webnovel

Batu Pemikat - Bagian 2

Éditeur: AL_Squad

Katie tidak mengharapkan Raja Alexander berada di tempat itu sementara dia sedang berusaha untuk melupakan pria itu. Matanya yang berwarna merah darah berpindah dari pria di depannya kepadanya.

"Aku tidak tahu bahwa mempunyai pertunjukan di sini," Elliot berkata dengan tajam sambil menepukkan tangannya, "Shooo, Cepat pergi dari sini," Orang-orang yang berkerumun di tempat ini menundukan kepala mereka dan kembali ke setiap kegiatan yang mereka lakukan sebelumnya.

"Mereka bukan burung," Sylvia berkata sambil menggelengkan kepalanya atas kelakuan Elliot.

"Apa masalah di sini, sehingga seorang vampir mengeluarkan gigi taringnya? Bicara," Perintah Raja Valeria dan pria itu membuka mulutnya.

"Tuanku Raja, gadis ini menuduhku menjadi seorang pencuri padahal dia sendiri yang mencuri sebuah kalung," dia membela dirinya.

"Tidak, aku tidak! Kau yang menuduhku, kau pembohong," Ujar Katie, "Kau bisa menanyakannya pada pemilik toko."

"Aku tidak melihat atau mendengar apapun. Jangan menyeretku dalam masalah ini. Aku tidak ingin terlibat," dia bergumam sebelum menghilang ke dalam toko tidak ingin terlibat masalah.

"Aku yakin dia mencuri kalung yang sedang dikenakannya sekarang," Pria itu menunjuk kepada Katie, tanpa disadarinya dia sedang menggali kuburnya sendiri.

"Ini adalah karnival dan bukan tempat untuk seorang vampir menyerang seorang manusia," Raja Valeria berkata dengan tenang, " dan menyerang seorang manusia tanpa alasan ketika kita mencoba untuk bersahabat dengan mereka akan menerima hukuman," dia berkata sambil menjentikan jarinya.

"Tapi tuanku Raja kau salah mengerti!" Pria itu menjadi panik ketika dua orang pria menyeretnya.

Alexander pergi tanpa mengatakan apa-apa dan Katie menghembuskan nafasnya dengan lega. Kembali ke istana pada tengah malam, Katie mengganti pakaiannya dengan gaun malam dan mencuci mukanya. Dia mendengar ketukan di pintu.

"Ini aku, Corey,"dia mendengar suara dari pintu. Dia berdiri dengan sebuah kotak di tangannya dan Dorthy datang mendorongnya masuk, "Hey!"

"Maaf", Dorthy tertawa, "Kami lupa memberikanmu ini, kami membeli ini untuk semua orang di karnival," ujarnya dan Corey memberikan kotak yang ada di tangannya.

"Terima kasih," Katie merasa sedikit bersalah oleh karena tidak membelikan apa-apa untuk mereka, tetapi dia juga tidak membeli apa-apa untuk dirinya sendiri.

"Kalau begitu kami akan pergi," dan mereka berdua pergi tetapi terdengar ketukan lagi di pintu.

"Katie?" Itu adalah Corey yang mengintip ke dalam ruangan, "Kau baik-baik saja kan?" Dia bertanya kepada Katie dan dijawab dengan dengan anggukan.

"Kenapa aku tiba-tiba bertanya?"

"Oh, tidak ada yang penting," dan dia pun menghilang di balik pintu.

Pintu diketuk sekali lagi dan Katie mengangkat alisnya ketika melihat kepala Corey muncul.

"Apa lagi?"

Corey tersipu malu," Kita harus bangun satu jam lebih awal besok. Jangan sampai terlambat atau Martin akan memarahimu lagi. Selamat malam," dan Katie bertanya-tanya apa yang dimaksudkannya dengan 'dimarahi lagi'? Kapan dia dimarahi?

Dia memandang ke arah pintu sebelum menyisir rambutnya dengan sisir bergagang kayu dan mencoba untuk merapikan rambutnya. Dan dia menyadari bahwa ada memar yang muncul di tangan kanannya oleh karena pria itu menahan tangan katie dengan paksa.

Dia bersenandung sebuah lagu yang diingatnya ketika dia mengunjungi karnival. Kemudian terdengar lagi ketukan untuk ketiga kalinya dan dia menyipitkan matanya sekali lagi.

Apakah teman-temanku tidak ingin tidur? Mendesah dia berjalan ke arah pintu, "Corey, berhenti mengetuk-" dia membuka pintu, "-pintunya."

"Aku tidak tahu kau menunggu teman pria pada jam seperti ini."

Katie merasa darahnya terkuras dari wajahnya. Itu adalah Alexander.

"Ti-tidak. Aku sedang tidak menunggu siapapun. Dorthy dan Corey sebelumnya telah datang dan mereka mengetuk seperti anak kecil," Katie mundur selangkah dan Alexander masuk ke dalam kamar bergerak seperti hantu.

"Aku ke sini untuk mengambil sesuatu darimu," dia berkata sambil berjalan menuju sebuah kaca besar yang berada di dinding," Jika kau tidak keberatan aku akan mengambil kalungku."

"Tentu saja," jawab Katie, jarinya bergerak untuk membuka kaitan rantai di belakang lehernya.

Dia bertanya-tanya mengapa sekarang Alexander menginginkan kalungnya sekarang bukan waktu-waktu yang sebelumnya? Apakah dia telah membuatnya malu dengan apa yang terjadi di karnival?

"Kau berpikir berlebihan."

"Apa?" Katie agak terkejut dia mengembalikan kalung itu dan mereka saling bertatapan.

"Ayo ke sini, Katie," Alexander memberikan senyuman yang manis kepadanya dan dengan perlahan Katie berjalan ke arahnya. Dia memutarkan badan Katie sehingga menghadap ke cermin, "Bisakah aku?" dia bertanya sambil mengangkat tangannya sejajar dengan kepala Katie dan Katie hanya bisa mengangguk.

Jemarinya menyentuh rambut Katie dengan lembut mengumpulkannya menjadi satu membuatnya tergelitik dan dia merasa mengantuk.

"Populasi vampir dalam karnival lebih banyak dibandingkan manusia. Berada di daerah kekuasaan vampir, mereka hanya mendukung bangsa mereka sendiri ataupun tidak mendukung siapapun. Aku rasa kau cukup berani untuk melawan seorang vampir hari ini," Alexander menggulung rambut Katie dan melanjutkan, "Tetapi aku harus menyarankan-mu untuk berhati-hati. Kau beruntung bahwa kami ada disana, jika tidak maka aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya."

"Baiklah," dia menjawab dan melihat Alexander mendorong sesuatu ke dalam rambutnya. Dia menggerakan kepalanya sedikit dan melihat sebuah kayu kecil.

"Seperti yang dikatakan orang tua di toko tentang pertukaran yang seimbang, aku punya sesuatu untukmu, karena telah menjaga kalungku dengan baik sampai sekarang," Alexander meletakan tangannya di leher Katie dan mengaitkan sebuah kalung rantai dengan sebuah batu berwarna biru.

Itu adalah batu jimat yang sangat langka yang dia lihat di toko.

"A-aku tidak bisa menerimanya, Raja Alexander," Katie membalikan badannya.

"Aku memberikannya tidak gratis. Seperti yang aku katakan itu adalah sebuah pertukaran yang adil, bukan begitu?" Alexander meyakinkannya dengan senyumannya yang menawan dan mengucapkan selamat malam sebelum dia meninggalkan ruangan.

Setelah Alexander meninggalkan ruangan Kaie, dia berjalan menuruni tangga dan pergi ke ruangan bawah tanah istana. Tempat itu sangat gelap dan juga area terlarang.

Dia berjalan melewati ruangan penjara yang kosong dan beberapa darinya diisi oleh mereka yang melanggar peraturan. Dia pergi ke satu ruangan penjara dimana seorang pria yang ditemuinya di festival berada.

Pria itu sedang duduk di sebuah kursi dengan kaki dan tangannya terikat. Alexander memperhatikan bahwa dia belum disentuh, belum ada yang dilakukan kepadanya.

"Kenapa aku disini?! Aku tidak melakukan apapun!" Pria itu menangis ketika melihat Alexander memasuki ruangan sel itu.

"Tidakkah kau tahu, hmm. Menyakiti manusia dan fakta bahwa kau akan menyerangnya? Vampir seperti kau hanya akan membuat masalah untuk kita."

"Aku hanya ingin menakutinya!"

"Menakutinya? Mengapa?" Tanya Raja Valerian, "Apa kau bersiap untuk perayaan Halloween?"

"Dia mempunyai batu jimat berwarna merah. Tentu saja gadis seperti dia mencurinya," pria itu mencoba untuk membebaskan dirinya tetapi dia terikat dengan kuat.

"Tanpa bukti, dan kau yang memutuskannya sendiri."

"Aku hanya-" Alexander mengambil sebuah palu yang terletak di meja dan bermain-main dengannya, "-apa yang akan kau lakukan?"

"Jangan khawatir, aku hanya akan melakukan hal yang sama. Kau tahu, hanya menakut-nakuti," Jawab Alexander sambil mengangkat bahunya, mengembalikan palu ke atas meja dan berdiri di depan pria itu.

Pria itu bernafas dengan lega ketika melihat palu itu diletakan. Alexander memegang lengan dari pria itu dan dengan perlahan mengencangkan genggamannya. Dia mendengar pria itu berteriak kesakitan sampai tangannya berderak patah seperti kayu kering yang dipatahkan.

Tulang vampir akan bertumbuh tetapi akan butuh waktu yang berbeda bagi setiap individu tergantung dari keturunan mereka.

"Dan sebagai tambahan. Dia tidak mencurinya," Alexander berkata sambil berjalan keluar dari sel itu dan dia mengeluarkan kalung salib itu. Mata pria itu terbuka lebar saat melihat kalung itu.

Chapitre suivant