webnovel

White

Esok paginya...

TRING~ TRING~ TRIRIRING~

"Siapa sih yang nelpon? ~.... Hoamm. Ini masih fajar. Masih jam empat pagi lima puluh menit. Ganggu orang istirahat aja." gerutu gadis rambut putih agak bergelombang setengah lengan, bermata lavender, dan bertubuh mulus nan putih itu sambil mengangkat telpon dari HP-nya.

"Eng, hallo~. Ini siapa?" tanya gadis itu setenfah sadar maaih mengantuk.

[Dasar malas! Sampai kapan kamu mau molor terus?! Cepat datang ke rumahku! Kerjakan PR kemarin atau kamu akan kena hukum sama guru Matematika.] Bentak gadis lain dari telepon yang diterimanya, tiba-tiba.

"Aku malas, semalam kerja pulang larut karena hujan. Tapi, bisa kuselesaikan dalam beberapa menit." balasnya dengan sangat malas.

[Aku tidak peduli sama pekerjaanmu yang gak jelas itu! Yang penting kamu cepat bersiap ke rumahku, jangan lupa bawa seragam nanti dan mapel hari ini!! Aku akan menjemputmu. Tunggu disana!] tegur gadis dari telpon langsung mengakhiri panggilan, setelah menegurnya.

" Udah gitu aja? Balik tidur ah~." cetusnya heran ditambah malas.

Beberapa saat kemudian...

TUUTT TUUUTTT~

BRAK!

Seorang gadis memakai kaos lengan pendek warna jingga bertuliskan 'perfect human' , berambut coklat muda berkacamata hitam, berhasil mendobrak pintu sampai ambruk.

Debu mengepul seperti asap di kamar gadis pemalas itu.

"Et dah, cepet amat datengnya. Perasaan baru aja mau nutup kelopak mata, eh malah ada bencana yang menimpa." gumamnya gelisah dan langsung menutup kelopak matanya.

Hadeuh~, dia ini sebenarnya kenapa sih?! Padahal nyuruh aku datang, malahan dia yang datang. Jangan-jangan! ----- batinnya gelisah.

"Waktunya mengerjakan PR Matematika, kau harus mengerjakannya dalam waktu 10 menit dari sekarang!!" tegas gadis kacamata hitam menarik paksa selimutnya.

"Jangan nodai aku~. Aku bukanlah-... Heh?.... Yuri-chan, selamat pagi. Apa ada yang bisa kubantu?" tanyanya menoleh tersenyum lebar merubah pembicaraan PR, menjadi sapa'an pagi.

"Kerjakan~!" tegasnya menatap tajam kelam diselimuti hawa dingin dan hitam.

Waduh~,... Aku harus gimana? Kalau aku tidak mengerjakan PR, nanti bakal diomeli dan dihukum sama guru killer yang perhitungan.

Ya sudahlah, aku menurut saja.

Hanya Yuri-chan yang selama ini peduli padaku.

"Baiklah, akan aku kerjakan. Tapi, sebelum itu aku mau mandi." balasnya gugup.

"Hore~😆, akhirnya kamu punya semangat belajar lagi." ucapnya sembari mendekapnya.

"Sudah,.... Aku mau mandi dulu supaya lebih segar. Tidak sepertimu, sudah harum dan walaupun acakadul begini." balasnya menyentil hidung Yuri.

"Apa hanya itu?" desahnya kecewa.

"Mau cemilan, sudah aku siapkan dari tadi. Mau sarapan juga? Itu juga sudah disediakan baru saja." tuturnya menunjuk meja makan lingkaran yang sudah dipenuhi sarapan dan cemilan.

"Waaa~h...Bagaimana bisa kamu menyiapkan ini semua secepat itu?" tanyanya kagum dan penasaran.

"Sensor kepekaan." jawabnya singkat.

Kemudian dia mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan temannya duduk, melepas kacamata sehingga memperlihatkan mata heazelnut bulat.

Di kamar mandi....

SRAASSSHHH

Apakah akan baik-baik saja, jika terus seperti ini?

Kesendirianku bukanlah masalah,... Akan tetapi aku tidak bisa membiarkannya membuat masalah dengan mereka yang berhubungan denganku.

Ini sangat sulit, bagaimana bisa aku membuang satu-satunya sahabatku?

Aku sendiri sudah membuang nama keluargaku sendiri, sungguh menyakitkan.

Aku harus bisa bertahan,.. Harus!

TOK TOK TOK

Ketukan pintu kamar mandi membangunkan lamunannya.

"Mu-chan~, apa kamu punya serbet?" tanya temannya di depan pintu.

"Ada di dapur, lantai bawah." jawabnya agak berteriak---mungkin bisa kedengaran oleh temannya.

Di kamar....

"Koleksi animenya banyak sekali, tak kusangka dia bisa membeli ini semua. Tapi, rata-rata genrenya shoujo, beberapa ada yang genrenya samurai. Dasar tomboy." dia terkekeh setelah mengucapkan kalimat terakhir dari mulutnya.

"Yu-chan, kamu mau pinjam?" tanya seseorang dari belakang, membuatnya terkejut.

"Kamu sudah selesai mandinya, cepat sekali." jawabnya gugup.

"Bilang saja kalau kamu mau aku meminjamkan beberapa manga yang terbaru bulan lalu. Iya 'kan?😗" pertanyaan itu berhasil memojokkannya, ----- sudah tampak jelas di wajahnya.

"Hehehe,... Tercyduk saia.😅" jawab Yuri sambil cengengesan.

"Huft--3" balasnya mendengus kesal.

Dua puluh menit kemudian.....

"Ne~ ne~, kimi wa shitteru ka?" tanya Yuri di tengah penyelesaian PR-nya.

"Nanda?" tanya baliknya sembari fokus menyelesaikan PR Matematika.

"Aku dengar gosip, nanti kelas kita bakal kedatangan anak baru yang katanya tinggal dekat rumahmu." jawab Yuri berbisik sembari memakan snack keripik kentang rasa jagung bakar.

"Mana ada gosip sampai sedetail itu. Pasti yang memberitakannya itu stalker." balasnya sedikit menghina, lalu meletakkan pensilnya. "Yaps! Sudah selesai. Bisakah aku tidur sebentar, aku masih agak ngantuk." sambungnya.

"Ini sudah jam 06.30, masih mau tidur dan berangkatnya kesiangan telat gitu? Baka." cetusnya menunjuk jam dinding.

Dia semula mendengus kesal tak percaya, ketika menoleh melihat jam dinding, dia tercengang.

"Ck. Waktuku termakan hanya untuk mengerjakan mapel yang menyebalkan ini." cetusnya mendecak kesal dan memukul keras meja belajarnya.

Inilah sebabnya aku benci Matematika.

"Sebegitu kesalnya kamu sama mapel itu ya, bidadari cantik." ucap seseorang dengan suara serak dan besar.

Suara ini. ---- pikirnya kesal langsung menoleh ke belakang dan sesuai dugaannya.

Pemuda semalam,----- bermata biru, berambut pirang,  berparas tampan dan manis.

"Kamu-...! Sejak kapan kamu disitu?!" bentaknya kesal dari mulut jendela.

"Emmm,.... Kapan ya? Udah dari tadi, 20 menit yang lalu." jawabnya santai. "Oh ya, kamu pasti tetangga baru, yang katanya pindahan dari apartemen ke kompleks karena gak ada yang dekat dengan sekolah. Itu beneran?" sambungnya bertanya panjang lebar.

"Iya, apa tampak bermasalah buatmu?" tanya gadis mata lavender dingin.

"Yah~, kalau buatku sih gak masalah." jawabnya enteng.

"Kok bisa?" tanya Yuri ikut-ikutan.

"Soalnya bisa sering-sering lihat dia dari sini." jawabnya meringis.

BAMM!!

Jendela ditutup kasar sehingga menimbulkan suara keras.

"Cowok sialan, apa-apa'an itu? Membuatku semakin kesal saja." cetusnya kesal.

"Kayaknya dia cuma pengen bisa dekat sama kamu. Kamu juga baru pindah kesini, selain itu dia juga tampan dan manis sekali~😆. Kyaa~, kamu beruntung banget." balas Yuri berseri-seri. Tiba-tiba terdiam melihatnya melepas jaketnya.

"Kamu sedang apa?" tanya Yuri heran.

"Ganti baju dengan seragam. Emangnya Yu-chan gak sekolah?" tanya balik gadis itu mengejutkannya.

"Oh iya, untung aku sudah siapkan semuanya di ko-...per,.... Nggak ada." katanya gugup setengah mati.

"Kamu yakin, apa itu kopermu? Kayaknya kamu salah ambil." tuturnya mengambil koper hitam di samping kanannya. "Nih."

Yuri menerima koper itu dan segera membukanya, selepas melihat isinya barulah dia melepas napas lega.

"Syukurlah, ternyata aku lupa saat menaruhnya. Arigatou." ucapnya memeluk gadis rambut putih mata lavender itu.

"Ayo cepat." cetusnya tergesa-gesa ke pintu.

"Oke, aku datang." balas Yuri menghampirinya.

Di rumah pemuda tadi...

"Sa-chan, apa tadi kau bicara dengan seseorang di kamar?" tanya seorang wanita tiga puluhan sembari memberinya sepiring sarapan nasi telur mata sapi.

"Iya, tadi sama bidadari cantik." jawabnya sambil menyuap sesuap sarapan ke dalam mulutnya.

"Kamu ini, jangan sering menggoda perempuan. Apalagi kalau itu tetangga baru kita." balas wanita tadi mengingatkan dengan memukul pelan kepala pemuda itu menggunakan spatula.

"Memang, yang aku maksud itu dia." sahutnya, setelah meneguk air dari gelas di sampingnya.

"Heh~, dasar anak-anak zaman sekarang." desah wanita itu terheran-heran dengan anaknya.

"Bu, aku berangkat." kata pemuda itu beranjak dari tempatnya, lalu mengambil tasnya yang tersanggul di kursi, kemudian pamit kepada ayahnya yang duduk membaca koran pagi di teras depan rumah.

"Ayah, aku berangkat."

"Ya, hati-hati di jalan."

Di tengah perjalanan....

"Loh, itu kan' bidadari cantik dan temannya." gumam pemuda tersebut memperhatikan gadis berambut putih, bermata lavender, yang sabar dan tampak ceria menunggu bis bersama temannya.

Dia berbeda dari yang kukira. Semakin unik saja. --- pikirnya tersenyum simpul dari jarak yang cukup jauh.

Chapitre suivant