"Hei, gadis kecil. Hari ini kau bolos lagi, ya?" tanya Miya pada adik angkat kesayangannya, si Cat Elf, Nana di teras depan rumahnya.
Saat ini Miya pulang dengan membawa Ruby ke rumahnya.
"Iya, aku membantu Kakak meracik ramuan. Katanya ini ramuan istimewa," kata gadis kecil itu dengan ekspresi wajahnya yang ceria.
"Tapi kau kan harus belajar dan berlatih. Katanya kau mau cepat bisa mengendalikan sihirmu."
"Ada Harley yang akan membantuku."
"Harley tidak akan setiap hari membantumu, manis. Kau harus belajar untuk tidak bergantung pada orang lain," ujar Miya lembut.
Nana menghela napas. "Baiklah aku mengerti."
"Sekarang apa yang ingin kaulakukan?"
"Ke Mansion. Aku mau bertemu Tuan Aaron."
"Baiklah."
Nana menghambur keluar meninggalkan Miya. Miya masih tersenyum-senyum melihat tingkah adiknya. Meskipun gadis kecil itu hanya seorang adik angkat, tetapi Miya sangat menyayanginya. Nana sangat penurut dan tidak pernah membantah. Keceriaannya membuat rumahnya dipenuhi dengan kegembiraan. Miya berjanji apapun akan dia lakukan demi melindungi gadis kecilnya itu.
Lalu Miya tersadar dari keheningannya menatap Nana yang berjalan menjauh dari rumahnya. Dia baru sadar Ruby sudah tidak berada di sampingnya.
"Eh, di mana Ruby? Bukankah tadi dia di sini?" tanya Miya pada dirinya sendiri.
Miya berjalan keluar halaman untuk mencari Ruby, tetapi tidak ada seorangpun di sana. Dia yakin Ruby tidak akan berubah pikiran dan kembali ke Mansion. Lalu dia mencoba mengeceknya ke halaman samping dan ternyata Ruby berada di sana. Gadis bertudung merah itu tengah berjongkok sambil mengamati tanaman-tanaman obat milik kakaknya. Raut wajahnya menunjukkan kekaguman.
"Ruby? Kau sedang apa?" tanya Miya bingung.
Ruby menoleh dan tersenyum pada Miya. Gadis itu beranjak berdiri. "Miya, rumahmu menarik sekali. Semuanya dikelilingi tanaman obat. Ah, tidak, perkebunan ini semuanya ditumbuhi tanaman obat. Bahkan di sini juga sejuk, banyak pohon-pohon segar dan hijau. Aku yakin semua orang yang merasa stres akan merasa tenang di sini."
Miya senang mendengar ucapan Ruby. Sangat jujur dan apa adanya. "Kau menyukainya?"
"Ya, di sini sangat tenang."
"Kakakku yang memilih tempat ini. Selain tenang, dia juga bisa lebih berkonsentrasi terhadap tugas dan pekerjaannya. Ayo masuk, kukenalkan kau pada kakakku," ajak Miya.
Ruby mengangguk dan mengikuti Miya melangkah ke dalam rumah.
Rumah itu sangat sedernana namun nyaman. Dindingnya hanya terbuat dari kayu, begitu juga dengan segala perabotannya. Ada perapian di ruang depan yang nampaknya digunakan sebagai ruang tamu dan tempat berkumpul karena ruangan itu lumayan luas. Aroma wangi yang menenangkan menguar ke seluruh ruangan, membuat siapa pun yang menghirupnya akan merasa lebih rileks.
Tok tok tok!
"Kak, kau di dalam?" tanya Miya sambil mengetuk pintu salah satu ruangan di rumah itu.
Tak lama pintu terbuka. Muncullah seorang laki-laki berjubah putih dengan senyumannya yang khas dan menawan. Sama seperti senyuman Miya yang terlihat tulus dan ramah.
"Ada apa? Sudah selesai berlatih?"
"Sudah. Aku membawa teman baruku ke sini. Ayo kukenalkan padanya." Miya menarik tangan kakaknya dan mau tak mau lelaki itu menurut.
"Siapa?"
"Seorang gadis manis," kata Miya senang. Lalu dia sampai pada Ruby di ruang depan dan segera mengenalkan kakaknya. "Ruby, ini kakakku. Dia pandai dalam penyembuhan."
Ruby menatap kakak Miya dan saat itu juga matanya membulat tak percaya. Ekspresi yang sama pun ditunjukkan oleh laki-laki itu.
"K-King Estes? Anda di sini?" tanya Ruby memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Lalu dia berganti menatap Miya dan kembali mengingat sesuatu yang sebelumnya dia lupakan. "Ah, benar. Seharusnya aku mengenali adik anda dari awal."
Kakak Miya, Estes, juga tak menyangka bisa melihat gadis mungil itu lagi. Hatinya senang begitu gadis yang dilihatnya adalah benar-benar Ruby.
"Ruby... sudah lama, ya."
Miya ternganga melihat reaksi keduanya yang sepertinya sudah lama saling mengenal.
"Apa maksudmu, Ruby? Kau tahu siapa aku sebelumnya?"
"Semua orang juga tahu siapa kau. Adik dari seorang Moon Elf King dari Emerald Woodland, Putri Miya. Hanya saja Putri Miya tidak pernah keluar dari kediamannya jadi kupikir kau adalah gadis Elf lain yang bernama sama dengannya. Tapi ternyata itu memang kau, Putri," kata Ruby.
"Tolong jangan panggil aku Putri," pinta Miya. "Dan kalian... juga sudah saling mengenal?"
Ruby mengangguk. "Dulu King Estes pernah menyelamatkan nyawa teman baikku. Aku sangat berterima kasih padanya."
"Tidak, itu sudah kewajibanku menolong kalian," tegas Estes.
"Tunggu," sahut Miya menyela. "Memang kapan Kakak pernah menolong Ruby?"
Estes tertawa kecil mendengar pertanyaan Miya. "Kau ingat dulu aku pernah menjalankan tugas di Snow Light dekat Nost Gal? Waktu itu sering terjadi perang di sana dan tidak ada peri penyembuh, jadi aku memutuskan untuk pergi. Dan aku bertemu Ruby di sana."
Miya mengangguk-angguk tanda mengerti dan tidak bertanya lagi.
"Aku yakin kau tidak sendirian ke sini, Ruby. Di mana Alucard?" tanya Estes kemudian.
"Dia di Mansion. Aku ke sini karena Miya yang memintaku datang."
"Benar, aku yang memintanya datang. Ruby, duduklah aku akan membuatkanmu minuman hangat," kata Miya.
Ruby mengangguk lalu duduk di sebuah kursi yang terbuat dari rotan.
"Miya, bisakah aku minta tolong padamu?" tanya Estes tiba-tiba sebelum Miya pergi menuju dapur.
"Tentu. Katakan saja."
"Aku tidak yakin Nana pergi ke Mansion. Terakhir kali dia mengucapkan alasan yang sama dan ternyata di luar sana adikmu itu malah menghancurkan hutan. Bisa kau mengeceknya sekarang? Aku khawatir dia pergi ke hutan lagi seperti waktu itu. Dia masih belum bisa mengendalikan sihirnya dengan benar."
"Baiklah, setelah aku membuatkan minuman untuk Ruby—"
"Tidak apa-apa. Aku tidak akan lama di sini," potong Ruby cepat.
Miya menatap Ruby sebentar lalu mengangguk. "Baiklah. Datanglah ke sini kapan pun kau mau, Ruby. Ajak Tuan Alucard juga kalau ada waktu."
"Baiklah."
Tanpa berkata apa pun lagi Miya berjalan keluar rumah untuk mencari Nana.
Estes menghela napas lega. Dia bersyukur memiliki adik-adik yang penurut sehingga tidak harus membuat alasan panjang lebar.
"Maaf, Ruby. Ada yang ingin kubicarakan denganmu dan aku harus menjauhkan Miya dari pembicaraan ini."
"Aku tahu. Anda masih belum berubah. Anda pintar mencari alasan bagus untuk tidak melibatkan orang lain."
Estes tersenyum mendengarnya. "Bagaimana dengan Alucard sekarang? Sudah lama aku tidak melihatnya."
"Dia... semakin sulit dipahami. Kadang aku sendiri tidak mengerti harus bagaimana menghadapinya."
"Alucard sudah jauh berbeda sekarang?"
"Ya, setelah perang di Snow Light berakhir, dalam beberapa waktu dia jadi banyak berubah."
"Begitu..." Estes mengangguk-angguk.
"Tapi... kenapa anda dan Putri Miya tinggal di sini, King Estes? Apa kalian meninggalkan Emerald Woodland?"
"Kau pasti sudah mendengar kabar menghilangnya peri penyembuh dan para penduduk di berbagai wilayah dan kerajaan."
"Ya, aku sudah mendengarnya. Selama perjalanan aku dan Alucard sering mendengarnya dari orang-orang yang kami temui."
"Jika peri penyembuh terus menghilang maka tidak akan ada lagi yang tersisa. Semua peri penyembuh di seluruh dunia berasal dari Emerald Woodland jadi sudah sewajarnya aku datang dan mencari tahu penyebabnya. Dan Calestine Land adalah satu-satunya kerajaan terbesar yang masih berdiri kuat dibawah kepemimpinan Yang Mulia Raja Tigreal. Aku tidak punya pilihan selain bergabung dengannya untuk membantu penyelidikan dan memperkuat para peri penyembuh yang masih tersisa di sini."
"Tapi, apa tidak apa-apa meninggalkan Emerald Woodland tanpa seorang pemimpin?"
"Kau lupa siapa aku? Aku bisa kapan saja kembali ke sana dengan mudah. Saat ini Emerald Woodland aman di bawah pengawasan Rafaela."
Ruby mengangguk dan merasa lega. Untunglah, setidaknya tempat kelahiran para peri penyembuh tidak menghadapi masalah.
"Beberapa waktu lalu aku dan Alucard sempat melihat tanda hitam di langit, apakah mungkin itu tanda Dark Lord yang berhubungan dengan menghilangnya mereka?"
Estes menggeleng. "Aku tidak sepenuhnya yakin karena Dark Lord sudah tidak ada."
"Aku juga sama, tidak begitu yakin. Tapi Alucard bisa merasakannya."
"Benarkah?" Estes tampak berpikir. Untuk sesaat dia merasa ragu tetapi dia juga tahu tentang jati diri Alucard yang sebenarnya. "Tapi apa itu mungkin? Tanda Dark Lord?"
"Aku juga tidak mengerti."
"Ruby, apa kau masih menjalankan misi itu dengannya?" tanya Estes memastikan dan berhasil membuat Ruby terdiam. "Jangan takut, kau mengenalku. Katakan padaku dan jangan sembunyikan apa pun dariku. Mungkin aku bisa membantu kalian."
Ruby termenung sesaat. Dia berpikir apakah harus mengatakannya pada Estes atau tidak. Tapi mengingat dulu Estes pernah menyelamatkan mereka, sepertinya tidak ada salahnya jika dia mau terbuka pada lelaki di depannya itu.
"Ya, King Estes. Hingga sekarang aku masih menemaninya menjalankan misinya," aku Ruby tanpa ragu. Matanya menatap manik Estes dengan penuh keberanian.
"Sudah selama itu kalian belum juga berhasil?"
"Ya. Disaat kami akan menemukan petunjuk, petunjuk itu selalu hilang dan kami harus mencarinya lagi."
"Dan alasan kalian sampai ke sini? Apa aku boleh tahu?"
"Karena Alucard sudah menemukan petunjuknya. Di bagian Timur dan kami memulainya dari Calestine Land. Dan memang di sinilah kami harus memulainya."
"Ruby, bisakah kau hentikan saja dia? Mungkin yang dicarinya sudah tidak ada lagi dan itu hanya akan membuang waktu."
"Andai aku bisa, King Estes. Tapi anda sendiri pun tahu sifatnya, dia tidak akan menyerah. Dalam misinya dia hanya menginginkan satu hal."
"Apa itu?"
"Sebuah jawaban. Dan anda boleh menghukumnya jika jawaban itu tidak berhubungan dengan keselamatan seluruh nyawa dalam setiap kerajaan."
"Apa maksudmu?"
Wajah Ruby kembali menunjukkan keraguan. Entah dia harus memberitahu Estes atau tidak. Tanpa menjawab pertanyaan Estes, Ruby kembali hening.
***
Miya memasuki ruangan Aaron. Sebelumnya Nana berkata padanya akan menemui Aaron, jadi pasti dia sedang berada di ruangan sang Kepala Mansion sekarang.
"Halo, Aaron," sapa Miya.
Aaron menyadari kedatangan Miya dan menghentikan aktifitas mencatatnya. "Miya? Ada apa datang kemari?"
Miya tak langsung menjawab. Matanya memandang ke sekeliling ruangan Aaron tetapi tak mendapati gadis kecil yang dicarinya.
"Hei, ada apa?" tanya Aaron lagi.
"Nana tidak ada di sini? Dia tidak menemuimu?"
Aaron menggeleng. "Tidak. Hari ini aku belum melihatnya. Memang ada apa?"
Miya mengembuskan napas. Ternyata dugaan Estes benar. "Dasar gadis kecil itu. Ke mana dia?"
"Ah, sepertinya adikmu itu membuat alasan yang sama seperti tempo hari?" terka Aaron. "Tapi kenapa harus aku yang dia jadikan korban alasan? Apa gadis kecilmu itu sangat menyukaiku?"
"Aaron, hentikan. Sepertinya harus aku sendiri yang melatihnya."
"Tenanglah. Dia pasti sedang bersama Harley sekarang."
Miya mengangguk. "Baiklah, aku pergi dulu."
Setelah selesai menemui Aaron, Miya melanjutkan langkahnya keluar Mansion. Saat berjalan di selasar dia berpapasan dengan Alucard yang nampaknya sedang bingung. Miya bisa melihatnya dengan jelas di raut wajahnya yang tidak tenang.
"Tuan Alucard," panggil Miya menghentikan langkah pemuda itu. Alucard berhenti. "Apa semuanya baik-baik saja? Sepertinya kau sedang bingung."
"Tidak apa-apa."
"Apa kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa membantumu."
"Tidak."
Alucard melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Miya lagi.
Miya terpaku sesaat. Entah mengapa pemuda ini begitu sulit diajak bicara. Tetapi Miya tak ingin berprasangka buruk padanya. Mungkin saja pemuda itu membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Bertemu dengan orang-orang baru tentu tidak mudah untuknya. Lalu Miya berusaha memberitahunya tentang keberadaan Ruby. Siapa tahu pemuda itu mencarinya.
"Kalau kau mencari Ruby, dia berada di rumahku. Rumahku tidak jauh dari sini. Kalau kau mau, kau bisa mampir sebentar," kata Miya.
Alucard kembali berhenti dan berbalik badan menatap Miya. "Untuk apa dia di sana?"
"Aku yang mengajaknya."
"Untuk apa kau mengajaknya?" tanya Alucard dingin.
"Tidak ada salahnya kan mengajak teman baruku singgah sebentar ke rumahku?"
"Terserah."
Alucard kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Miya sendirian. Dia tidak tertarik dengan apa pun yang dikatakan sang gadis Elf.
"Ada apa dengannya? Kenapa dia selalu seperti itu?" gumam Miya penasaran. "Sudahlah, sebaiknya aku mencari Nana sekarang."
Miya memutuskan pergi dan tak memikirkan lagi tentang sikap Alucard terhadapnya.