Bila yang tak punya pilihan lain ahirnya menurut apa yang Edwin katakan, bahkan ia sengaja mengerjai Edwin dengan mengambil barang-barang dengan harga yang lumayan menguras kantong.
"Salah sendiri maksa aku mengambil apa yang aku suka, rasain kamu kak" ia berbicara sendiri sambil mengambil kerudung pakaian dalam dan beberapa aksesoris.
Setelah mandi dan mengenakan bajunya, Bila keluar dengan wajah berseri-seri.
"Puas kamu, masih ada yang kurang kah, sepertinya aku masih punya cukup uang untuk membayar belanjaanmu?" tiba-tiba Edwin menyela.
"Ye....slah sendiri"Bila mencibir.
"Sekarang makan dulu, nanti kamu ga ada waktu makan kalau acara dimulai" Edwin mengajak Bila menikmati sarapan yang sudah disiapkan karyawannya.
Bila melihat nasi uduk dengan komplit plus sambal dan ayam goreng, seolah cacing dalam perutnya tak sabar lagi, perutnya yang kosong dari semalam ahirnya berbunyi kruyukkkk....., Bila menatap Edwin dengan rasa malu.
"Lapar?"
"Banget"
Bila segera menyantap makanan didepannya tanpa sisa, setelah meneguk teh manis hangat ia segera meminta ijin pada Edwin untuk ke salon yang kebetulan terletak di sebrang butik itu.
Setengah jam kemudian Bila kembali dari salon, ketika Bila masuk ia melihat Edwin telah berpenampilan rapi dengan stelan jas berwarna abu-abu tua, rambutnya disisir rapi dengan rambut yang disisir ke belakang.
"Kaka" Bila memanggil dengan lembut.
Ketika Edwin menoleh ia begitu terpesona pada Bila, biasanya dalam kesehariannya Bila hanya memakai bedak atau lipstik warna natural, tapi saat ini wajah Bila dilapisi dengan riyasan minimalis yang sempurna, bahkan matanya juga dipasangi dengan bulu mata.
Edwin yang sedang tertegun memandang Bila membuat gadis itu salah tingkah.
"Kak Edwin kenapa nglihatinnya gitu amat, aku jelek ya?"
"Ga Bila kamu cantik banget" dengan tulus Edwin memuji Bila "melihat kamu yang seperti ini, aku jadi pingin cepet-cepet nikahin kamu"
"Ga usah mulai deh" Bila diam sebentar sambil mendekati Edwin "kak...aku udah menuruti apa yang kak Edwin mau, jadi tolong sehari.....ini aja, kakak ga jahil ya sama aku". Bila meminta dengan sungguh-sungguh.
"Caranya?"
"Nanti pas acara, kita pura-pura ga kenal deh, kita hanya sebatas atasan dan karyawan ya".
"Sungguh, berarti pas acara nanti aku bukan pacar kamu".
"Anggaplah seperti itu" balas Bila ketus.
Pukul 10.00 tamu sudah mulai datang, banyak orang-orang penting di kota itu yg hadir, Reivan sebagai pemilik juga hadir bersama istrinya Riyanti.
Setelah acara potong pita acarapun dimulai, ada peragaan busana, dan hiburan musik, acara berjalan sesuai apa yang dikehendaki tanpa halangan.
Usai acara para tamu undangan dan karyawan tinggalah acara ramah tamah dan menikmati hidangan, tampak Reivan dan Edwin tengah berbincang-bincang.
"Win gimana kerja Nisa, oke kan?" Reivan bertanya.
"Ya Van ,lo ga salah pilih".
"Kalau yang lain?" Reivan bertanya dengan nada menyelidik.
"Maksut lo?" Edwin kehilangan kata-kata.
"Alah...sok lo, emang lo kagak tertarik sama cewek sexi kaya Bila?".
"Lo Van, ga lah".
"Seriyus lo, kalau lo beneran ga suka sama Nisa, gua punya temen cowok yang lagi cari calon istri"
Ekspresi wajah Edwin berubah rumit "Van gua belum selesai ngomong, gua emang ga tertarik sama Nisa, karena gua sudah punya Bila, lo mau kenalan?" Edwin mengalihkan situasi.
"Cewek lo dulu Win?"
"Ya, sebentar gua cari dia dulu" Edwin bergegas mencari Bila.
Beberapa saat kemudian Edwin kembali pada Reivan dengan membawa serta Bila yang terlihat begitu cantik.
Edwin menepukp pundak Reivan, ketika Reivan menoleh ia menatap Edwin dengan ekspresi yang sulit di artikan.
"Win" Reivan bertanya sambil menatap Bila "kamu Nisa kan?"
"Ya pak, apa kabar pak Reivan?" Bila menjabat tangan Reivan.
"Baik" Reivan menjabat tangan Edwin "Win...." Reivan kembali bertanya.
"Ya dia" Edwin dengan bangga menjawab "makasih Van, karna lo gua bisa ketemu gadis yang gua cari selama ini" Edwin memberitahukan pada Reivan.
"Wah selamat bro, semoga kalian berjodoh, dan segera menyusul gua".
Dalam beberapa saat Bila tampak bingung dengan situasi yang ia hadapi, akan tetapi ia tak mampu berbuat sesuatu untuk menanyakan pada Edwin.
Ketika Bila akan meninggalkan dua laki-laki itu Edwin menahannya, sebenarnya Bila merasa kesal karena baginya Edwin telah melanggar kesepakatan mereka.
"Kak Edwin lupa ya sama perjanjian kita tadi".
"Ga lupa... masalahnya gini lo sayang, Reivan bilang mau ngenalin kamu sama saudaranya yang sedang mencari calon istri" Edwin meraih tangan Bila kdmudian "masa aku biarin dia ngambil kamu, ga mau dong aku".
Mendengar jawaban Edwin Bila hanya tersipu malu, sambil menatap Edwin dan tersenyum dengan manja.
Untuk sementara mereka merasa dunia milik berdua yang lain cuma numpang mandi dan numpang makan saja (kaya lagu dangdut).
Suasana so sweet itu tak berlangsung lama, karena pak Wijaya mendekati mereka.
"Ehem...yang lagi sayang-sayangan".
Mendengar sindiran pak Wijaya mereka langsung melepaskan genggaman tangan mereka, dengan sikap salah tingkah.
"Mas Edwin, mbk Nisa udah ngaku aja" pak Wijaya berkata dengan nada mengintrogasi, Bila dan Edwin saling ber pandangan tak tahu harus berkata apa, seolah tengah terciduk.