webnovel

Mabuk lagi

Meri menatap layar ponselnya setelah mematikan sambungan telfon dengan rafa. Dia masih berusaha mencerna apa yang ia dengar serta alasan mengapa kakaknya itu sangat mendukung ia untuk kembali kepada ilham.

"mereka pasti tidak tahu kalau selama aku hilang, ilham yang menculikku. Jika mereka tahu, mana mungkin mereka tetap bersikap pro kepada ilham"

Butuh waktu baginya memahami maksud tersembunyi ibu dan kakaknya. Jika rafa mengatakan ibunya sangat marah ketika rafa meminta preman memukuli ilham, itu artinya ibunya sudah mengenal ilham sejak lama.

Rasanya seperti berada di antara persaingan kakak dan adik. Tapi sepertinya mulai sekarang pandangannya kepada andre akan sedikit berubah. Suaminya itu nampak seperti anak yang kesepian. Mungkin karena itu andre lebih terkesan ramah dan suka bergaul sedangkan ilham terkesan anti sosial.

Sebagai calon pewaris, sikap seperti ilham sangatlah di perlukan agar membuatnya di segani.

Sudah waktunya makan siang tapi meri masih berbaring di sofa. Ia mengambil kembali tas dan memakai sepatunya. Ada hal lain yang saat ini harus ia tangani. Perutnya, ia kelaparan dan membutuhkan makanan untuk mengasup energinya.

Tak jauh dari tempat ia berdiri adalah sebuah restoran korea. Dia sudah lama tak pernah masuk ke restoran korea karena takut dengan makanan yang mungkin tidak terjamin ke halalannya. Tapi di dekat apartemennya, terdapat restoran korea yang sudah mendapat sertifikat halal. Karena itu ia datang.

Saat ia sedang asyik menikmati jajamyeong yang ia pesan, tak jauh dari tempatnya ia kembali melihat seorang pria yang dulu ia temui di restoran griftbell.

Pria itu juga makan di tempat yang sama namun berjarak beberapa meja. Meri mengangkat makanannya dan menghampiri pria itu.

"apa saya boleh duduk di sini?" tanya meri sopan.

"silahkan"

Meri duduk dan tak ingin berbasa-basi, ia langsung menanyakan apa orang tersebut mengenalnya.

"jika kau tak mengenalku, mengapa mengikutiku. Apa kau pedofil?" tebak meri.

"tuan ilham yang meminta saya mengawasi nona"

Lagi-lagi ilham yang menjadi dalang. Dia merasa heran dengan mantannya itu, dulu berusaha keras pergi hingga menghilang bagai asap tertiup angin. Tapi sekarang ia kembali bahkan saat meri tak lagi ingin kembali.

"beritahu kepada ilham. Jika ia tidak sibuk, minta ia datang mengunjungiku"

"baik nona"

Meri makan berdua dengan pria suruhan ilham. Tak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa mengetahui beberapa hal tentang ilham, meripun bertanya kepada pria itu.

Tak banyak yang bisa ia dapat. Ia hanya tahu ilham memulai bisnis di perancis sambil melanjutkan studynya di sana. Ia sudah mendapat gelar spesialis bedah saraf dan membangun rumah sakit modern di paris dengan sistem pengobatan terkini.

Dari dunia bisnis yang ia bangun, tak ada satupun yang ilegal. Itu sangat berbeda dengan andre yang tercatat menjadi pemilik bar di bali dan beberapa casino di hongkong serta tempat hiburan malam di cina.

Mereka bersaudara tapi memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda. Satu-satunya yang sama hanya mereka menyukai ilmu medis dam mencintai wanita yang sama.

"Nona, apa kau tahu tuan meminta kami mengawasimu karena apa?" pria itu memecah keheningan di antara mereka.

"mengapa kau bertanya padaku. Bukankah seharusnya aku yang bertanya?"

"ah iya, sepertinya aku yang salah. Lalu apa kau istri tuan muda?"

Meri menyemburkan minumannya saat mendengar kalimat itu. Ia bahkan terbatuk karena tersedak dan membuat wajahnya memerah. Pria itu dengan sigap memukul punggul meri perlahan.

"apa aku menebak dengan salah?" lanjut pria itu setelah kembali ke kursinya.

"bukan tebakanmu yang mengejutkan. Pertanyaan mu yang aneh. Kau mengawasi ku selama enam bulan dan tidak mengetahui hubunganku dengan tuan muda mu itu?" meri menatap pria itu keherenan.

"tuan tidak mengatakan apa-apa mengenai nona"

"jika begitu tanyakan padanya dan katakan jika itu pertanyaan titipan dariku. Dia pasti menjawabnya"

"baiklah"

Meri mengakhiri percakapan itu. Ia kembali ke apartemen dengan di awasi pria itu. Baginya tak masalah karena pria itu cukup pintar menjaga jarak.

Tiba di apartemen, meri melihat sepatu andre menandakan suaminya itu sudah kembali.

"kau dari mana?" tanya andre saat melihat meri berjalan menghampirinya.

"aku makan siang di restoran korea yang ada di ujung jalan. Kau sendiri dari mana?"

"apa itu masih perlu di tanyakan?" jawab andre acuh.

"tidak perlu. Itu hanya tatakrama sebagai seorang istri. Jika tak ingin menjawab tak jadi masalah. Ah, apa kau sudah tahu kalau siluman itu datang ke boston?"

Andre nampak terkejut mendengar perkataan meri. Meri melihat ekspresi itu dengan pandangan menghina. Seakan itu hanyalah pura-pura.

"dia pasti akan menghubungimu sebentar lagi. Harusnya saat ini dia sudah tiba di bandara"

Ponsel andre berdering saat meri baru saja menyinggung masalah yang sama. Sontak ekspresi hinaan semakin jelas di wajah meri. Melihat andre ragu menatap layar ponselnya, sudah ia tebak itu siluman rubah.

Saat akan berdiri meninggalkan andre agar mengangkat telfon megan, andre justru menarik meri ke pangkuannnya dan menahannya dengan tangan yang melingkari pinggangnya.

"halo" andre menjawab telfon itu tepat di hadapan meri dengan lounspeaker yang menyala membuat meri juga mendengar percakapan mereka.

"halo, andre. Aku sekarang berada di bandara boston. Aku belum mengenal tempat ini, bisakah kau menjemputku?"

Suara manja dan berayun-ayun terdengar dari ujung telfon membuat meri merasa ingin muntah.

"aku saat ini sedang sibuk" jawab andre.

"honey, apa kau tega aku berkeliaran di kota asing? Bagaimana jika ada yang berbuat jahat padaku"

"katakan kau akan menjemputnya" meri berbisik di telinga andre kemudian menatapnya dengan ancaman.

"aku akan menjemputmu. Kau tunggulah"

Meri tersenyum kemudian bersiap-siap untuk berangkat. Tapi bukan ke bandara melainkan ke mall tempat ia akan berbelanja.

Andre mengikutinya ke pelataran parkir tapi kemudian meri memintanya menuju sebuah mall yang berlainan arah dengan bandara.

"bukankah kau bilang akan menjemputnya di bandara?" tanya andre heran.

"apa kau pikir aku sebaik itu? Dia bukan ratu dan ku rasa dia mengidap cinderella sindrom sampai harus di jemput bahkan tak bisa membersihkan mulutnya sendiri saat makan" jawab meri menatap lurus ke jalan raya.

"tidakkah dia akan menunggu kita?"

"biarkan saja. Dia bukan menunggu kita tapi menunggu mu"

"ini keterlaluan meri. Kau seharusnya tidak mengerjai dia seperti ini"

"andre, hentikan mobilnya di depan" pinta meri santai.

Andre merasa heran, tapi meri menunjuk sebuah gerai pedagang makanan ringan jadi dia pikir istrinya itu menyukainya jadi meminta berhenti sejenak.

Meri turun namun sebelum menutup pintu ia mengatakan "pergilah sendiri jika kau sangat ingin menjemputnya"

"kembali ke kursimu" panggil andre saat meri sudah berjalan menjauh dan meninggalkannya dengan taksi.

Di mall, meri berkeliling melihat koleksi tas dan sepatu. Dia membeli beberapa tas dan sepatu setelah 3 jam proses melihat, mencocokkan dan memilih. Kakinya mulai pegal karena selama itu berdiri.

Saat ia kembali, langit sudah berubah gelap. Lampu jalan sudah mulai menerangi kota menambah kehangatan dengan cahaya jingganya. Sangat indah.

Andre belum kembali saat meri sudah selesai membersihkan diri dan akan bergegas tidur. Ia tak ingin menghadapi andre lagi, sangat menguras perasaannya.

Jam 11 malam terdengar suara pintu terbuka. Meri terbangun karena suara ribut benda jatuh di ruang tamu.

Dia melangkah keluar dan melihat andre tergeletak di lantai dengan beberapa hiasan ruangan yang jatuh berserakan di sekitarnya.

"apa kau mabuk lagi?" bentak meri karena melihat andre yang terus meracau tapi kesulitan untuk bangun.

Dengan terpaksa meri membantu memapahnya ke dalam kamar. Sudah dua malam andre terus saja mabuk-mabuk.

"aku sudah bilang tak akan kembali ke masa laluku. Mengapa kau selalu menyuruhku kembali" ujar andre dengan suara melantur.

"itu karena kau selalu saja berbohong. Kau selalu berdebat denganku gara-gara siluman itu" bentak meri sambil melempar sepatu andre ke lantai.

Dia kesal dengan sikap andre yang memilih menghancurkan dirinya sendiri daripada melawannya. Gara-gara perempuan tak tahu malu itu kehidupan bahagianya kini seperti siksaan. Apartemen yang dulu seperti surga kini seperti neraka.

Dia harus repot mengurus andre yang menjadi tukang mabuk akibat permasalahannya yang tak kunjung usai.

"apa aku akan kehilangan mu lagi" keluh andre di sela-sela omelan yang terus ia lontarkan.

"pria ini. Kenapa kau terus saja meracau. Tutup mulutmu itu atau akan ku pukul kau"

Andre diam dan tertidur dalam keadaan mabuk. Meri harus membersihkan tubuh itu lagi. Dia sudah mulai acuh dengan suaminya tapi saat andre terpuruk, rasa sayangnya terus saja menguasai dirinya. Dia tidak bisa membiarkan andre tenggelam dalam kesedihan tapi iapun tak bisa mengambang. Ia seakan kasihan melihat orang lain tenggelam tapi iapun tak bisa berenang.

Jika ia memutuskan tenggelam, andre mungkin selamat atau tenggelam bersamanya. Ia bisa menyerah dengan takdirnya, tapi tak bisa menyerah membantu kakaknya.

Siluman itu tetap harus ia singkirkan, saat ia akan kembali ke sisi andre maka saat itulah ia dan rafa akan menyerang andre dan ayahnua bersamaan hingga siluman itu tak memiliki tempat berlindung.

Chapitre suivant