Ke esokan harinya, junior terbangun sendirian tanpa meri ataupun ilham di sampingnya.
Di kamar meri masih flu walau demamnya sudah mulai turun. Ilham masih bersiap untuk pergi ke rumah sakit bersama dengan junior sementara meri masih terbaring lemah karena harus beristirahat total di rumah.
"aku harus ke rumah sakit hari ini bersama junior. Kau harus banyak istirahat di rumah saja. Aku akan pulang setelah pemeriksaan junior selesai. Tidak akan lama karena hanya akan melakukan pemeriksaan dasar dan pengambilan sampel darah" ujar ilham duduk di pinggir tempat tidur meri.
"tidak masalah. Aku minta maaf karena tidak bisa menemani kalian" meri merasa menyesal karena sakit pada saat-saat penting.
"tidak masalah. Bibi grace akan membawa sarapanmu ke kamar jadi kau hanya perlu diam di kamar selama aku belum pulang"
Meri mengangguk mendengar larangan suaminya. Orang-orang di sekitarnya selalu bersikap berlebihan bahkan jika ia hanya tergores akibat kuku panjang. Sikap ilham saat ini juga sudah menjadi hal yang biasa baginya.
Junior menerobos masuk saat nanny yang sudah membantu junior mandi dan berpakaian keceplosan mengatakan meri sedang sakit dan beristirahat di kamarnya.
"ibu" junior melemparkan tubuhnya ke pelukan meri.
Melihat kejadian itu terlalu cepat, meri langsung memeluk junior namun menjauhkan wajahnya.
Ilham berbalik menatap tajam ke arah nanny yang sudah membuat kesalahan hingga junior berhasil masuk ke kamar meri.
"tuan.. Tuan muda memaksa..." nanny merasa gugup dengan perasaan bersalahnya.
"tidak masalah. Keluarlah" meri dengan cepat menanggapinya.
Jika itu bibi grace, dia akan tetap berdiri diam di tempat menunggu ilham yang mengusirnya. Tapi nanny cukup cerdas untuk menilai posisi tertinggi di dalam istana itu. Bahkan jika ilham adalah pemilik istana, meri adalah penguasa tertinggi. Nanny tahu jika ilham sangat memanjakan meri dan mengikuti semua perkataan istrinya. Dan itu terbukti dalam beberapa hari sejak meri kembali.
Nanny meninggalkan tuan dan nyonya besarnya itu dengan secepat kilat sebelum mendengar ilham mulai memarahinya.
"eh, anak ibu kenapa?" meri menjauhkan wajah junior dari pelukannya agar bisa melihat langsung wajah putranya itu.
"ibu, nanny mengatakan ibu sakit. Dimana yang sakit?" junior melihat wajah dan memperhatikan seluruh tubuh ibunya.
"junior, ibumu hanya kelelahan dan sedikit flu. Jadi biarkan ibumu beristirahat ya!" ilham mengulurkan tangannya untuk meraih junior dan menjauhkannya dari meri.
Merasakan tarikan ilham, junior mempererat pelukannya. "aku tidak mau. Aku mau menemani ibu saja di sini" junior menolak untuk pergi.
Meri memberikan sinyal kepada ilham agar tidak memaksa junior. Junior adalah anak yang sangat penyayang tapi juga keras kepala seperti ibunya. Meri merasa akan sia-sia memaksanya karena itu akan semakin meningkatkan sikap kewaspadaannya. Ia hanya perlu menyentuh hati anaknya itu agar luluh dan menjadi penurut.
Menangkap sinyal itu ilham menjaga jarak dari junior dan menjauhkan tangannya.
"junior, anak kesayangan ibu. Ibu sedang tidak sehat, tapi ibu juga tidak akan sembuh dengan junior ada di sini. Penyakit ibu bisa menular sayang. Pergilah ke rumah sakit bersama dadi. Pulang dari sana, minta dadi membelikan makanan lezat dan juga obat untuk ibu. Apa junior bisa memenuhi permintaan ibu?" meri berusaha merayu anaknya itu.
" tapi ibu akan sendirian kalau junior dan dadi pergi" junior masih enggan untuk pergi.
"ada bibi grace yang akan menemani ibu. Pergilah, atau ibu akan semakin lama sakit kalau tidak segera minum obat"
Junior berdiri ingin mencium meri, tapi meri dengan cepat memalingkan wajahnya. Jadilah ciuman itu mendarat di bagian telinga meri. Junior sangat tidak menyukai ciumannya meleset. Bibirnya yang tipis dan kecil itu mengerucut karena kesal.
"cium tangan ibu saja" meri memberikan punggung tangannya.
Setelah mencium tangan meri, junior berbalik menarik ilham agar segera pergi untuk ke rumah sakit dan membeli pesanan ibunya. Ilham bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mencium meri sebelum berangkat karena junior yang terus saja menariknya.
Akhirnya hanya sebuah ciuman jarak jauh yang bisa dia lakukan. Meri melambaikan tangannya membalas ciuman itu.
Tidak lama setelah kepergian dua pria berharga dalam hidupnya itu, meri bangkit dari tidurnya dan bersiap-siap untuk sarapan. Bibi grace masuk dan terkejut karena meri sudah mengenakan T-shirt dan long jaket dengan syal hitam melingkar di lehernya.
"nyonya, tuan meminta anda untuk tetap beristirahat di kamar" bibi grace mengingatkan majikannya itu.
"aku merasa sudah lebih baik. Apa sarapanku sudah siap?" meri melihat baki yang berisi makanan terletak di atas meja dekat tempat tidurnya. "bawa turun. Aku akan makan di bawah"
Tak ada gunanya dia berlama-lama berdiam diri di kamar. Dia hanya merasa semakin lemah.
Matahari pagi itu bersinar cerah dengan warna sedikit jingga. Meri menikmati sarapannya di taman belakang sambil menerawang jauh rencana hidupnya bersama junior tapi sebelum itu, putra kesayangannya itu harus sembuh.
Tak banyak yang di inginkannya, hanya sebuah jalan kesuksesan untuk junior saat dia beranjak dewasa. Putranya itu tidak boleh mengalami kesulitan seperti yang ia lalui untuk bisa mencapai titik saat ini.
Putranya akan hidup bebas dengan pilihan jalan terbentang di hadapannya. Jika ia harus terkekang oleh dua keluarga kacau, putranya itu akan memilih jalannya sendiri.
Andre hanya membuka jalan untuk meri dan junior berpindah arah untuk berlindung. Tapi itu tidak akan lama. Permusuhan di kalangan mafia sering kali mendarah daging hingga tujuh turunan.
Kedua bersaudara itu berhasil meruntuhkan ayahnya, tapi sebelum keruntuhan itu entah berapa banyak hati dan nyawa yang ia hancurkan. Suatu hari seseorang pasti akan muncul membawa masalah baru untuk putranya, tapi sebelum itu ia sendiri yang akan memastikan keamanan putranya.
Siang hari, junior kembali dengan makan siang serta obat-obatan untuk ibunya. Meri menyambutnya di ruang keluarga.
"kalian pulang cepat" meri menerima hadiah dari putranya itu dan melihat punggung tangannya tertutup kasa dan plaster.
"ibu, dadi dan aku membelikan makanan ini untuk makan siang" junior tampak bersemangat dengan pandangan mata yang bercahaya.
"terima kasih sayang. Tanganmu. Apa masih sakit? Apa dadi yang menyuntikmu?" sebagai ibu, meri merasa sakit melihat tangan junior tertutup plaster luka.
"Mm, dadi yang menyuntikku. Tapi ini sudah tidak sakit, ibu aku lapar"
Mereka akhirnya makan siang bersama dengan makanan yang sudah di beli oleh ilham atas intruksi junior. Semua makanan itu terlihat nikmat dan pedas dengan warna merah menyala. Meri hanya memberikan makanan yang tidak terlalu pedas kepada junior.
Menghindari rasa pedas bukanlah sesuatu yang baik. Dia hanya perlu membiasakan lidah putranya itu dengan semua rasa dan perlahan dia akan merasa baik dengan semua rasa itu.
Junior tampak bersemangat dengan sensasi pedas di lidahnya. Peluh mulai bercucuran di wajahnya dengan bibir yang menghembuskan udara dari dalam mulutnya.
Malam hari setelah meri belajar bersama guru privatnya, terdengar suara ilham yang sedang berbicara dengan seseorang di telfon. Dan itu pastilah andre yang sudah tiba di paris.
Makan malam sudah siap saat meri turun untuk makan bersama junior dan yang lain. Dalam dua hari, mona sudah sangat akrab karena sikap supel dan ramah. Wanita itu seperti halnya meri yang mudah berteman tapi cukup tegas dalam membuat batasan.
Mona adalah wanita berkebangsaan perancis tapi memiliki darah Indonesia dari ibunya. Ia sudah di besarkan dengan dua bahasa kebangsaan orang tuanya. Karena itu tak aulit bagi meri berbicara dengannya.
Jika suaminya normal seperti pria biasanya, sudah di pastikan mata ilham tak akan bisa berpaling dengan kecantikan alami mona. Tetapi ilham bukan pria biasa yang bisa di katakan tidak normal. Sejak dulu dia hanya menganggap meri sebagai satu-satunya wanita di muka bumi dan yang lainnya adalah pria.
Perlakuannya kepada dokter lucee dan pegawai wanita lainnya, kurang lebih sama dengan sikapnya kepada pengawalnya. Itulah kenapa meri merasa suaminya sedikit tidak normal. Emansipasi wanita memang telah ada tapi masih perlu ada pembedaan perlakuan antara wanita dan pria. Tapi bagi ilham mereka sama kecuali terhadap meri.
Ke esokan harinya, meri ikut bersama ilham untuk mengantar junior ke rumah sakit menjalani perawatan. Dan melihat hasil uji lab dari sampel darah junior untuk mengetahui penyakit sebenarnya.
Mereka masul ke dalam mobil keluarga yang sama dengan yang di gunakan sopir ilham untuk menjemput mereka di bandara. Setelah tiba, meri hanya bisa menunggu di depan ruangan karema hanya dokter dan pasien yang di perbolehkan untuk masuk.
Awalnya junior merengek agar meri menemaninya tapi setelah tawar menawar akhirnya junior setuju untuk masuk bersama ilham sebagai dokternya.
Di depan ruangan meri menunggu dengan harap cemas setelah membaca hasil lab bahwa itu benar adalah hyperplexia. Tak berselang lama ilham keluar sendiri sementara junior masih berada di dalam bersama rekan dokter lain.
Ilham menjelaskan bahwa itu benar kelainan gen yang menyebabkan beberapa saraf otak mengalami kelambatan respon hingga menyebabkan efek terkejut berlebih pada respon balik. Di sela-sela pembicaraan dua wali pasien itu, andre muncul dengan wajah geram dan langsung memegang kerah jas lab ilham.
"apa kau menjadikan anakku kelinci percobaan?"