webnovel

Satu Orang Lagi

Éditeur: Wave Literature

Angin malam dingin berhembus.

Rhode berdiri di balkon lantai dua, menatap pemandangan indah dari kota Deep Stone di depannya dengan tenang. Di sepanjang tepi pertambangan, cahaya-cahaya membentuk garis terang yang berkerlip di langit yang gelap layaknya kunang-kunang di malam hari. Suara aliran air dari sungai terdekat yang menenangkan, dengan angin sepoi-sepoi lembut yang bisa didengar dari kejauhan, seakan-akan memberikan sensasi dunia baru.

Rhode merasa bahwa keberadaannya di dunia ini semakin nyata.

"Tap, tap."

Suara langkah kaki yang lembut terdengar dari belakang, tetapi Rhode tidak perlu menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa itu. Pemilik suara langkah kaki tersebut juga tidak berkata apa-apa dan berdiri dengan tenang di sebelah Rhode sambil menikmati langit malam. Setelah beberapa saat, suara Marlene terdengar.

"Aku telah mendengar tentangmu dari Lize. Terima kasih."

"Seingatku aku tidak melakukan sesuatu yang pantas mendapatkan rasa terima kasihmu," Rhode berkata dengan dingin.

"Kau menyelamatkan Lize sebelumnya. Tindakan tersebut memiliki arti yang penting bagiku."

Marlene mengulurkan tangan dan mengibaskan rambutnya yang panjang. Kemudian, dia melirik ke arah punggung Rhode yang lebar.

"Lize adalah satu-satunya temanku. Persahabatan kami tetap sama sejak dulu dan tidak ada bedanya dengan saat ini. Kalau dia mati…" Suara Marlene menghilang, namun Rhode mengerti apa yang ingin dikatakan gadis itu selanjutnya.

"Apa kau tahu tentang masa lalu Lize?"

"Jika dia bersedia menceritakan hal itu padaku, maka dia akan berinisiatif untuk melakukan hal tersebut dari dulu."

Rhode tidak menjawab pertanyaan Marlene secara langsung, dia hanya mengangkat bahu dan memberikan jawaban yang ambigu. Ketika dia menangkap maksud Rhode, Marlene tidak bisa menanggapi jawabannya. Dia mengamati Rhode dalam diam dan menggertakkan gigi. Meskipun Lize berkata bahwa Rhode adalah orang yang santai, Marlene masih tidak mengerti bagaimana cara mengakrabkan diri dengan pemuda itu…

"Aku sudah membuat keputusan, Tuan Rhode. Aku setuju dengan syarat-syaratmu. Aku ingin bergabung dengan kelompok ini."

"Oh?"

Mendengar perkataan Marlene, Rhode berbalik.

"Apakah keputusanmu sudah mantap?"

Marlene mengangkat kepalanya dengan bangga dan membalas pertanyaan Rhode, "Ya."

Meskipun dia kalah dari Rhode dalam keadaan menyedihkan, dia bisa mengenali kelemahannya sendiri. Marlene percaya bahwa Rhode mungkin tidak bisa memberinya saran yang tepat, tetapi setidaknya pemuda itu berhasil membuat Marlene menyadari kelemahannya.

Sekarang setelah dia memutuskan untuk bergabung, Marlene tidak akan menjilat kata-katanya sendiri. Itulah harga dirinya.

"Bagus."

Rhode mengangguk dan tidak berbicara lebih jauh.

"Apakah lukamu masih sakit?"

"…Sudah tidak apa-apa."

Saat Rhode tiba-tiba menanyai hal tersebut, ekspresi tenang Marlene sedikit berubah. Dia memegang pergelangan tangannya secara tidak sadar. Lukanya tidak separah itu, dan setelah dirawat oleh Lize, tidak ada satupun bekas luka yang tertinggal. Tapi luka ini meninggalkan rasa sakit di hatinya. Hanya dengan memikirkannya saja, seolah-olah dia bisa merasakan kesakitan itu kembali.

"Tapi kau memiliki kesempatan untuk mengalahkanku."

Marlene terkejut. Kata-kata Rhode yang di luar dugaan itu membuatnya kaget, dan dia mendongakkan kepala untuk menatap Rhode.

"Lukamu tidak parah. Jika kau memiliki tekad untuk tetap bertarung saat terluka, maka walaupun besar kemungkinan kau akan kalah, setidaknya kau tidak akan kalah secepat itu. Hanya luka kecil yang menyebabkan kau menyerah saat duel tersebut berlangsung. Jika duel itu adalah pertarungan hidup atau mati, maka kau mungkin sudah tewas sekarang."

Muka Marlene memerah saat mendengar Rhode menyebutkan kesalahannya. Setelah itu, dia mengingat kembali duel tersebut dan menyadari bahwa kata-kata Rhode memang benar adanya. Walaupun dia mungkin tetap tidak bisa mengalahkan pemuda itu, setidaknya Marlene tidak akan kalah dengan menyedihkan seperti itu. Seperti yang Rhode katakan, jika itu adalah pertarungan hidup atau mati, maka dia sudah tewas sekarang.

"Aku mengerti. Terima kasih, tuan Rhode."

"Tidak masalah. Aku hanya mengatakan yang sejujurnya."

Setelah ragu sesaat, Marlene bertanya lagi.

"Tuan Rhode, aku mendengar bahwa…kau berasal dari Bukit Timur."

Ya, memangnya kenapa?"

"Tidak…aku hanya…"

Gadis itu membuka mulutnya tetapi tidak menyelesaikan ucapannya.

"Bukan apa-apa. Aku akan pergi sekarang. Selamat malam tuan Rhode."

Harusnya tidak mungkin, berdasarkan informasi tersebut, keluarga itu telah lama punah.

Marlene menggelengkan kepala dan menghapus pikiran itu dari kepalanya. Kemudian, dia memberikan salam dengan mengangkat ujung roknya sedikit dan membungkuk ke arah Rhode.

Tiba-tiba, sebuah suara keras memecah keheningan malam, membuat Marlene takut sesaat.

"Hei, bocah sialan! Dimana kau?! Aku masuk, ya!"

Rhode berjalan ke pintu masuk dan melihat si Walker tua berdiri di sana dengan tidak sabar. Kali ini, sikap malas dan dekaden pria tua itu telah menghilang dan pakaiannya yang compang-camping diganti dengan sepotong baju pelindung berbahan kulit yang bersih sekaligus kuno. Sebuah busur kayu tebal dan tempat anak panah yang penuh dengan anak panah tergantung dengan rapi di punggungnya. Pria itu terlihat seperti telah melakukan perombakan total dan seluruh tubuhnya terlihat memancarkan energi. Hanya ekspresi di wajahnya yang menunjukkan seolah-olah seseorang berhutang besar kepadanya.

"Kukira anda tidak akan datang, tuan Walker."

Meskipun ekspresi tidak puas tergambar di wajah Walker, Rhode tidak mengabaikannya. Dia berjalan ke sisi Walker dan melirik ke arahnya, kemudian mengangguk.

"Anda masih punya waktu 20 menit…Yah, pokoknya selamat datang di kediamanku yang sederhana ini. Mulai hari ini, anda adalah salah satu anggota dari kelompok prajurit bayaran kami."

"Jangan sombong dulu, Nak." Menyadari bahwa Rhode masih berlagak, Walker mendengus dengan dingin dan berkata, "Aku ingin melihat seberapa parah pemuda sombong sepertimu akan gagal nantinya. Hah, pada saat itu aku akan mengejekmu habis-habisan agar bocah tidak tahu terima kasih seperti dirimu bisa mengerti betapa kejamnya dunia ini!"

Rhode tetap tenang dan diam mendengar perkataannya. Hal tersebut membuat Walker jengkel. Kemudian, seolah-olah menemukan sesuatu untuk mengejek Rhode, dia menyadari tatapan tidak senang dari Marlene dari sampingnya. Mulutnya berkedut.

"Siapa gadis ini? Apakah dia kekasihmu? Lumayan, hanya saja wajahnya terlihat sedikit jelek…"

"Kau…!!"

Marlene naik darah. Dari awal, ketika mendengar suara Walker yang keras, dia sudah menggolongkan pria tua itu sebagai 'pria kasar'. Dan sekarang pria kasar tersebut menghina Marlene? Hal itu bukanlah sesuatu yang bisa ditoleransi oleh putri bangsawan muda tersebut.

"Dasar pria kasar! Aku…"

"Ini Nona Marlene, kenalan lama Lize yang juga akan bergabung dengan kita untuk saat ini."

Terlihat sekali bahwa Rhode tidak berniat memberi kesempatan pada Marlene untuk melampiaskan kemarahannya. Sebelum Marlene bisa berbicara, Rhode melambaikan tangan dan memotong pertengkaran mereka. Kemudian dia mengulurkan tangan dan membuat gerakan menyambut.

"Jadi, tuan Walker, malam telah larut. Aku akan menyiapkan kamar untukmu. Silakan beristirahat. Besok kita harus bangun pagi untuk bersiap-siap pergi ke Kuburan Pavel."

"Tentu saja, tidak masalah, Nak. Kau pikir aku…" Walker sudah mengoceh setengah jalan sebelum benar-benar menangkap maksud perkataan Rhode, "….tunggu!"

Dia menatap Rhode dengan terkejut. Kemudian pria itu melompat seperti kucing yang ekornya terinjak.

"Kuburan Pavel? Untuk apa kita pergi ke tempat angker seperti itu? Apakah kau telah mengambil misi sialan itu?"

"Benar."

Mendengar pertanyaan Walker, Rhode menaikkan alisnya,

"Dasar anak gila! Kau benar-benar mengambil misi itu! Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya!"

"Sederhana saja. Pertama, ketika kami bertemu dengan anda, aku belum menerima misi itu. Kedua, bahkan jika kami telah menerima misi itu, anda masih belum bergabung dalam kelompok prajurit bayaran kami, dan kurasa tidak perlu memberi tahu hal tersebut kepada anda."

"Kau kau kau…"

Walker menunjuk ke arah Rhode dengan murka, tangannya sedikit bergetar dalam kemarahan.

"Ternyata kau mengelabuiku! Kalau begitu aku keluar!"

"Silakan."

Rhode bahkan tidak memandang ke arah Walker saat menghadapi sikap marahnya. Pemuda itu tahu bahwa Walker sebenarnya adalah seorang masokis. Jika Rhode tidak memberinya pelajaran , maka Walker tidak akan menurut padanya di masa depan. Karena itulah, sejak awal, dia tidak repot-repot bersikap sopan padanya. Selain itu, bahkan jika Walker meninggalkan kelompok mereka, hal itu tidak akan terlalu berpengaruh pada rencananya. Karena dia sudah membentuk strategi untuk menantang misi tersebut dengan batas minimum dua orang saja. Dan sekarang, mereka mendapatkan tenaga bantuan tak terduga dari Marlene, dan karenanya sangat tidak masalah bagi Rhode jika Walker batal bergabung dengan mereka.

"Tidak mengherankan jika seorang pengecut menjilat kata-katanya sendiri."

"Kau…kau…"

Walker merasa darahnya hampir mendidih dan hampir pingsan. Di saat yang bersamaan, Marlene yang berdiri di pintu masuk juga tertawa pelan, memandang Rhode dengan ceria.

Karena Rhode selalu memasang muka datar, tadinya Marlene berpikir bahwa dia adalah pendiam. Tapi setelah berinteraksi dengannya, ternyata Rhode cukup banyak berbicara, dan terkadang perkataannya menyakitkan. Mungkin usianya tidak jauh berbeda dengan Marlene, tapi setiap kali dia berdiri di samping Rhode, Marlene merasa bahwa pemuda itu terlihat mirip dengan sebuah menara yang menjulang. Gadis itu tidak pernah merasa seperti ini pada orang yang umurnya sama atau tidak terlalu jauh beda dengannya.

Atau mungkinkah dia adalah pengecualian?

Setelah menatap Rhode selama beberapa saat, Walker akhirnya menyerah. Dia menurunkan tangannya dan mengalihkan pandangan.

"Baiklah, Nak. Kau menang. Aku jadi ingin melihat seberapa buruk kematianmu nanti. Aku akan ikut denganmu, tapi begitu aku merasa ada yang tidak beres, maka aku akan segera kabur! Aku mungkin saja tua, namun aku masih belum bersedia mempercayakan nyawaku pada bocah sepertimu!"

"Tidak masalah."

Rhode mengangkat bahu dengan cuek.

"Jika anda bisa melakukannya, maka aku tidak akan berbicara lebih jauh."

Apa maksudnya?

Walker merasa bingung dan terkejut pada saat bersamaan. Apa maksud Rhode?

Chapitre suivant