"Trinng..tring...tring" Suara bunyi ponsel Luna menggema membuatnya terbangun.
Nafasnya terengah ini sudah hampir seminggu dan selama itu juga Luna selalu memimpikan kejadian itu, kejadian disaat Kevin menggendongnya di hadapan semua orang dan menurunkannya di tempat parkir begitu saja
"Mimpi sialan, dan siapa yang menelponku sepagi ini?" Luna mengacak rambutnya frustasi, dia melirik ke arah jam dan waktu menunjukan pukul 05.45 dan ini masih begitu pagi bahkan ini adalah weekend siapa yang berani mengganggunya. Lalu suara dering ponsel kembali menggema dengan malas Luna berusaha mencari dimana keberadaan ponselnya.
"Cowo gilaaaa, mau apa dia menghubungi ku sepagi ini?" Luna memekik dia hampir saja melempar ponselnya saat melihat nama Kevin di layar.
"Hallo,"
"Ku tunggu lima belas menit lagi di rumah ku, ada rapat mendadak jika kamu terlambat aku akan memotong gajimu lima puluh persen bulan ini."
Ada apa ini? Ia belum berkata apapun, tapi pria di balik ponsel itu telah memerintahnya disertai sebuah ancaman. Luna semakin frustasi dibuatnya, saat belum sempat Luna berkata teleponnya telah di tutup.
"Kevin kyaaaa aku ingin membunuhmu!" Pekiknya di balik bantal.
Luna segera melemparkan ponselnya kesembarang arah dengan gaduh, ia berlari kekamar mandi bahkan hingga ia terpeleset dan terjatuh duduk.
"Kevinnnn..." Pekiknya geram, ini masih terlalu pagi untuk memulai hari dengan sebuah kesialan. Dengan sigap Luna beranjak bangun membasuh wajahnya dan menyikat giginya sambil terus mengumpat dengan sumpah serapah yang ditujukan kepada bosnya itu.
"Oh tidak, ini tidak akan keburu!" Ucapnya saat melihat jam, hanya tersisa 10 menit lagi dan dengan frustasi ia lalu meraih pakaian formalnya di dalam lemari secara acak dan memasukannya kedalam tasnya tidak lupa dengan sepatu dan tas makeupnya.
"Luna mengapa kamu seperti siput cepatlah sedikit." Titahnya kepada dirinya sendiri, ia lalu berlari keluar apartemenya dengan tergesah dan dengan piama merah yang masih menempel ditubuhnya dan juga rambut yang terikat berantakan.
"Kevin sialan,,," Pekiknya sepanjang jalan sambil terus berlari sampai menuju halte bus untung saja bus telah beroprasi mulai jam lima pagi jika tidak tamatlah sudah, merelakan gajinya di potong itu tidak akan pernah terjadi.
Dengan gelisah Luna menunggu saat bus yang dinaikinya berjalan pelan, jika menunggu sampai halte berikutnya pasti memakan waktu setidaknya 10 menit maka Luna memutuskan untuk berhenti di halte depan dan berlari dengan cepat memotong jalan menuju rumah Kevin.
"hosh,," nafasnya terengah saat tiba di depan gerbang rumah Kevin.
"mengapa orang kaya memiliki halaman seluas ini? kyaaaaaa menyebalkannnn." pekiknya dengan sisa tenaganya ia berlari di halaman rumah Kevin sedangkan Kevin telah menunggu di depan pintu sambil melihat arlojinya.
"lima, empat, tiga, dua dan sa.." Kevin menghitung mundur tepat saat angka terakhir akan diucapkanya pintupun terbuka.
"Hampir saja." ucap Kevin dengan nada mengejek sedangkan Luna hampir pingsan karena kehabisan nafas.
Kevin menyodorkan segelas air putih di hadapan Luna yang duduk lemas di depan pintu, ia tersenyum setidaknya pria dihadapannya ini masih memiliki sedikit hati yang bersih.
"Terima,,," Belum sepat kata terima kasih terucap dari mulut Luna, Kevin dengan cepat menarik gelasnya dan meminum air itu dihadapan Luna.
"Minum air putih dipagi hari memang sangat menyegarkan." Ucap Kevin tersenyum.
"Kevinnnnn" Pekik Luna tidak tahan, tapi Kevin mengabaikanya dan berjalan meninggalkanya.
"Cepat buatkan aku sarapan." Perintahnya sambil berjalan menuju meja makan.
Dengan perasaan kesal yang masih menyelimuti hatinya Luna berjalan sambil membanting kakinya dan mengerucutkan bibirnya cemberut.
sesampainya di dapur ia lebih dulu mengambil air putih dan meminumnya dengan tidak sabar karena rasa haus yang hampir mencekiknya.
Sambil menyeka bibirnya yang basah iapun mulai memasak.
Tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk memberi sedikit pelajaran kepada bosnya itu.
"Apa kamu tidak mandi?" Suara Kevin yang tiba-tiba berada disebelahnya membuatnya hampir terkena serangan jantung terlebih ia baru saja memasukan dua sendok garam kedalam nasi goreng yang dibuatnya.
Dengan perasaan tegang takut perbuatanya diketahui oleh Kevin dia menjawab dengan sedikit gugup.
"ba.. bagaimana aku bisa mandi, kamu tidak memberitahu sebelumnya jika akan ada rapat di hari libur dan memberikanku ancaman yang kejam saat aku bahkan belum benar-benar membuka mata." Jelasnya kesal, Kevin lalu menunduk menyembunyikan senyumnya.
"Tapi aku sudah membasuh wajahku dan menyikat gigiku, tidak bau kan?" Jelas Luna sambil meniup sedikit udara dari mulutnya karena ia tidak ingin Kevin mengira dia sangat jorok.
"Kamu ingin menciumku?" Kevin mendekatkan wajahnya membuat Luna melengkungkan tubuhnya kebelakang dan membuatnya hampir terjatuh tapi Kevin meraih pinggangnya dan menariknya hingga tidak ada jarak diantara mereka.
"Perasaan apa ini?" Kevin berkata mengambang membuat Luna penasaran.
"Ah ini perasaan seperti pengantin baru." Lanjutnya berbisik membuat mata Luna membulat, apa yang ada dipikiran bosnya ini.
"Saya telah sering membuatkan anda sarapan, jangan berlebihan pak." Ucap Luna melepaskan dirinya dan melanjutkan memasak.
Kevin tersenyum karena telah berhasil mengoda Luna, jelas terlihat wajahnya memerah.
"Cepatlah, kamu ingin membiarkan suamimu ini mati kelaparan?" Luna memasang wajah jengkel bagaimana bisa bosnya ini sungguh gila dengan berkata begitu.
"Sejak kapan aku menikah denganmu?" Luna berceloteh pelan dan terdengar samar-samar oleh Kevin sambil meletakan nasi goreng dihadapan Kevin setelah itu Luna hendak beranjak pergi tapi Kevin mencegahnya dengan memegang pergelangan tangan Luna.
"Jadi kamu ingin aku segera meresmikannya?" Luna tidak mengerti apa yang dikatakan Kevin dengan senyum penuh maknanya.
"Apa yang anda katakan pak? tolong bersikap profesional-lah!" Luna berusaha tersenyum mengapa Kevin dilahirkan dengan sifat menyebalkan yang alami seperti ini kapan saja dirinya membuka suara pasti itu terdengar menjengkelkan bagi Luna.
"Kamu mengatakan kapan kita pernah menikah bukan? jadi ku bilang apa kamu ingin aku meresmikannya secepatnya?"
"Apa kamu sudah kehilangn akal?" Pekik Luna menarik tanganya mengapa ia begitu bodoh mau mendengarkan kalimat menggelikan itu dari Kevin.
"Wajah marahmu masih sama seperti dulu." Kevin tertawa penuh kemenangan dia telah berhasil membuat Luna kehilangan kesabarannya dan melupakan sikap formalnya.
"Makan saja, Kamu bilang bukankah kita ada rapat mendesak." Ucap Luna sambil menyuapi Kevin dengan tidak sabar.
"eum enak sekali masakan istriku." Puji Kevin.
"Apa dia mati rasa?" Gumam Luna dalam hati.
Tunggu dulu, istri dia bilang? Luna segera meletakan sendoknya dan duduk di sebelah Kevin dengan wajah kesal.
"Kamu tidak makan?" Tanya Kevin sambil memasukan kembali nasi goreng buatan Luna kedalam mulutnya, terlihat dia sangat menikmati makanannya.
"Tidak, aku tidak lapar!" Jawab Luna ketus, ia menunggu Kevin menghabiskan sarapannya dan berharap dapat melihat wajah Kevin yang jengkel karena nasi goreng asin buatannya tapi sepertinya Kevin tidak merasakan apapun. Ia makan cukup lahap, apa ia terlalu sedikit menaruh garam untuk mengerjainya?
"Makanlah, aku tidak ingin di buat repot olehmu karena sakit perut disaat rapat nanti."
"Aku akan membuatnya lagi." Luna baru akan beranjak bangun Saat Kevin memegang tangannya dan membuat Luna mengurungkan niatnya.
"Tidak perlu, aku rasa nasi goreng ini cukup untuk kita berdua." Mata Luna melotot saat Kevin meletakan sendok di tangan Luna sambil tersenyum.
"Makanlah" Perintahnya sambil tersenyum.
"Enak bukan?"Tanya Kevin saat Luna mengunyah makananya dengan wajah terpaksa.
"Cukup enak sampai membuatku terkena hipertensi." Lanjutnya dengan wajah kesal.
"Karena aku sangat perhitungan, jadi habiskan makanan ini jangan sampai tersisa satu butirpun" ucap Kevin tersenyum menatap Luna dengan tatapan intimidasi membuat Luna mau tidak mau memakan nasi goreng penuh garam itu.
....