Gu Qing adalah adik Gu Han dan juga pelayan pedang Guo Nanshan.
Ia bukanlah seseorang yang memiliki kualitas Dao yang alami, namun ia memiliki bakat yang luar biasa. Berkat Gu Han, ia dikirim ke Puncak Liangwang, segera setelah ia lahir dan sudah bertahun - tahun belajar teknik pedang dengan Guo Nanshan.
Di antara murid - murid generasi baru, ia memiliki level yang paling tinggi. Menurut pandangan Puncak Liangwang, levelnya bahkan lebih tinggi dari Zhao Layue.
Namun, ia selalu tinggal di Puncak Liangwang dan jarang sekali muncul di Sungai Sword Washing, sehingga hanya ada sedikit orang yang tahu tentangnya.
Gu Qing berhenti setelah menjejakkan kaki di sebuah batu yang ada di tengah sungai.
Ia tidak maju selangkah pun setelah ia berhenti.
Posisi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah pertarungan.
Batu sungai yang menjadi tempatnya berdiri berada lima puluh kaki jauhnya dari Jing Jiu.
Apa artinya ini? Jarak sejauh itu berada jauh di luar jangkauan serangan seorang ahli bela diri level Perfect Preservation, apakah ini berarti bahwa Gu Qing telah mencapai level Inherited Will saat ia masih berada dalam periode sword washing? Mungkinkah ia tidak hanya mencapai level ini, namun juga memiliki kemampuan serangan di level Inherited Will?
Raut wajah terkejut terlihat di semua tempat, ketika orang - orang itu menyadari bahwa ada pemuda yang begitu berbakat yang bersembunyi di Puncak Liangwang.
Namun, ekspresi Guo Nanshan tetap terlihat tenang.
Gu Qing sudah menjadi pelayan pedangnya selama beberapa tahun dan hubungan mereka bahkan lebih mirip seperti setengah-guru dan setengah-murid, jadi ia mengetahui dengan jelas level dan kekuatan yang dimiliki Gu Qing.
Ia sudah siap untuk menekan Zhao Layue menggunakan Gu Qing. Namun, siapa sangka kalau Jing Jiu maju sebelum Zhao Layue dan Gu Han meminta agar adiknya diijinkan untuk menantang Jing Jiu.
Ia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Gu Han dan karena itulah, ia tidak menahannya.
Sedangkan untuk hasil dari pertarungan ini, seharusnya tidak akan ada hal yang mengejutkan.
Gu Han menunduk menatap Jing Jiu yang ada di bawah sana, dengan ujung mulutnya yang tampak mengejek.
Satu tahun yang lalu, ia bertemu dengan Jing Jiu untuk pertama kalinya di kaki gunung Puncak Pedang dan rasa tidak sukanya pada Jing Jiu dikarenakan oleh Liu Shisui dan juga karena alasan lain.
"Sebuah giok tidak akan menjadi karya seni tanpa dipahat terlebih dahulu. Aku harap, Saudara Jing bisa mengerti betapa keras Kakak - kakaknya berusaha untuk mendidiknya." ujar Ma Hua dengan gembira sambil tersenyum lebar.
...
...
Di Turnamen Pewaris Pedang, para murid diharapkan untuk mempertunjukkan keahlian mereka dalam mengendarai pedang, namun kamu sebaiknya tidak menolak jika ada seseorang yang menantangmu.
Sekte Green Mountains sangat tidak suka terhadap tindakan, dimana seseorang menghindari pertarungan.
Karena itulah, tidak ada satu orang guru pun yang merasa bahwa Lin Jingling bersikap tidak sopan ketika ia maju untuk menantang Liu Shisui dan tentunya, Liu pun menerima tantangannya.
Namun, semua orang tahu bahwa Jing Jiu tidak sama seperti murid - murid yang lainnya, ia adalah orang yang sangat malas. Tidak ada seorangpun yang bisa menebak bagaimana ia akan menanggapi tantangan itu.
Banyak murid dari Pine Pavilion Selatan, termasuk Xue Yong'e dan juga Saudari Yushan, yang bertanya - tanya apakah ia akan memberikan jawaban yang mengejutkan seperti, "Aku tidak mau bertarung denganmu."
Para murid itu membayangkan hal ini karena Jing Jiu tidak akan bisa memenangkan pertarungan melawan Gu Qing, kecuali dalam hal kemalasan.
Bahkan, jika Jing Jiu berada di level Perfect Preservation sekalipun, bagaimana mungkin ia bisa bertarung melawan murid berbakat yang telah mencapai level Inherited Will?
Jika pedangmu tidak bisa menyentuh musuhmu dari jarak lima puluh kaki, bagaimana bisa kamu mengalahkannya?
Mengaku kalah bisa menjadi pilihanmu, ketika kekalahan sudah tidak bisa lagi dihindari, walaupun itu berarti kamu akan dipermalukan di depan banyak orang.
"Mari kita mulai." ucap Gu Qing yang telah menyatukan tinjunya, dengan pedang terbangnya yang melayang di depan nya setelah keluar dari lengan bajunya, yang merupakan sapaan pedang setara.
"Baiklah." ucap Jing Jiu.
Ia masih belum mengaku kalah.
Kembali terjadi keributan di lereng - lereng gunung dan juga di sekitar sungai.
Beberapa dari mereka merasa kecewa, beberapa orang yang lain merasa senang, namun ada juga yang hanya bisa menarik nafas panjang.
Namun, sebagian besar dari mereka berpikir bahwa kejadian yang akan terjadi selanjutnya pasti akan sangat memalukan bagi Jing Jiu.
Saudari Yushan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan dengan suara yang rendah, pemuda bermarga Yuan itu terus berusaha untuk menghiburnya.
"Inikah yang disebut pengalaman yang berat? Ataukah kalian hanya ingin mempermalukannya?"
Zhao Layue pun mendongakkan kepalanya, untuk memandang ke arah lereng - lereng gunung itu, dimana para murid dari Puncak Liangwang berdiri.
Zhao lalu teringat akan pertarungannya dengan Paman Guru Zhuo dari Puncak Bihu malam itu, dimana mereka bertarung di tengah awan - awan yang ada di Puncak Pedang.
Perbedaan yang ada diantara level mereka berdua tidak akan bisa dijembatani dengan bakat dan teknik.
Bahkan, jika Jing Jiu diam - diam memiliki pusaka pelindung seperti dirinya sekalipun, bagaimana mungkin ia bisa menggunakannya di depan begitu banyak orang?
Jika saja Jing Jiu tidak menolongnya malam itu, ia pasti sudah terbunuh oleh pedang Paman Guru Zhuo.
Ketika Zhao Layue masih memikirkan tentang hal ini, Gu Qing sudah menggenggam pedangnya.
Sama seperti murid - murid yang telah mempertunjukkan kemampuan mereka tadi, caranya memegang pedang juga terlihat sederhana.
Cahaya pedang itu tercipta dan menyatu sejak lengan bajunya terbuka.
Kemudian, muncul garis abu - abu di permukaan air sungai.
Pedang terbangnya memiliki aura kuno yang sudah sangat lemah dan pedang itu terbang menempuh jarak lima puluh kaki dalam sekejap mata. Pedang itu terarah tepat ke kepala Jing Jiu dengan kecepatan dan kekuatan yang tetap stabil.
Pupil Zhao Layue yang hitam pun mengecil.
Gu Qing bukanlah murid yang baru saja mencapai level Inherited Will, namun ia sudah hampir menyempurnakan level nya, tidak jauh berbeda dari Zhao Layue.
Saat pedang terbang Gu Qing tiba di depannya, Jing Jiu tidak bergerak sedikit pun, seakan tubuhnya membeku karena ketakutan.
Namun, jelas kalau itu tidak ada hubungannya dengan ketakutan. Mereka semua tahu bahwa seorang murid biasa tidak akan bisa bereaksi karena pedang Gu Qing yang terlalu cepat.
Kemudian, pedang terbang itu akan berhenti didepan mata Jing Jiu, hanya beberapa inci jauhnya dari tengah dahinya.
Kemudian, Gu Qing akan berkata dengan lembut, "Terima kasih telah membiarkanku menang.", dan pertarungan itu akan berakhir.
Semua orang beranggapan bahwa mereka akan melihat kejadian ini.
Akan tetapi, bukan itu yang terjadi.
Justru, ada suara bergemuruh di sungai itu, yang kemudian menyebar keluar.
Suara itu sangat jernih namun juga kering.
Angin yang berhembus membuat air sungai nya bergelombang.
Garis abu - abu itu tiba - tiba berhenti.
Pedang terbang itu jatuh menyerong ke dalam sungai dan memercikkan air ke sekitarnya.
Seketika itu juga, suasananya menjadi sangat sunyi.
Semua mata yang penuh keterkejutan itu tertuju pada Jing Jiu.
Apa yang baru saja terjadi?
Jing Jiu yang sedang berdiri di atas batu yang ada di tengah sungai, tampak tidak bergerak sedikitpun.
Ia memegang pedangnya layaknya seorang pemburu memegang tongkat sambil mencari bebek liar di tengah hutan dan gunung.
Ketika pedang Gu Qing mencapai tubuhnya, Jing Jiu hanya menggenggam pedangnya dan menebaskannya ke bawah.
Pedang Gu Qing pun terpukul dengan tepat oleh pedang Jing Jiu dan bagai bebek liar yang terpukul tongkat, jatuh ke aliran air sungai tanpa menimbulkan suara.
Semuanya hening dan hanya ada suara air sungai yang terdengar dengan begitu jelas.
Gu Qing bahkan bisa mendengar suara aliran darahnya yang mengalir di pembuluh darahnya sendiri.
Awalnya, ia tidak yakin tentang apa yang baru saja terjadi.
Sampai akhirnya, ia melihat pedang yang tidak asing baginya, yang berada di dalam air sungai.
Wajahnya terasa panas, namun warna wajahnya sangat pucat dan api yang ada di bagian terdalam di matanya mulai membara.
Ia lalu mengangkat kepalanya secara tiba - tiba dan mengarahkan tatapannya pada Jing Jiu, matanya penuh dengan keterkejutan dan juga kemarahan, ia kemudian berteriak, "AH!"
Dengan teriakan itu, pedang yang terjatuh ke sungai itu kembali terbang ke atas.
Kali ini, pedang terbang itu terbang dengan kecepatan yang lebih tinggi dan tenaganya juga jauh lebih kuat.
Yang lebih mengejutkan adalah air sungai yang ada di pedang itu berubah menjadi uap. Bisa dibayangkan betapa panasnya pedang itu.
Pedang terbang itu sebenarnya terbakar, saat mencapai bagian tengah sungai itu!
Garis api yang begitu mencolok menerangi lereng - lereng gunung, langsung mengarah pada Jing Jiu. Keadaannya menjadi sangat menakutkan dan mengejutkan.
...
...
"Pedang Enam Naga!"
"Bagaimana bisa ia menguasai teknik pedang itu!"
Teriakan dan jeritan pun mulai terdengar di lereng - lereng gunung.
Jurus Enam Naga Kembali Ke Matahari digunakan untuk menyerang sasaran!
Jelas, bahwa Gu Qing menggunakan teknik pedang dari Puncak Shiyue!
Semua orang sangat terkejut melihatnya.
Sampai - sampai Elder dari Puncak Shiyue yang bertanggung jawab atas turnamen ini menunjukkan raut wajah yang terlihat sangat tidak nyaman.
Para murid di Puncak Liangwang bisa belajar teknik pedang apapun dari sembilan puncak gunung. Tidak mengherankan jika Gu Qing yang selama ini tinggal di Puncak Liangwang, mempelajari teknik pedang Enam Naga.
Akan tetapi, yang jadi masalah adalah Gu Qing masih merupakan murid sword washing. Ia tidak boleh mempertunjukkan teknik yang sudah ia pelajari sendiri di depan umum.
Akan sangat tidak adil bagi murid - murid biasa itu yang tidak memiliki koneksi dan kesempatan untuk mempelajari teknik - teknik itu.
Ada banyak orang yang berada di lereng - lereng gunung yang merasa tidak puas ketika mereka melihat Gu Qing yang menggunakan Pedang Enam Naga dari Puncak Shiyue.
Akan tetapi, mereka mengerti mengapa Gu Qing memperlihatkan kemampuannya yang sebenarnya, walaupun ia harus menerima hukuman setelahnya.
Semua itu dikarenakan Gu Qing merasa sangat marah dan yang ingin ia lakukan sekarang adalah mengalahkan Jing Jiu dengan cara yang paling cepat dan juga paling kejam.
Ia memang kalah dengan sangat memalukan di pertandingan yang sebelumnya.
Meremehkan musuhnya memang menjadi alasan kemarahannya. Namun, melihat pedang yang sangat disayanginya dihempaskan oleh rekan seperguruannya yang memiliki level yang lebih rendah darinya dengan begitu kasar dan keji... siapa yang bisa menerimanya?
Pedang terbang yang berapi - api itu terbang dengan begitu cepat ke arah Jing Jiu seperti seekor naga api yang begitu menakutkan.
Melihat kejadian itu, Zhao Layue berpikir jika ia tidak ingin menghindari pedang itu, maka ia akan menepisnya menggunakan Hati Pedang.
Ia yakin bahwa Jing Jiu tidak menyembunyikan levelnya, jadi ia tidak akan bisa balas menyerang seperti dirinya seandainya ia berada diposisi Jing Jiu. Namun, ia tidak merasa khawatir, entah karena pengalamannya malam itu, ataukah karena alasan yang lainnya, ia sangat mempercayai pemuda berpakaian putih itu, pikirnya Jing Jiu pasti memiliki cara untuk mengatasinya.
Akhirnya sekarang Jing Jiu pun menjadi serius.