar, hawa dingin di sekitar Rafael mulai menyebar ke seluruh ruangan. Seketika ruangan ituterasa seperti di kutub utara.

"Opsss" Ucap linggar sambil menutup mulutnya, merasakan hawa yang mematikan dari kakaknya, Linggar menyadari bahwa dia telah melakukan suatu kesalahan yang besar. Dia harus melarikan diri sekarang, kalau tidak hidupnya mungkin akan berakhir sebelum bertemu dengan kedua orang tuanya dirumah. Namun sebelum dia sempat melangkah pergi, suara malaikat maut seakan menyambar ke telinganya.

"Linggar Pradianata!" ucap Rafael dengan nada tenang namun dengan sedikit aura mematikan.

Hanya Linggar yang tau segawat apa situasinya saat ini, jika kakaknya sudah memanggilnya dengan selengkap itu, berarti kakaknya sudah berada di ambang kesabarannya. Semakin tenang dia memanggil semakin berbahaya akibat yang harus dia tanggung nantinya.

"Sepertinya kamu masih harus belajar lebih banyak lagi di luar negeri!" ucap Rafael dengan nada lebih tenang dari sebelumnya.

Mendengar ucapan Rafael, Linggar seakan ingin menangis. Dia ingin melarikan diri sejauh mungkin, namun kakinya tak bisa bergerak sedikitpun.

Linggar yang dahulu dikirim keluar negeri oleh kakeknya untuk belajar, alih-alih sebagai hukuman untuk membuatnya menjadi orang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab, namun setelah menjalani kehidupan di sana barulah dia merasakan kesulitan dan penderitaaan yang teramat.

Kakeknya masih berbaik hati untuk memberikannya fasilitas yang lebih dari sebelumnya, namun jika yang mengirimnya kali ini adalah Rafael, jangan harap dia akan mendapatkan pelayanan istimewah bahkan dia mungkin harus tidur di tempat yang sempit, dingin dan bau untuk waktu yang tak diketahui.

"Kakak Nizam... Apa itu kamu? ah ini beneran kamu!" Lia tiba-tiba mendekat ke arah Indah dengan antusias. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Indah disini dan dia bahkan tidak menyadari keberadaannya sebelum pria muda konyol ini mengingatkannya.

Namun sebelum Lia bisa meraih lengan Indah, sebuah lengan menepis tangan Lia dan menarik Indah ke dalam dekapannya.

DEG... Sontak semua orang seolah terserang serangan jantung.

'Rafael apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?' Bisik Indah yang berada dalam dekapan Rafael.

Namun Rafael tak menghiraukan ucapannya, dia bahkan menatap ke arah Lia dengan tatapan permusuhan. Matanya seolah mengatakan 'ini barang milikku dan kamu tidak boleh menyentuhnya!'

Lia = "....?"

Linggar dan yang lainnya = "....?"

____________________________________________

Chapitre suivant