webnovel

Karena ada kau

"apa tidak sebaiknya kita menginap di hotel saja?" meri merasa kekhawatirannya tidak akan berkurang jika masih berada di rumah itu.

Rumah mewah dua lantai itu bukan hanya sarang nenek sihir, itu juga sarang harimau. Ilham bisa menjaganya, ia juga tahu itu. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada saat di mana ilham harus meninggalkannya di rumah bersama para penyamun itu.

Bali adalah tempat andre di lahirkan, tentu saja ilham juga berada di sana waktu itu. Ia besar di beijing tapi rumah dan kampung halaman mereka adalah di bali. Banyak teman dan kenangan masa kecil mereka di kota itu.

Dan pastinya banyak teman lama yang menantikan kedatangan ilham sejak lama. Meri hanya tidak ingin menghadapi andre sendirian. Dia akan mudah mengatasi ibu mertuanya, tapi menghadapi andre dia tidak yakin. Tatapan mantan suaminya itu terlalu memprovokasi.

"kenapa? Apa karena ini rumah andre?" ilham balik bertanya.

"Mmm, aku tidak tahu akan secanggung ini. Kau juga tidak akan bisa menempel terus padaku untuk mengatasinya" meri menatap mata suaminya itu.

"jangan terlalu khawatir. Nikmati saja harimu di sini, anggap saja mereka tidak ada dan kita hanya liburan bersama junior di sini"

Meri menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan tujuan mengeluarkan tekanan di dadanya. Dia benar-benar tertekan dengan kenyataan bahwa mantan suaminya masih akan mengganggunya. Dan suaminya saat ini sangat percaya diri tidak akan ada masalah jadi meri berusaha percaya pada suaminya dan mengalah.

Hari itu, meri hanya beristirahat. Kamarnya berada di lantai dua berdampingan dengan kamar junior dan andre di sisi yang lain. Ia hanya turun untuk membantu asisten rumah tangga itu memasak.

Walau ilham melarangnya karena sudah ada ART yang akan mengerjakan itu semua, meri bersikeras ingin memasak. Ia bosan tak memiliki kegiatan dan hanya diam di kamar karena tak ingin bertemu andre.

Di dapur ia di temani oleh ART jadi tidak akan canggung jika andre datang mengganggunya. Untung saja itu hanya sebatas fantasi dan andre tidak muncul saat ia sedang asik memasak.

Di kamar meri mengunci pintu kemudian melepas hijab, cadar bahkan dress nya yang sudah berbau masakan. Hanya tersisa tanktop dan celana pendek ketat. Ia membeli beberapa untuk mengantisipasi keadaan seperti saat ini.

Tidak mungkin baginya berkeliaran di luar kamar tanpa menutup tubuhnya dengan sempurna karena andre bukanlah pria yang boleh melihatnya. Itu artinya saat ia memasak, selain panas dari kompor ia juga gerah akibat pakaian yang begitu tertutup dengan gerak tubuh yang lues saat sedang memasak.

"apa kau lelah?" tanya ilham saat meri membuang tubuhnya di kasur tempat ilham duduk dengan laptop di pangkuannya.

"tidak. Aku hanya gerah" jawab meri jujur.

Memasak di dapur bukan hal baru baginya karena di izmir dia terbiasa memasak untuk junior.

"jangan memasak lagi. Aku melarangmu bukan karena takut kau lelah memasak, hanya tahu betapa sulit memasak dengan dandanan seperti ninja" goda ilham.

"jika orang tahu ada ninja secantik aku, ku rasa para pria akan menikahi para ninja itu secara acak tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu. Hahaha"

Hanya di kamarnya dan di hadapan suaminya meri bisa tertawa lepas seperti tak ada beban. Ilham juga merasakan hal yang sama. Di luar rumah ia selalu memasang ekspresi dingin hingga orang akan memiliki kesan buruk terhadapnya. Hanya di hadapan meri dan junior, wajahnya berubah lembut selembut sponge cake.

"Pergilah mandi, sebentar lagi magrib dan kita akan makan malam bersama yang lain" ujar ilham menutup laptop dan menciumi wajah dan leher istrinya.

"aku belum mandi. Masih bau masakan dan keringat" meri menjauhkan wajah ilham dari nya karena tidak percaya diri tidur dengan suaminya dalam keadaan penuh keringat.

"pergilah mandi jika begitu" tatapan dan senyum devil sang buaya itu terpancar di wajah ilham.

"sesudah mandi aku harus shalat, sesudah itu kita akan makan malam, setelah makan malam aku harus istirahat dan tidur. Jadi tidak ada waktu memuaskan harimau laparku" ujar meri hendak bangkit tapi terhempas kembali ke kasur.

"apa kau sudah mengunci pintu?" tanya ilham.

"Mmm, jangan sekarang. aku mau mandi. Ahh" meri menjerit karena ilham sudah lebih dulu menindihnya.

Tak bisa menghindar lagi, pada akhirnya pasangan itu bergelut dalam keromantisan tiada banding. Meri tidak mungkin menolak perlakuan ilham walau terkesan kecanduan pada tubuhnya, suaminya itu tetap bersikap lembut dan tidak pernah terburu-buru dalam bertindak.

Erangan dan desahan terdengar dari bibir kedua insan yang saling mencari kenikmatan di tubuh pasangannya itu. Hingga penyatuan tubuh itu selesai dengan tubuh lemas dan senyum mengembang di wajah keduanya.

"mandilah lebih dulu. Ibu akan mengomeli mu lagi jika kau terlambat turun makan malam. Dia tidak akan memarahiku" setelah ciuman lembut di bibir dan kening meri sebagai penutup keduanya kembali tenang seperti tidak ada badai yang baru saja mereka ciptakan di atas ranjang.

Pasangan unik itu selalu cepat kembali tenang saat sesuatu telah terjadi. Tak perduli itu masalah atau kebahagiaan, mereka tetap tidak berlama-lama larut di dalamnya. Hal yang menenggelamkan mereka lama hanya gelombang kasih sayang yang tidak ada putusnya.

Meri sudah bersiap turun untuk makan malam setelah shalat sedangkan ilham baru akan shalat.

Di meja makan sudah ada ibu ilham, junior dan andre yang menunggu mereka turun.

"apa kau selalu terlambat saat makan malam? Anakmu sudah kelaparan dan kau masih berada di kamar bersama suamimu. Ck ck ck, benar-benar jalang"

Meri terdiam tak ingin menanggapi bahkan lebih bersikap seakan ia tak mendengar apa-apa dan hanya duduk di samping junior, mengusap kepalanya.

"maaf, ibu terlambat makan malam. Apa kau kelaparan?"

"tidak" jawab junior singkat namun secara tidak langsung membungkam mulut si nenek sihir di sampingnya.

Andre yang menyaksikan adegan itu hanya tersenyum tipis melihat kekompakan ibu dan anak itu melawan ibunya. Dia tahu meri tidak akan mudah terprovokasi dan menunjukkan sikap bar bar yang biasa wanita lain tunjukkan saat berhadapan dengan mertua seperti ibunya.

"tapi tetap saja makanlah yang banyak agar kau punya energi melawan musuh di game mu" meri menyindir mertuanya dengan kalimatnya.

"jangan bicara di meja makan. Tidak sopan" potong nyonya rumah itu.

"ibu, bicara di meja makan tidak ada hubungannya dengan kesopanan selama yang di ucapkan bukan suatu hal yang buruk. Justru orang terdahulu menjadikan meja makan sebagai tempat yang tepat untuk berdiskusi hal menarik" meri berbicara lembut kepada ibu mertuanya itu namun sudah jelas maksud dari kelembutan suaranya seperti ia sedang menasehati seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa.

Mendengar suara langkah kaki dari tangga, perang kata itu berhenti berganti sunyi dan mata yang saling melirik. Andre sejak meri turun tidak sedetikpun melepaskan wanita itu dari pandangannya.

"kalian belum mulai?" tanya ilham melihat piring di meja masih belum ada yang terisi makanan.

"belum. Semua menunggumu" jawab meri. "sayang, jangan terlambat turun makan malam karena ibu akan kelaparan menunggumu. Dia sudah terlalu tua dan tidak boleh terlambat makan. Bagaimana jika dia sampai terkena maag"

"apa kau baru saja mendoakan aku sakit" ujar ibu ilham tersinggung. Tidak hanya di katai tua, ia juga merasa meri mendoakannya terkena sakit maag.

"ibu, itu bentuk perhatian menantumu. Mengapa selalu melihat sisi negatif nya" sanggah ilham membela istrinya.

Andre masih tidak ingin menanggapi karena merasa itu bukan ranah dimana ia bisa berargumen. Ia hanya menunggu meri melepaskan cadarnya saat makan karena itu dia duduk dengan tenang di kursinya.

Di luar dugaannya adalah meri sama sekali tidak melepaskan penutup wajahnya dan justru makan dengan anggun. Andre yang melihatnya merasa risih karena membayangkan betapa repotnya.

"lepaskan saja cadarmu itu. Apa kau tidak kesulitan makan seperti itu? Aku yang melihatnya risih" andre tak bisa menahan lidahnya yang gatal untuk berkomentar.

"kau boleh pergi jika merasa risih" jawab ilham.

"ini rumahku jadi aku akan pergi kemana" kata andre

"kalau begitu aku dan meri yang akan pergi" ujar ilham tidak menunjukkan keberatan bahwa ia memang sedang di rumah adiknya.

"apa kau tidak kasian melihatnya kesulitan seperti itu?" tanya andre lagi.

"dia makan seperti ini karena ada kau di depannya" ilham lagi-lagi membungkam mulut andre.

Tak menjawab lagi, andre berdiri dari kursinya meninggalkan meja makan itu. "bi, bawakan makan malamku ke kamar" teriaknya ketika hampir mencapai tangga.

Junior yang sejak tadi melihat ayah dan dadinya berdebat hanya diam menikmati makanannya. Ia tidak ingin mencampuri urusan orang tua, bahkan ibunya juga tidak berkomentar untuk menjawab atau menengahi lalu mengapa ia perlu melakukannya.

Pada akhirnya makan malam itu hanya di hadiri anggota keluarga tanpa andre. Saat andre pergi, meri tetap tidak ingin melepaskan cadarnya. Ia tidak mau mertuanya itu akan terkejut dan menyemburkan makanan di mulutnya melihat betapa cantik menantu yang selalu ia remehkan.

Jika ia tahu menantunya secantik meri, ia akan sadar wajar saja dua putranya tergila-gila. Bahkan jika suaminya masih ada di tengah-tengah mereka mungkin tua bangka itu akan menjadikan menantunya sebagai wanita simpanannya yang berharga.

Chapitre suivant