webnovel

SANG DEWI AZURA 2

Fantaisie
Actuel · 93.2K Affichage
  • 23 Shc
    Contenu
  • audimat
  • NO.200+
    SOUTIEN
Synopsis

azra merupakan reinkarnasi dari dewi langit.. yaitu Dewi Azura penguasa Negeri langit... ikuti kisah perjuanganx dalam menemukan jati diri dan cintax..

Chapter 1BAB 39

Hari ini adalah hari terakhir ujian, para pangeran BEASTIE KING berkumpul di tempat latihan setelah jam ujian terakhir berakhir.

"Sekarang gimana? album terakhir kita yang tertunda kemarin mau di lanjutin atau nggak?" ucap Jhon.

"kalau aku sih maunya dilanjutin, tapi masalahnya kita masih belum nemuin vokalis cewek yang cocok." Jawab Marchel.

"Siapa bilang kita belum menemukannya?" ucap Rhyan tiba-tiba, semua pandangan sahabatnya tertuju padanya.

"Maksud kamu?"

"Jangan-jangan yang kamu maksud Azra bukan?"

"Yup.. benar sekali, bukankah kalian sudah mendengar suara Azra sebelumnya."

"Tapi bagaimana caranya meyakinkan Azra? dia sudah menolak tawaran kita sebelumnya, belum lagi dia sempat marah dengan kita yang menyebarkan lirik ciptaannya dengan sengaja." Ucap Jhon putus asa.

"Tenang... Biar aku saja yang bicara sama Azra!" kata Rhyan percaya diri.

"Melihat watak Azra yang keras, sepertinya tidak akan mudah untuk kamu membujuknya?" ucap Afnan ragu.

"aku setuju Nan! apalagi setelah melihat Rhyan sering kali di cuekin sama Azra." tambah Marchel.

"Senyuman maut mu itu nggak mempan untuk cewek sejenis Azra itu, mungkin kamu hanya bermimpi di siang bolong jika berharap Azra akan mendengarkanmu?" Ejek Jhon.

"Eits...eits.. Kalian jangan remehin kemampuanku, selama ini aku belum mengerahkan seluruh kemampuanku untuk mendapatkannya. Lihat saja nanti aku akan menaklukan hatinya, bagaimanapun caranya." ucap Rhyan dengan antusias sambil mengarahkan pandangannya kepada Afnan.

Afnan yang merasakan pandangan persaingan dari Rhyan merasa bingung.

"Ok.. kalau gitu misi ini biar kamu saja yang melakukannya, kalau butuh bantuan kami, kamu bisa bilang saja biar kita-kita bisa ikut bantu nantinya!"

"Sip Jhon, biar aku yang tangani?"

*

Dikantin Dhyan bergumam tidak jelas sedari tadi. Azra yang sibuk sendiri mendengarkan lagu dari alat perekamnya tidak menyadari tingkah sahabatnya itu. Sampai akhirnya Dhyan mengaduk kuah baksonya dengan cukup kesal, membuat kuah baksonya terciprat ke tangan Azra.

"Aduh.. Kamu kenapa Dhyan? ngaduknya pake tenaga super gitu?" eluh Azra sambil mengusap punggung tangannya yang terkena kuah bakso yang cukup panas.

"Maaf..maaf.. nggak sengaja, sini tanganmu biar aku tiupin, masih kepanasan kan."

"udah nggak apa-apa! lagian kamu lagi mikirin sesutu?" tanya Azra.

setelah mendengar perkataan Azra, Dhyan kembali memasang wajah yang lesu, lalu menundukkan kepalanya dan mulai bergumam tidak jelas.

melihat sahabatnya yang bertingkah aneh membuat alis Azra sedikit berkerut.

"Kamu ngomong apaan sih Dhyan? nggak kedengeran!"

Dhyan masih berguman dan tetap menunduk, sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Apaan sih Dhyan, kalau ngomong itu yang jelas!" tekan Azra

secara perlahan Dhyan mengangkat kepalanya, wajahnya yang merah terlihat jelas dimata Azra, Dhyan berusaha membuka mulutnya dan mulai berbicara.

"Se..sebenarnya aku nggak mau setelah ujian kita libur panjang!"

Azra:"...." "Kenapa?"

"So..soalnya aku jadi nggak bisa ket.."

"Neng ini pesanan baksonya."

tiba-tiba pelayan kantin datang membawakan pesanan Azra dan memotong ucapan Dhyan.

"Makasih ya mbak" ucap Azra kepada pelayan itu.

"Kamu kenapa tadi Dhy?"

wajah Dhyan kini semakin memerah, dia mengepalkan tangannya di balik meja dengan sangat erat.

"Bu..bukan apa-apa, kamu makan saja keburu dingin entar!"

"Eh.."

"Buruan makan, keburu tidak enak kalau dingin" perintah Dhyan sambil memakan baksonya dengan tergesa-gesa.

Azra:"...."

*

Sepulang dari sekolah, Azra menyempatkan untuk mengunjungi tokoh buku langganannya. Kali ini Azra mencari beberapa buku soal ujian untuk mata pelajaran Bahasa Asing, dan beberapa kamus Bahasa Asing pula. Entah sejak kapan Azra memiliki kemampuan untuk mengingat setiap kata yang dia baca dari buku atau pun dari kamus-kamus yang dia miliki.

Hanya buku-buku soal dan beberapa buku pelajaran dari tingkat menengah sampai universitas yang merupakan salah satu cara dia menghabiskan waktunya, jika dia bosan belajar maka dia akan mulai memainkan gitarnya, jika dalam susasana hati yang cukup baik dia akan sempat menciptakan beberapa lagunya sendiri.

"Ngiiiiinnnnnnnn"

saat Azra tengah sibuk memilih buku yang ada, tiba-tiba dia mendengar sebuah suara berdengung yang memekakan telinganya. Azra menutupi telinganya secara spontan dan membuat buku yang telah dia pegang terjatuh ke lantai.

Azra memaksakan dirinya untuk melihat orang-orang disekitarnya, namun sepertinya tak seorangpun mendengar suara dengungan seperti yang dia dengar. Semakin lama suaranya semakin mengeras, membuat lutut Azra bergetar tak mampu menahan tubuhnya sehingga dia pun berjongkok sambil tetap menutup telinganya, dan hanya menundukan pandangannya kebawah.

"Aarrggghh.."

Azra merasa sudah berada di ambang batas, suara itu seakan ingin memecahkan gendang telinganya. Sesaat kemudian Azra merasa ada yang memegang pundaknya.

"Hey.. kamu kenapa?"

semakin lama pegangan di pundaknya semakin mengeras dan bahkan mulai mengguncang tubuhnya.

dengan wajah yang pucat pasih Azra mengangkat kepalanya dan menghempaskan seseorang yang telah memegang pundaknya itu.

"BUG.."

tubuh lelaki itu menghantam dinding dengan sangat keras. Suara dengungan itupun berhenti dan menyadarkan Azra. Dengan cepat Azra berlari ke arah lelaki itu.

"Ma..maaf aku nggak sengaja, apa kamu terluka?" tanya Azra cemas. Dari yang Azra lihat lelaki itu merupakan siswa sma sepertinya dilihat dari pakaiannya, dan mungkin berasal dari sekolah yang sama karena pakaian lelaki itu seperti seragam yang dikenakan Azra.

saat lelaki itu ingin menjawab tiba-tiba dia terbatuk dan mengeluarkan darah.

"Huk..huk.."

"Ya ampun darah, kita harus ke rumah sakit sekarang!" saat Azra ingin memapahnya, lelaki itu menahan tangan Azra.

"Jangan bawah aku ke rumah sakit!"

"Kenapa? lukamu sangat parah kalau tidak di obati maka akan berbahaya!"

"aku nggak suka berada di rumah sakit!"

"terus aku harus membawamu kemana?"

"Bawah saja aku ke tempatmu?"

Azra:"...."

"Kenapa diam saja? bawah aku ketempatmu!"

"Apa? n..nggak bisa, aku hanya tinggal dikosan yang kecil, dan lagi kamu seorang laki-laki, aku nggak bisa!" Azra menolak dengan keras.

"Huk...Huk..." lelaki itu kembali terbatuk dan kali ini mengeluarkan cukup banyak darah. Membuat Azra semakin panik.

"Kalau begitu biarkan aku mati disini saja!"

Azra:"...."

"Baiklah, biarkan aku memapahmu. Aku akan membawamu ketempatku!" ucap Azra pasrah. Pada saat itu tokoh buku sedang sepi jadi tak ada yang memperhatikan kejadian itu. Azra pun berlalu bersama lelaki itu.

Beberapa menit kemudian penjaga tokoh yang bertugas mulai mengecek tiap-tiap bilik, untuk merapikan buku yang kadang di berantakin oleh pengunjung yang datang. Penjaga itu berhenti di bilik terakhir dan menemukan beberapa buku soal berceceran di lantai.

"Huh.. kalau tidak mau beli, ya nggak usah di berantakin kayak gini juga!" Desah penjaga itu sambil memungut buku yang berserakan. Pada saat dia ingin memungut buku yang terakhir, pandangan mendapati sebuah nodah darah di dekat dinding. Dia pun berjalan ke arah noda darah itu.

"Ini darah?" ucapnya sambil mengusap noda itu di jarinya. Dan di samping noda itu terdapat sebuah benda, sang penjaga tokoh mengambilnya. Dan ternyata itu adalah sebuah papan nama yang digunakan untuk anak sekolahan. Dia pun membaca nama itu yang bertuliskan.

"ALMAN TRIANDI SALDI."

Vous aimerez aussi

Princess Yuna

Seandainya aku bisa memilih takdirku aku tak ingin hal seperti ini menimpaku. Penyesalan selalu datang belakangan. Nenek telah melakukan perjanjian pernikahan antara aku dan cucu calon suaminya bertahun silam. Saat itu ia berjanji akan menikahkan anaknya dengan anak adik calon kakekku saat ia sekarat dalam pangkuannya diantara hujan peluru dan gerimis yang berduka atas pembantaian manusia saat itu. Sayangnya setelah berpuluh tahun berlalu dalam kedua keluarga tak terlahir sepasang manusia. Saat itu kedua keluarga selalu melahirkan anak anak yang berjenis kelamin sama. Era saat ini terlahir sepasang manusia dari dua keluarga dan penantian nenek buyutku itu terbayarkan. Ia menetapkan pertunangan antara aku dan Ahi Sasongko sejak aku berusia lima tahun. Ahi seorang pemuda yang tak pernah kulihat itu seingatku adalah pemuda yang cemerlang dan memiliki kekayaan yang fantastis. Namun sayangnya ia seolah alergi terhadap pemberitaan, namanya sering muncul di media masa namun wajahnya selalu disamarkan. Kehidupanku sejak pertunangan itu menjadi terkekang, aturan ketat diberlakukan bagiku, bagaimana aku bersikap, cara pertemanan, dan yang paling menyebalkan adalah aku tak boleh akrab dengan laki laki. Ingatan itu melayang layang di pikiranku, saat kematian itu menjelang rasa sakit tak lagi menggangguku. Tubuhku menjadi kaku, tubuh yang dikaruniai Allah ini banjir darah karena luka tusukan pisau yang bertubi tubi. Aku tak mengira bila perilakuku yang menolak semua aturan yang telah kutaati sejak kecil akan berakhir dengan tutupnya usia diusia delapan belas tahun. Astagfirullah!!! setan seperti apa yang telah merasuki tubuh sahabat akrabku??? teganya ia menjebakku!. Hanya karena cintanya tak terbalaskan....ambisinya untuk menjadi nyonya Ahi Sasongko ia telah bertahun lamanya mengincarku. Sarwenda, betapa memalukannya dirimu! Seandainya Allah memberkatiku dengan kehidupan kedua aku akan berusaha yang terbaik bagi hidupku. Aku akan menjalani hidup yang diberikan Allah secara bermanfaat. Ya, Robb ku yang Maha Agung, Terkuasa diatas segala kuasa berikanlah restuMu agar aku bisa membenahi kehidupan yang kau berikan. Aku benar benar menyesal Ya Allah. Saat Yuna menyesali akhir hidupnya selarik cahaya menerpanya dan ia merasa tubuhnya menggigil, rasa sakit yang hebat mengiringi suhu dingin,Baa sebuah suara memanggil namanya. "Yuna...! Yuna ... putri Yuna... bangunlah nak". Seorang gadis tergeletak di atas batu hitam dipinggiran sungai. Tubuhnya membiru, ada beberapa luka tusukan belati ditubuhnya. Seorang lelaki duduk bersila disampingnya. Yuna adalah namaku Putri Yuna Nevada, nama pemberian nenek buyut yang begitu bahagia telah mendapat seorang pewaris perempuan yang berbeda jenis kelamin dengan cucu calon adik iparnya bertahun silam. Ia berkata kelahiranku akan menjadi jalannya untuk segera menghadap Yang Kuasa karena hutang janjinya dapat terbayarkan. Aku kadang diolok oleh kawan kawan dengan panggilan Princess Yuna. Menurutku panggilan itu tidak melecehkan jadi kuterima saja mereka memanggilku Princess Yuna. "What is in a name" kalimat itu cukup memotivasi ku untuk tidak tersinggung. " Buka matamu Yuna...kau harus bangun jangan kau turuti keinginan untuk tidur atau sia sia usahaku menolongku, mengangkat tubuhmu yang berat dari arus sungai yang deras dimalam dingin dan pekat seperti ini" suara itu terdengar kembali, Yuna mencoba membuka matanya, kalau ia ingin memperbaiki hidupnya ia harus hidup. Ia membuka matanya perlahan. Seorang lelaki berusia setengah abad menyambutnya dengan senyuman. "Akhirnya ' putri' tercinta ini bangun juga" ia mengelus jenggotnya yang mulai memutih. "Dimana aku?" Yuna memandang sekitarnya, ada hamparan batu hitam, suara riak air dan hembusan angin serta seorang lelaki berpakaian hitam dengan jenggot kelabu. Cahaya bulan menyinari tempat ia berada. " Katakan bapak apakah....aku sudah mati?' tanyanya ragu. Lelaki itu tersenyum. " Ya, kamu sekarang ada di neraka dan aku malaikat yang akan menghukummu ....."

Yoona_Pramesti · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
12 Chs