Saat jam menunjukkan pukul 07.00 sore hari Jnas mengajak Elif keluar rumah, Elif heran karena Jnas keluar bukan naik mobil melainkan naik sepeda motor milik Yunus.
" Jnas kita akan ke mana ??" Tanya Elif heran.
" ke suatu tempat yang indah dan istimewa" ucap Jnas singkat.
"untung saja kamu memakai jaket dan syal jadi akan membuat tubuhmu sedikit hangat" kata Jnas sekali lagi
" Ya ini syal kesayangan ku"
Jnas mengambil tangan Elif di belakang dan menariknya untuk memeluk pinggang Jnas.
" peganglah dengan erat jika tidak ingin jatuh"
Elif memeluk Jnas sangat erat karena Jnas melajukan motornya dengan sangat cepat.
Jnas menghentikan motornya di tepi jalan, tepat di puncak bukit. Elif turun dari
jok motor dan melepas helm teropongnya. Angin dingin menerpa, tapi Elif enggak
sempat menggigil, karena dia sudah keburu melongo saat dihadapkan pada
pemandangan indah yang membentang di depannya.
Malam ini Jnas bilang mau menunjukkan sesuatu yang indah pada Elif.
Tadinya Elif bingung "sesuatu" itu apa. Tapi sekarang dia tahu, pasti yang dimaksud Jnas pemandangan lembah Irak dengan lampu-lampu beraneka warna dari
rumah-rumah penduduk kota Mosul di bawah sana.
Mereka sudah berkendara satu jam lebih dari rumah Jnas, dan pastinya sekarang ?
berada di luar kota Mosul, entah di kawasan apa, tapi yang jelas udaranya masih sejuk.
Elif bahkan bisa mendengar suara jangkrik bersahutan di sekitarnya, saat ini jam 08.00 magrib perbedaan jam antara Irak Indonesia sekitar empat jam, di Irak ada tujuh belas jam saat siang, di Indonesia dua belas jam saat siang.
"kamu suka?" tanya Jnas
"Ini… ini bagus banget, Jnas… Dari mana kamu tahu ada tempat sebagus ini Di Irak?"
"Dari kakak ku Sofyan, waktu aku kecil"
Elif mengangkat alis, heran. Jnas tahu tempat sebagus ini dari Kakaknya
semasa kecil?
"kamu pasti sudah tahu sama Sofyan kan?" tanya Jnas.
Elif mengangguk.
"Jauh sebelum itu, sejak bertahun-tahun sebelumnya, baba sering di luar rumah karena dia seorang tentara seperti ku. kami berempat selalu merindukan baba karena pada saat itu terjadi banyak perang di Irak, baba jarang di rumah. Waktu itu… aku sendiri enggak tahu bagaimana aku bisa melalui masa-masa
itu. Tapi yang aku ingat adalah, setiap malam saat baba enggak pulang dan mamah
memilih untuk mendekam di kamarnya, aku dan kedua adik ku menangis sepanjang malam
di kamar. Besoknya kami bangun dan ke sekolah dengan mata bengkak…"
Jnas tertawa kecil, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Elif sampai
bingung harus ngomong apa, jadi dia membiarkan Jnas melanjutkan ceritanya.
"kakak selalu sedih kalau melihat mata ku dan kedua adik ku bengkak setiap dia
mengantar kami ke sekolah. Jadi suatu malam, waktu baba enggak ada di
rumah seperti biasa dan mama selalu di kamar karena ia sering sakit, kakak mengajak kami jalan-jalan… ke sini."
"Ke sini?"
"Iya. Dia bilang, semasa kecilnya dulu apalagi sewaktu baba belum terlalu sibuk di basecamp nya, baba dan kakak selalu ke sini untuk memandangi lampu dan mendengar suara jangkrik setiap
malam. Kadang menghitung bintang juga. Semua itu dia lakukan untuk bermain bersama baba dan mamah disini, and it Works. Jadi dia ingin aku dan kedua adik ku bisa melakukan hal yang
sama. At least, kalau ada sesuatu yang terlalu indah di depan mata untuk dikagumi, aku
dan kedua adik ku enggak akan ingat kenangan sedih tentang semasa kecil kami lagi."
Jnas merentangkan tangannya lebar-lebar dan menghela napas dalam, seolah
ingin menyimpan seluruh udara sejuk yang ada di bukit itu ke dalam paru-parunya.
"Sejak itu, aku dan Yunus serta Tamara enggak pernah menangisi baba kami lagi. Kami diajak ke
sini setiap malam, dan kakak mengajak kami mengobrol segala macam, sampai
kadang aku merasa… aku lebih menyayangi kakak melebihi siapa pun.
"Kak Sofyan baik banget , ya? aku jadi kepingin ketemu dia…"
"aku juga Elif sudah satu tahun kakak ada di rumah istrinya, Di saat-saat sedih, aku selalu ingat dia. Sayang, kami tak kan bisa seperti dulu lagi yang selalu setiap hari bersama."
"Kenapa? kakak pindah ke kota lain?"
"Iya. Sekitar satu tahun yang lalu, Kakak menikah, setelah itu dia pindah ke Dinawiyah bersama istrinya. Dan kebetulan rumah istrinya disana juga"
"Kamu lose contact sama dia?" tebak Elif
Jnas menggeleng. " kami selalu berkomunikasi apalagi mamah selalu menelponnya tiap dua hari sekali."
"Yah… we never know. Itu kan rahasia Tuhan." Banyak rencana Tuhan yang
memang enggak bisa dinalar logika manusia, kamu ingin selalu bersama kakak mu dan juga baba, tapi tuhan berkehendak lain."
"Iya juga sih. Dan dengan kejadian itu aku jadi bisa lebih kuat, plus ingat untuk
sering-sering datang ke tempat ini lagi, sekadar mengingat bagaimana kakak dulu merawat aku dan kedua adik ku."
"Terus… kenapa kamu sekarang ngajak aku ke sini?"
"Karena dulu aku pernah janji sama kak Sofyan, kalau suatu saat aku kenal
seseorang yang istimewa buat aku, aku akan mengajaknya ke tempat ini."
Jnas memandang mata Elif dan memegang kedua tangan gadis itu, ia ingin mengatakan semuanya apa yang ia rasakan terhadap gadis didepanya, ia tak bisa menahannya terlalu lama.
"aku tak pernah mengajak Aisyah mantan tunangan ku kesini." ucap Jnas
" kenapa..?
"aku hanya akan mengajak orang yang istimewa saja dalam hidup ku"
Elif mendongak, dan sekali lagi memandangi pemandangan luar biasa yang
terpampang indah di hadapannya. Ini semua memang indah, tapi mendengar Jnas
menganggapnya istimewa entah mengapa membuat semua pemandangan itu jadi
terlihat sejuta kali lebih indah.