webnovel

Chapter 19 Desa yang di landa penyakit

Malam itu ujung-ujungnya kami berkemping.

Kami membiarkan semua makanan berada di kereta, tapi Filo kayaknya membawanya sedikit, jadi kami biarkan saja seperti itu untuk sememntara waktu.

Selama perjalanan, kami mendengar rumor tentang kelaparan yang lain di wilayah Utara. Kamu memutuskan untuk mengambil jalan memutar ke barat daya untuk mengambil lebih banyak makanan. Gimanapun juga mereka akan kesulitan menyimpannya, dan kami mungkin bisa menjualnya dengan harga yang bagus.

"Aku laper!"

Filo memasukkan kepalanya kedalam kain penutup yang kami gunakan untuk menutupi kereta itu dan mulai mengambil makanan.

"Oh, uenaaaaaaaakkkkk!"

Aku sudah pernah mendengar sebelumnya.

Filo sudah tumbuh maksimal, tapi tetap saja makannya banyak. Jumlah makanan yang dia habiskan dalam sehari sangat sulit dipercayai. Dia mambayarnya dengan menarik kami dengan cepat. Hampir terlalu cepat, beneran. Kami harus sering-sering berhenti dan melakukan perbaikan pada kereta.

"Apa yang terjadi?"

Aku berpikir tentang mengganti bagian kereta yang terbuat dari kayu dengan logam. Filo selalu mengeluh kereta ini terlalu ringan. Tapi berpikir tentang peningkatan daya tahan kereta membuatku bertanya-tanya seberapa banyak biaya yang diperlukan.

Raphtalia sudah mulai mengatasi mabuk kendaraannya, tapi Filo berlari dan melompat sesuka dia di jalanan yang mana hampir semua dari penumpang kami berakhir muntah. Kami mungkin harus menambahkan per atau sesuatu pada gardannya, sesuatu untuk meredam guncangan.

Kami menghasilkan cukup banyak uang baru-baru ini. Aku menantikan untuk mengunjungi toko senjata.

Setelah menghabiskan beberapa waktu berkeliling negeri, aku sekarang bisa mengatakan dengan pasti bahwa pria tua itu memiliki toko senjata terbaik di seluruh kerajaan.

Aku nggak tau darimana para pahlawan yang lain mendapatkan equipment mereka, tapi dalam semua perjalananku, aku belum pernah menemui satu toko pun yang sebagus punya dia.

"Master!"

Ugh... Filo berlari mendekat dan memelukku dengan sayapnya yang berat.

"Ehehehehehe."

"Ugh..."

Raphtalia, karena suatu alasan, mendekat padaku.

"He, he, he.... Kami kedinginan dan ingin dipeluk."

"Sebenarnya aku kepanasan."

"Filo, kamu menjauhlah. Kalau kamu menjauh maka kami akan sangat nyaman."

"Nggak mau! Raphtalia lah yang harus menjauh! Kamu gak boleh menguasai Master sendirian."

"Aku nggak menguasai dia sendirian!"

"Kalian berdua tidur sana!"

"Tapi....."

"Tapi kita harus tidur bersama! Masterrrrrrrrrr!"

Aku melihat persediaan obat kami dan segera menyadari bahwa persediaan kami nggak akan cukup. Aku segera mulai bekerja membuat lebih banyak obat. Itu meresahkan aku bahwa nggak mungkin mengetahui yang kubuat sudah cukup atau enggak... tapi kurasa itu cuma bagian dari pekerjaan.

"Bu....."

Filo merajuk dan keluar.

Pada saat yang sama, Raphtalia naik ke kereta. Kurasa nggak nyaman tidur di tanah yang keras.

"Baiklah."

Sekarang giliranku untuk berjaga, jadi aku duduk dan mulai meracik.

"Tuan Naofumi."

"Huh?"

Aku berbalik untuk melihat kearah kereta. Rahptalia ada disana, memberi isyarat padaku untuk mendekat.

"Ada apa?"

"Ayo tidur bersama."

"Kamu juga! Kalian berdua memang manja. Apa kamu mengalami mimpi buruk atau semacamnya?"

Dia biasanya mengalami mimpi buruk yang mana dia gak bisa tidur tanpa ada seseorang disamping dia.

Sudah sewajarnya dia mengalami mimpi buruk mengingat bagaimana dia kehilangan kedua orangtuanya.

"Enggak!"

Dia memprotes. Tapi nggak peduli meskipun dia mungkin kelihatan seperti orang dewasa, dia masihlah anak-anak. Dia pasti menginginkan sosok orangtua.

"Nggak mimpi buruk? Kamu suruh saja Filo berubah jadi seorang gadis, dengan begitu kamu bisa tidur dengan dia kalau kamu kesepian."

"Ini bukannya aku kesepian."

Raphtalia tiba-tiba malu, mengarahkan matanya ke lantai.

Itu mengingatkan aku, kapan dia berhenti menangis dimalam hari? Sepertinya sudah lama sekali.

"Tuan Naofumi... Saat di duniamu... apa ada seseorang yang... kamu sukai?"

"Huh? Gak ada."

Apaan sih yang dia bicarakan? Aku nggak tau apa yang dia inginkan.

"Ada apa denganmu?"

"Nggak ada. Aku... Tuan Naofumi? Menurutmu aku gimana?"

Huh? Ugh... Tiba-tiba sebuah gambaran dari Lonte itu melintas dalam benakku, dan aku jadi jengkel. Itu bukan salah Raphtalia sih. Kenapa juga aku kepikiran Lonte itu di saat seperti ini? Aku nggak paham.

"Aku merasa seperti aku sudah membuatmu bekerja terlalu keras. Aku terlalu menekanmu sebagai seorang budak."

"Yang lainnya?"

"Aku ingin menjadikanmu sebagai orang yang hebat. Kamu tau, aku ingin mengambil peran sebagai orangtuamu."

Aku menjawab, tapi nada suaraku membuatnya jelas bahwa aku sedikit bingung dengan semua pertanyaan itu. Raphtalia menampilkan wajah aneh juga.

"Kamu bilang bahwa kamu percaya padaku... jadi aku menganggap kamu seperti putriku. Aku ingin mengurusmu."

Kami bersama belum selama itu kalau kau memikirkannya dalam periode waktu.

Tapi aku kenal dia sejak dia masih kecil.

Seperti yang tadi kusebutkan, dia kelihatan seperti orang dewasa sekarang, tapi didalam dia masih anak-anak. Dia berusaha keras untuk bertindak seperti orang dewasa, tapi tanpa seseorang yang melindungi dia, sudah pasti ada hal-hal yang gak akan bisa dia tangani sendiri.

"Oh, um... Oke! Tunggu sebentar, bukankah itu aneh?!"

"Itu nggak aneh. Perjalanan kita besok akan panjang. Tidurlah."

"Baik."

Dia mengangguk dan tersenyum, tapi aku bisa bilang kalau dia masih memiliki beberapa keraguan dalam benaknya. Dia kembali kedalam kereta dan tidur.

Dan aku kembali meracik lagi.

Oh, itu mengingatkan aku, saat kami bepergian, kami masih melawan monster.

Kami naik level agak lambat.

Naofumi: Level 37

Raphtalia: Level 39

Filo: Level 38

Bahkan Filo lebih kuat daripada aku sekarang. Kenapa aku naik levelnya begitu lambat?

Tidak, itu karena mereka berdua adalah penyerang. Dan Filo begitu cepat dan lincah hingga dia bisa menjatuhkan musuh dalam sekejap mata. Itu sebabnya dia naik level begitu cepat. Raphtalia juga, menerjang masuk kedalam pertempuran—bahkan sampai mengabaikan perintahku. Meski begitu, dia nggak secepat Filo.

"Master!"

"Ada apa Filo?"

Aku masih meracik obat saat Filo yang mengantuk berubah ke wujud manusianya dan datang bersandar padaku.

"Master! Apa kamu belum ngantuk?"

"Aku belum selesai meracik semua obat ini. Aku akan tidur setelah aku menyelesaikannya."

"Oh...."

"Kamu istirahat saja. Gimanapun juga kamu yang paling banyak bekerja dari kita semua."

Meskipun dia bilang bahwa dia suka menarik kereta, itu nggak merubah fakta bahwa itu merupakan pekerjaan fisik yang berat. Dia mengatakan itu mudah, tapi aku tetap harus memikirkan tentang kesehatannya.

"Apa kamu nggak kesepian, terjaga sendirian?"

"Itu cuma pikiranmu saja. Aku bisa memperhatikan kalian berdua tidur, jadi aku nggak terlalu kesepian."

"Sungguh? Ahahahaha."

Filo kelihatan senang, dan dia tertawa. Dia nggak kelihatan sangat gembira sih. Mungkin cuma imajinasiku.

"Ada apa?"

"Master... Anu, kalau kamu nggak kesepian saat kamu memperhatikan aku tidur, maka itu bagus!"

Apa-apaan sih?

"Um... Master? Apa yang kamu pikirkan saat kamu memilih aku?"

"Apa?"

Aku nggak memikirkan apa-apa. Aku memilih dia secara sembarangan.

Terlebih lagi, saat aku mengambil telur aku berpikir bahwa aku nggak peduli apakah aku mendapatkan apa yang kucari atau enggak.

"Apa kau tau? Aku merasa betul-betul beruntung bahwa aku dipilih olehmu."

Yah, saat kau berpikir tentang itu, aku merasa sangat beruntung juga. Dia adalah seorang penyerang kuat. Dia menyenangkan dan manis juga, dan aku merasa diriku semakin sayang pada dia juga. Aku nggak bisa membantah itu.

Baik Filo maupun Raphtalia masih anak-anak, meskipun mereka kelihatan seperti orang dewasa.

Aku tau bahwa aku nggak betul-betul harus menyuruh mereka untuk bertarung untukku. Nggak peduli didunia mana kau berada—dunia apapun itu, gak seorangpun yang memiliki hati yang baik akan memaksa gadis-gadis kecil berdiri di barisan depan pertempuran.

Apa nggak apa-apa kalau mereka memang menginginkan seperti ini? Aku yang salah, dan aku sadar akan hal itu.

Apa yang betul-betul harus kulakukan, jika memungkinkan, adalah untuk membuat tempat yang aman untuk Raphtalia dimana dia bisa lolos dari kengerian pertempuran.

Tapi kekuatannya adalah bahwa aku nggak cukup kuat untuk melakukan itu— dan aku nggak punya uang yang cukup.

Adapun untuk Filo—dia adalah seorang gadis normal sekarang, dan aku nggak betul-betul punya urusan untuk membuat dia bertarung juga. Kalau kami bebas melakukan apapun yang kamu mau, aku ingin membebaskan dia. Para monster harusnya bisa melakukan apapun yang mereka mau. Seperti... menarik kereta? Kurasa itu nggak jauh beda dengan apa yang kami lakukan.

Terserahlah... Bagaimanapun kau melihatnya, akulah orang jahatnya.

"Kau tau apa yang kudengar? Kudengar bahwa aku ini murah."

"Huh?"

* * * * *

Filo mulai bercerita.

Dihari aku meninggalkan dia di tenda penjual budak, dia mengulurkan tangannya kearahku dan menangis serta memanggilku. Si penjual budak bergumam:

"Ini aneh sekali... Telur yang kujual pada dia cuma barang murah... Kenapa bermutasi sebanyak ini?"

"Qweh?!"

Si penjual budak mungkin nggak tau bahwa Filo bisa memahami perkataan manusia, jadi dia mengabaikannya dan berbicara pada asistennya.

"Ayo kita periksa ulang hal ini. Filolial ini adalah dari dua burung yang gak bisa terbang... dan seharusnya dipelihara untuk diambil dagingnya, kan?"

Si asisten mengangguk.

"Yah, telurnya seharga 50 silver... sama dengan seekor spesimen dewasa...."

"Gwehhhhh!"

Filo mengepakkan sayapnya dalam kemarahan saat dia mengetahui segera murahnya dia. Dia mulai mengamuk.

"Apa semua ini dari kekuatan Pahlawan? Atau karena daging monster yang dia makan? Dia berubah menjadi berwarna putih polos juga... Ya... Kalau kita cermat disini, kita mungkin bisa menghasilkan banyak uang."

"Apa yang harus kita lakukan pada Filolial ini?"

"Kita harus mempelajari dia. Coba pikirkan—seekor spesimen seharga 50 silver telah berkembang sebanyak ini! Apa yang akan terjadi jika kita menyerahkan sebuah sampel dengan kualitas yang lebih tinggi pada Pahlawan itu? Kita bisa menghasilkan lebih banyak uang lagi. Yang terburuk yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki spesimen kota yang lebih lemah dan menjual mereka dengan harga yang lebih tinggi... tapi pikirkan apa yang bisa kita lakukan jika kita memberi dia seekor Filolial yang lebih baik... atau bahkan yang lebih baik lagi... seekor naga?"

"Qwehhhhhhhhhhhhhh?!"

"Oh tidak! Kandangnya!"

Filo menjadi begitu marah hingga dia merusak kandangnya. Kurasa dia ingin menunjukkan seberapa kuatnya dia.... terutama mempertimbangkan cara mereka membicarakan tentang dia.

Dia ingin aku memutuskan seberapa berharganya dia. Dia melakukan apapun yang kuminta. Jika aku nggak melakukannya, dia nggak mengerti dimana dia akan cocok di dunia ini. Yang dia inginkan, lebih dari apapun, pengakuan bahwa dia adalah Filolial milikku.

"Master... Jangan tinggalkan aku. Aku ingin bersamamu..."

Matanya dipenuhi air mata. Aku mencoba menenangkan dia.

"Kalau kau bisa menjaga sikap, aku nggak akan meninggalkanmu."

Aku memilih dia secara acak, tapi kau juga bisa bilang bahwa karena tindakanku, dia sekarang dihadapkan pada nasib yang berbeda daripada yang seharusnya.

Aku bertanya-tanya jika dia dibeli oleh seorang pelanggan normal dan menjalani kehidupannya di sebuah peternakan di suatu tempat. Tentunya, jika dia dipelihara untuk diambil dagingnya, itu bukanlah sebuah kehidupan yang ideal, tapi mungkin memang seperti itulah kehidupan untuk para Filolial.

Saat kau berpikir seperti itu, ini semua adalah salahku. Ini adalah salahku hingga dia harus melibatkan diri pada pertempuran seperti ini.

Apa itu... kebahagiaan? Dipilih untuk suatu peran tanpa pendapatmu merupakan sesuatu yang sulit untuk dihadapi. Aku tau itu. Siapa yang memintaku untuk menjadi Pahlawan Perisai?

"Kau janji? Jika kakiku patah atau semacamnya, kau nggak akan menjualku dan membeli seorang cewek baru?"

"Ya, aku janji. Aku nggak bohong... kau gadis baik."

"Ya! Aku akan berjuang."

"Kuharap begitu."

Dan kemudian dia bersandar pada punggungku dan mulai mendengkur.

Kurasa akar masalahnya adalah aku. Selalu bersama dengan aku dan Raphtalia, dia pasti semakin terbiasa diberitahu tentang seberapa hinanya kami, dan nggak pernah menerima kata terimakasih.

Mungkin dia takut bahwa aku berpikir dia nggak berguna, seperti anggapan seluruh negeri pada kami? Mungkin dia takut akan hal itu sejak awal.

Tapi akulah yang betul-betul takut. Gimana kalau Raphtalia dan Filo memutuskan mereka nggak mau bertarung lagi?

Aku menentang diriku sendiri. Satu-satunya alasan bahwa aku bisa bertarung adalah karena Raphtalia dan Filo ada bersamaku. Mungkin awalnya mereka nggak harus bertarung sama sekali. Tapi saat aku memilih mereka dari tempat si penjual budak, aku mengubah nasib mereka.

Itu sebabnya aku harus berpikir tentang tanggungjawabku terhadap mereka.

Setelah dunia ini mencapai kedamaian, aku harus membuat tempat untuk mereka, sebuah tempat dimana mereka bisa menjalani kehidupan mereka dengan bahagia.

* * * * *

Kami sampai di wilayah timur.

Pepohonan semuanya layu dan retak-retak, dan udaranya terasa berat. Harunya nggak terlalu dingin disini, tapi langitnya hitam, dan seluruh tanah diselimuti kegelapan.

Aku menatap langit, yang mana ditutupi lapisan awan yang tebal. Kami mendekati pegunungan. Itu terasa nggak menyenangkan.

"Um...."

Kami sampai di persimpangan jalan dan berhenti untuk memeriksa peta.

"Filo, menuju ke pegunungan."

"Oke!"

"Kalian berdua pakailah kain untuk menutupi mulut kalian—untuk berjaga-jaga. Seharusnya ada wabah yang menyebar disekitar sini."

"Baik."

Aku menutupi mulutku dengan sehelai kain juga, dan menyiapkan syaraf-syarafku untuk pertahanan, untuk berjaga jaga kalau kami membutuhkannya. Kami sampai di desa pertanian.

Untuk menggambarkan desa itu secara sederhana: Gelap. Langitnya tertutupi awan tebal, dan seluruh desanya hitam dan gelap.

"Apa kau seorang merchant? Aku benci mengatakan ini padamu, tapi.... desa kami dilanda penyakit. Kau harus pergi... uhuk... mumpung kau masih bisa."

Seorang warga desa yang kelihatan menyedihkan memberitahu kami tentang situasinya sembari batuk batuk.

"Aku tau tentang semua itu. Kami datang untuk menjual obat pada kalian."

"Apa kau punya obat? Menakjubkan!"

Warga itu berlari, memberitahu semua orang bahwa seorang penjual obat telah tiba.

Sejujurnya, tempat ini kelihatan sangat buruk. Aku nggak yakin apakah kami punya obat yang cukup untuk mengobati semua orang.

Seolah untuk merangsang ketidakamananku, sebuah gelombang suara dari desa terdengar, meminta obat.

"Kereta dewa burung! Kita selamat!"

Oh tidak... Dengan semua harapan ini, gimana kalau obatku nggak berpengaruh? Mereka akan kehilangan semua kepercayaan padaku.

Terserahlah.

"Siapa yang butuh obat?"

Aku turun dari kereta, menjelaskan bahwa obatku paling efektif ketika aku yang memberikannya sendiri secara langsung.

"Sebelah sini, orang suci tercintaBeloved Saint."

Duh, mereka memanggilku orang suci... sesuatu tentang itu membuatku nggak nyaman. Meski begitu, itu masih lebih baik daripada Pahlawan Perisai tercela.

Mereka memanduku ke sebuah bangunan panjang yang dipenuhi dengan orang sakit. Bangunan itu sendiri berada terpisah dari bangunan-bangunan lain di desa.

Sebuah pemakaman ada dibelakang bangunan itu, dan ada sejumlah kuburan baru disana.

Kalau aku mengatakan bahwa itu beraroma seperti kematian, kau akan tau apa yang kumaksudkan, suasana mengerikan itu menyelimuti rumah sakit dan pemakaman. Aku yakin bahwa itu sama.

Aku nggak yakin apakah obatku bisa memecahkan masalah yang ada disini.

Obat-obat itu cuma resep tingkat menengah, jadi aku nggak boleh terlalu percaya diri pada obat-obat itu. Kalau obatnya nggak bekerja, nggak ada rencana cadangan. Atau tidak... Itu akan mahal, tapi aku bisa menerapkan obat yang lebih mahal pada mereka.

Kuharap aku bisa lebih fleksibel dengan produk-produkku. Kuharap aku bisa membuat obat yang lebih kuat. Itu lebih baik daripada kehabisan pilihan. Lain kali aku mampir ke toko obat itu, aku akan bertanya apakah dia bisa menjual buku resep dengan tingkat yang lebih tinggi.

"Tolong, obati istriku!"

"Tentu."

Ada seorang wanita disana, batuk-batuk tanpa henti. Aku menarik dia ke posisi duduk dan memberi dia obat.

Poof... Sebuah cahaya menyilaukan muncul memancar dengan wanita itu sebagai pusatnya.

Rona wajah kembali ke wajahnya. Bagus. Obatnya bekerja.

"Selanjutnya!"

Aku mengangkat wajahku untuk melihat penduduk yang berdiri disana, penampilan tercengang terpampang jelas di wajahnya.

"Ada apa?"

"Aku...um..."

Pria itu menunjuk pada seorang anak yang berbaring disamping wanita itu.

Anak itu tadi batuk-batuk sama seperti wanita itu, tapi sekarang batuknya tiba-tiba berhenti.

Kenapa? Apa dia mati?

Aku mendekat untuk memeriksa apakah anak itu bernafas. Dia bernafas. Bagus, dia masih hidup.

Tapi anak itu tadi batuk-batuk keras. Sekarang dia kelihatan sangat tenang.

"Apa yang terjadi?"

"Saat kau, Beloved Saint, mengobati istriku, disaat yang bersamaan, batuk yang diderita anakku berhenti."

Hm... mungkinkah itu karena kemampuan perluasan jangkauan efesiensi obat (kecil)?

Peluasan jangkauan obat... Itu adalah kemampuan yang menakjubkan.

Sepertinya obatnya akan efektif pada siapapun yang berada dalam radius satu meter.

Perisai ini telah mengakses pada segala macam speaifikasi tersembunyi yang rumit, kan?

Tapi aku yakin bahwa kemampuan itu nggak akan banyak membantu dalam pertempuran karena seberapa seringnya kami bisa berada dalam jarak satu meter dari yang lainnya dalam pertempuran? Itu bisa saja kalau musuhnya sangat lemah.

"Yah itu membuat semuanya lebih mudah! Siapapun yang butuh perawatan, berkumpullah! Obat ini akan bekerja pada siapapun yang berada didalam lingkaran ini. Kami bisa menyembuhkan semua orang sekaligus. Bergegaslah!"

"Baik!"

Nggak cukup orang yang bisa membantu, jadi Raphtalia dan Filo membantu menggendong orang-orang yang sakit ke tengah ruangan, dimana aku menerapkan obat pada seseorang yang berada di tengah.

Hal itu menolong kami menghemat obat, dan itu sangat mudah dan cepat. Dengan satu botol, kami bisa menyembuhkan seluruh pasien yang ada diruangan.

Setelah beberapa saat berlalu, kami melihat bahwa seraya kondisi semua orang membaik, nggak seorangpun yang sepenuhnya sembuh dari penyakit itu. Aku nggak yakin apa yang harus dilakukan mengenai itu.

"Kurasa cuma segini saja yang bisa kulakukan dengan obat yang kumiliki."

"Terimakasih banyak!"

Senang mendapat rasa terimakasih, tapi sejujurnya aku nggak betul-betul puas dengan hasilku ini.

Masih ada resiko infeksi, dan kami nggak bisa menghilangkan penyakitnya.

"Bisakah kau beritahu aku darimana penyakit ini berasal? Apakah epidemik? Atau penyebaran, dan kau tertular dari seorang pengelana?"

Kalau obat yang kumiliki nggak bisa menyembuhkannya, maka itu pasti penyakit yang sangat parah. Siapa yang tau kapan kami akan terjangkit juga? Dalam kasus terburuk, kami harus berputar arah dan pergi dari sini.

"Yah, seorang dokter memberitahu kami bahwa penyakit ini dibawa oleh angin dari pegunungan. Pegunungan itu penuh dengan monster."

"Beritahu aku lebih banyak lagi."

"Kau bisa menanyai dia secara langsung."

Di duniaku, seorang dokter memahami ilmu pengetahuan dan bagaimana caranya menggunakannya untuk menyembuhkan orang. Disini, seorang dokter menggunakan sihir dengan efek yang sama.

Dia bekerja di desa ini selama beberapa saat, mencoba meracik sebuah obat yang akan efektif pada penyakit baru ini. Saat kami tiba, dia ada di bangunan yang dipenuhi pasien dan dia membantu kami.

"Hei, bisakah kau membuat obat yang lebih baik daripada seorang pembuat obat?"

"Ya, aku sedang membuatnya sekarang ini. Namun, setelah melihat apa yang bisa kau, Saint, lakukan dengan obatmu sendiri, dan peningkatan dramatis pada penduduk, kurasa proyekku nggak dibutuhkan lagi."

"Kau bisa melanjutkannya lagi sesegera mungkin. Kami belum bisa sepenuhnya menyembuhkan penyakitnya, yang mana itu artinya penyakit itu mungkin akan kembali."

"Ya."

"Tunggu."

Dokter itu kembali ke peralatannya dan hendak menenggelamkan diri kembaki secara antusias pada pekerjaannya saat aku memanggil dia untuk menunggu.

"Kau bilang bahwa penyakit ini berasal dari angin dari pegunungan. Kenapa kau berpikir demikian?"

"Ya.... sekitar sebulan yang lalu sang Pahlawan Pedang berada di wilayah sini, dan dia membunuh seekor naga yang kuat yang memiliki wilayah di pegunungan itu."

Oh ya... kurasa aku mendengar sesuatu tentang itu.

"Para naga biasanya membuat sarang mereka jauh dari desa-desa manusia, tapi ini adalah seekor naga yang aneh."

"Apa itu ada hubungannya?"

"Yah, pada saat itu, sejumlah besar petualang berkumpul disini untuk menyaksikan sepak terjang Pahlawan Pedang. Mereka naik ke gunung setelah itu, dan semua orang mengambil potongan-potongan naga itu."

Kurasa kau bisa membuat senjata dan equipment yang sangat bagus dari material naga...

Sebenarnya aku agak iri.

"Dan?"

"Segalanya masih baik-baik saja sampai para petualang itu mencingcang naga itu sampai ke tulang-tulangnya. Sebenarnya itu memberi cukup banyak uang untuk desa yang miskin ini. Masalahnya dimulai saat sisa-sisa naga itu mulai membusuk. Beberapa petualang pergi untuk melihat tubuhnya, dan mereka kembali dalam keadaan sakit."

"Jadi tubuh naga itu adalah sumber dari semua penyakit ini?"

"Aku yakin begitu."

Jika mereka pergi kesana untuk mengambil apa yang bagus untuk equipment maka aku bisa membayangkan apa yang tersisa. Dagingnya. Nggak peduli seberapa kuatnya seekor naga, daging seekor naga yang mati pasti akan membusuk.

Mungkin ada orang-orang yang sedikit tertarik pada dagingnya, tapi mayoritas dagingnya akan dibiarkan membusuk. Aku membacanya dalam kisah-kisah bahwa daging naga sangat lezat sampai-sampai gak ada yang terbuang sia-sia. Tapi dengan standar dunia ini, siapa yang tau? Mungkinkah itu beracun atau semacamnya?

Dan juga ada organ-organnya. Hati membusuk dengan sangat cepat.

Ren pasti mengambil material-material yang paling berguna, jadi aku yakin mereka meninggalkan organ-organnya begitu saja.

Bagaimana dengan jantungnya? Aku merasa seperti jantungnya pasti memiliki semacam kegunaan sihir.

"Kalau kau tau apa yang jadi masalahnya, kenapa kau nggak mengurusnya?"

"Pegunungan itu penuh dengan monster-monster yang kuat. Kalau kau bukan seorang petualang yang sangat berpengalaman jangan coba-coba datang kesana dan berharap bisa kembali hidup-hidup. Nggak satupun dari para petani ini yang mampu mengerjakan tugas seperti itu."

"Lalu kenapa nggak minta bantuan pada para petualang saja?"

"Saat kami menyadarinya, seluruh ekologi pegunungan itu sudah tidak seimbang. Udaranya berubah menjadi racun, dan penyakitnya begitu kuat—para petualang normal nggak akan yang berhasil. Mereka nggak ada yang mau datang. Semua orang takut akan penyakitnya, dan nggak ada yang mau datang lagi."

Sialan kau Ren.... harusnya kau yang menyelesaikan kekacauan yang kau buat sendiri.

Ren adalah pahlawan termuda diantara kami. Kalau aku seorang siswa SMA, aku pun mungkin juga nggak akan kepikiran pada efek berkelanjutan dari naga yang mati. Efek-efek ini nggak akan terjadi dalam game-game yang biasa dia mainkan, jadi kurasa itu sudah wajar.

"Apa yang harus kami lakukan, Beloved Saint?"

"Apa kau mengirim laporan pada Raja?"

"Ya, kami sedang menunggu pengiriman obat."

"Bagaimana dengan... para pahlawan?"

"Mereka sangat sibuk, jadi kami mungkin bukanlah sebuah prioritas yang tinggi bagi mereka."

Entah itu Motoyasu atau Itsuki atau Ren... siapapun itu. Mereka membuatku jengkel.

"Apa kau sudah mengirim uang pada Raja untuk bantuan mereka?"

"Ya...."

"Kalau kau membatalkannya, akankah uangnya dikembalikan?"

Dokter itu menatap mataku, melihatku dengan lurus dan mendalam.

"Apa kau akan mengurusnya, Beloved Saint?"

"Yah, kalau masih ada waktu sebelum obatnya tiba, mungkin aku bisa melakukannya. Kalau aku berhasil, aku minta bayaran."

"Baiklah... Yah, uangnya harusnya datang setidaknya setengah hari lagi."

"Oke bagus. Aku akan mengurus sisa-sisa naga itu . Aku akan mengambil uang yang kalian kirim sebelumnya pada raja."

"Baik."

Dengan begitu kami pergi ke pegunungan untuk melihat apa yang bisa kami lakukan mengenai sisa-sisa naga itu.

***

Chapitre suivant