webnovel

Permintaan Maaf

Éditeur: Wave Literature

Chiaki telah memberi tahu Seiji sebelumnya tentang mantan pacarnya.

Tetapi karena mereka tidak pernah menghubungi satu sama lain sejak putus, Chiaki tidak tahu sekolah mana yang dihadiri oleh Haruka Shimizu.

Itu sebabnya Seiji menerima kejutan yang tak terduga.

Tapi sebenarnya itu tidak penting.

Haruka Shimizu dan Tetsuo Sakaki tidak memiliki reaksi yang unik setelah melihat Seiji, yang berarti mereka bahkan tidak mengenali Seiji sebagai otaku bejat yang dulu bersekolah di sana.

Mungkin tak satu pun dari mereka tahu Seiji yang dulu, atau mungkin mereka tidak mengenali Seiji yang sekarang. Seiji tidak yakin yang mana realita yang pasti.

Seiji asli tidak mengenal kedua orang ini, tetapi karena reputasinya yang terkenal di SMA Koaki, ada banyak siswa yang mengetahuinya meskipun ia tidak mengenal mereka.

Tidak masalah.

Sama sekali tidak masalah.

Bahkan jika mereka mengenalinya, Seiji merasa tidak ada hal penting yang perlu diperhatikan. Lagipula, tidak ada dari mereka yang merupakan anggota keluarga Seiji, dimana Seiji berbuat kesalahan besar kepada keluarganya. Mereka hanyalah orang asing yang tidak ada hubungannya dengan Seiji asli.

Perasaan tajam Haruka Shimizu merasa bahwa anak lelaki di seberangnya agak terguncang.

Apakah ketidaknyamanannya berhubungan dengan identitasnya sebagai siswa dari SMA Koaki?

SMA Koaki adalah sekolah terkenal di wilayah ini. Banyak muridnya berasal dari keluarga kaya, pejabat, atau keluarga yang berkuasa. Siswa-siswa di SMA itu memiliki keahlian spesial dalam berbagai bidang dan termasuk di antaranya adalah siswa-siswa dengan nilai tertinggi di negara ini. Itu adalah sekolah modern untuk para bangsawan.

Sekolah biasa bahkan tidak bisa dibandingkan dengan SMA Koaki, dan meskipun SMA Genhana di atas rata-rata, mereka tidak berada pada level yang sama dengan SMA Koaki.

Seigo Harano mungkin tahu reputasi terkenal SMA Koaki dan telah menerima kejutan setelah mendengar kalau dia dan Tetsuo belajar di sana. Itulah yang diyakini Haruka.

Kagetnya anak lelaki tampan itu hilang dalam waktu singkat, tetapi Haruka sudah yakin bahwa dia tidak setenang saat dia muncul.

Apakah dia hanya... orang yang tampan tapi berkepala kosong?

Haruka mengalami dorongan yang tiba-tiba, membuatnya ingin menganggap Seiji sebagai demikian, tetapi akal sehat dan logikanya mengatakan kepadanya bahwa tidak bijaksana untuk menghakimi orang lain dengan begitu cepat.

"SMA Genhana… itu adalah sekolah yang lumayan bagus, dan aku dengar klubnya disana punya suasana yang menyenangkan." Haruka memulai konversasi. "Chiaki sekarang kamu ikut klub apa?"

"Klum drama." Chiaki sudah memulihkan ketenangannya saat dia menjawab dengan ringan.

"Bukan klub olahraga?" Haruka berkedip kebingungan. "Aku pikir kamu akan menjadi lebih seperti dirimu saat masih di SMP Yoshimizu… tapi klub dram juga cukup bagus. Kamu kelihatannya cocok untuk berakting."

"Yah, kapanpun aku berakting di panggung, aku bisa melupakan diriku untuk sementara… melupakan identitas diriku yang asli, dan apa yang pernah aku alami; lebih menyenangkan untuk berakting sebagai karakter drama daripada diriku sendiri." Chiaki meletakkan dagunya di tangannya saat dia membuat pernyataan dingin dan halus.

Ekspresi Haruka membeku.

'…mengerikan.' Seiji hanya bisa mendesah dalam hati pada dendam Chiaki yang sangat nyata.

Jadi ini mungkin alasan sebenarnya mengapa Chiaki bergabung dengan klub drama... Dia ingin mengurangi perasaan yang menyakitkan setelah dibuang.

Mengatakannya secara langsung kepada mantan pacarnya dengan serangan langsung.

"Hmph." Suara dengusan dingin terdengar dari Tetsuo Sakaki, pemuda arogan yang duduk di samping Haruka.

Matanya dipenuhi dengan tatapan merendahkan saat dia melihat Chiaki.

Seiji mengerutkan kening. "Apa kamu barusan membuat suara?" dia bertanya pada Tetsuo tanpa ragu-ragu.

Tetsuo Sakaki berbalik menghadapnya, tatapan merendahkan yang sama masih ada di matanya.

"kalau iya…"

"Tetsuo," Suara Haruka mengganggunya di tengah pidato, "Jangan tidak sopan." Dia melirik pasangannya saat dia menegurnya.

"…Aku tidak mengatakan apapun." Bocah berambut coklat itu mengulurkan tangannya dalam sikap tidak bersalah saat dia mengangkat bahu dan sedikit menahan rasa arogan di matanya.

Namun, sikapnya menunjukkan pikiran sejatinya dengan jelas.

"Sudah jelas kalau kamu memiliki sesuatu yang ingin kamu katakan." Suara yang terdengar tenang menggema. Suara itu milik Chiaki. "Namamu Tetsuo Sakaki kan? Mengapa kamu tidak kamu katakan apa yang ingin kamu katakan dengan keras?"

"Chiaki…"

"Haruka, dari awal, 'pacar' mu ini membawa perilaku yang sinis, tapi dia tidak bicara apapun… seperti bukan lelaki saja." Chiaki mengangkat mulutnya ke atas dalam senyum mengejek. "Dia adalah penggosip yang suka membicarakan orang dari belakang… Menjijikan."

Tiba-tiba hawa dingin menyapu ruangan!

'Apa-apaan, Wakaba-sensei! Kamu benar-benar menantang mereka sekarang!?' Seiji merasakan keinginan untuk memegangi kepalanya.

"Apa yang kamu katakan!?"

Seperti yang diharapkan, Tetsuo Sakaki sangat marah.

Tidak banyak anak laki-laki yang mampu menahan ejekan seperti itu, dan bocah berambut coklat ini jelas bukan tipe orang yang memiliki kesabaran yang tinggi. Selain itu, dalam hatinya dia benar-benar memandang rendah Chiaki dan Seiji, jadi dia tidak dapat meniadakan rasa tidak hormat dari orang-orang yang dia anggap tidak layak.

"Tetsuo!" Haruka mengeraskan suaranya.

"Mereka yang duluan tidak sopan; kamu mendengarnya juga! Haruka…"

Sakaki melirik teman wanitanya sebelum dengan kejam memusatkan perhatian pada kedua orang di depannya lagi.

"Maaf, pacarku memiliki kepribadian yang blak-blakan; dia menyuarakan apa pun yang ada di pikirannya." Seiji tersenyum ketika dia mencoba meredakan ketegangan di udara. "Chiaki, kamu berlebihan dengan apa yang kamu katakan tadi; cepat minta maaf."

"Mm… baiklah. Karena Seigo yang meminta." Chiaki tersenyum padanya sebagai jawaban ketika dia menegakkan punggungnya dan masuk ke posisi duduk yang lebih formal. "Maafkan aku, aku terlalu blak-blakan."

Mereka berdua tersenyum dengan cara yang sama, dan bahkan sikap dan nada mereka hampir sepenuhnya cocok. Mereka meminta maaf, tapi itu terdengar sangat tidak tulus.

"Kalian…" Wajah Tetsuo Sakaki mulai berkedut.

'Dalam sudut pandangnya, dia mungkin berpikir kita adalah beberapa bajingan yang suka mengolok-olok orang lain,' pikir Seiji dalam benaknya. 'Maafkan aku, ini salahmu sendiri karena menjadi sasaran empuk seperti itu! Kamu terlalu mudah dibaca, anak muda.'

Jelas bahwa Chiaki sedang tidak dalam mood yang bagus saat ini, dan Seiji dapat memahami perasaannya. Seiji dengan tegas berpihak pada Chiaki, jadi sayangnya untuk Tetsuo Sakaki, ia ditakdirkan untuk menjadi target ejekan mereka.

"Tetsuo, mereka sudah minta maaf." Haruka menghela nafas.

"Mereka sama sekali tidak meminta maaf dengan tulus!" Tetsuo mengutarakan fakta.

"Apa?"

Kali ini Seiji-lah yang dengan sengaja mengangkat suaranya selusin desibel lebih tinggi.

Tatapan Seiji menajam saat dia menatap langsung ke mata bocah berambut coklat itu.

"Apa yang kamu katakan? Sakaki…-san. Permintaan maaf pacarku kan sudah jelas! Apa yang kamu maksud dengan kami tidak meminta maaf dengan tulus? Kamu pikir itu tidak cukup? Mungkinkah… kamu berpikir kalau sesuatu seperti berlutut adalah hal yang 'cukup' sebagai permintaan maaf!?"

Dia bahkan menambahkan sedikit kemarahan pada kalimat terakhirnya. Tentu saja, itu dipalsukan.

Namun, itu cukup untuk menekan Tetsuo.

"Er…" Tetsuo Sakaki sedikit terguncang dan terkejut dengan sikap Seiji yang tiba-tiba agresif.

Dia tidak pernah menyangka bocah yang dia pandang rendah hanya beberapa detik yang lalu tiba-tiba menjadi begitu menakutkan.

Pandangan tajam Seiji sepertinya bisa menusuk Tetsuo!

Keheningan sesaat memenuhi ruangan.

Haruka juga heran melihat betapa kuatnya semangat anak laki-laki di depannya. Apakah dia sama sekali tidak terguncang? Tapi kenapa sepertinya dia terguncang saat mereka menyebut-nyebut SMA Koaki?

Haruka tidak mengerti.

"Maafkan aku, sejujurnya, pacarku agak impulsif. Dia tidak tahan melihatku disalahkan~" Chiaki berkata dengan suara lembut. Dia kemudian melihat ke arah Seiji dan berkata, "Hey, dia kelihatannya ketakutan! Cepat minta maaf!"

"Mmm… Ok, karena Chiaki yang meminta." Seiji mengendurkan ekspresi wajahnya agar terlihat lebih tenang dan duduk lebih formal.

"Aku minta maaf, kata-kata ku barusan cukup imlusif karena suasana saat ini; tolong jangan pedulikan kata-kataku tadi."

Heh heh.

Chiaki dan Seiji mengenakan senyum yang sama di wajah mereka dan menunjukkan sikap yang sama dari sebelumnya, tetapi berbalik. Tingkat sinkronisasi mereka seratus persen sempurna.

Tetsuo Sakaki tidak bisa berkata-kata. Wajahnya memerah karena amarah yang hanya bisa bergolak dan berputar di dalam dadanya tanpa bisa dikeluarkan.

Seolah-olah dia bisa mendengar mereka mengejeknya di bawah lapisan tipis kata-kata sok sopan mereka yang berkata —"Hei, bocah, kami hanya bermain-main denganmu!"

Chapitre suivant