Menjelang pukul 08.00 pesawat mulai landing. Nizam dapat melihat kerlap-kerlip lampu di ibukota Azura. Gedung-gedung pencakar langit terlihat menjadi terang. Bahkan taman-taman kotapun tampak terang benderang. Sungguh suatu kota yang modern dan indah. Hampir 3 tahun Ia tidak pulang walaupun hari libur. Nizam lebih suka berkutat di kampusnya daripada pulang.
Pilot mengarahkan kapalnya ke arah jalan yang diterangi oleh lampu-lampu petunjuk arah. Dengan gaya yang sangat profesional pilot itu mendaratkan pesawatnya dengan mulus. Nizam turun dari pesawatnya diikuti oleh pengawalnya. Begitu tiba di bawah ada beberapa orang yang sudah menyambutnya. Termasuk calon mertuanya perdana menteri. Mereka segera membungkuk penuh rasa hormat pada pewaris tahta kerajaan. Pertama kali Nizam segera mendatangi perdana menteri sebagai bentuk kesopanan. Karena memang Perdana menteri memiliki jabatan yang paling tinggi dipemerintahan setelah raja.
"Assalamualaikum Paman Salman" Kata Nizam sambil menjabat tangannya lalu menyentuhkan pipinya pada pipi Perdana Menteri sebagai tanda keakraban. Ada juga mentri pertahanan dan mentri sosial yang turut menyambutnya. Ada juga asisten ruangan tempat dimana Nizam tinggal. Ada beberapa pengawal yang semuanya bersenjata. Ada sekitar 4 mobil limousine yang terparkir yang siap membawa Nizam ke istana.
"Apa kabar yang mulia selama di Amerika? Yang mulia terlihat sehat dan semakin tampan" tanya perdana menteri seraya mengagumi ketampanan calon menantunya.
"Alhamdulillah baik Paman, bagaimana keadaan di Istana? Apakah semua berjalan baik? "
"Pemerintahan lancar walau Tuanku Baginda kadang merasa tidak sehat. Syukur Alhamdulillah hamba bisa menangani itu semua. Tetapi istana terasa hampa karena tidak ada pangeran. Semoga kedatangannya Pangeran kali ini akan mengembalikan keceriaan istana. Oh ya, Hamba harap kedatangan pangeran kali ini untuk selamanya. "
"Syukurlah kalau semua berjalan dengan baik. Sayang sekali saya tidak dapat memenuhi keinginan Paman untuk tinggal selamanya di Azura karena saya masih harus ke Amerika setahun ke depan kuliahnya masih belum selesai."
"Sangat mengecewakan Tuanku, tetapi Kami semua sangat bangga dengan prestasi yang mulia. Kami berharap Tuanku kelak dapat menjadi raja yang cerdas dan bijaksana."
"Aamiin, Insha Alloh"
Baru saja Nizam mau melangkah menuju mobilnya tiba-tiba ada mobil yang menuju ke arah kumpulan mereka. Para pengawal langsung bersiaga. mereka melangkah ke depan dan menjadikan diri mereka sebagai perisai. Dari dalam mobil turun empat orang pemuda. Ternyata mereka adalah adik tiri dan sepupunya. Pangeran Husen, Pangeran Thalal, Pangeran Hamdan dan Pangeran Rasyid.
Mereka adalah saudara sekaligus sahabat terdekat Nizam. Sejak kecil Mereka selalu bersama. Pangeran Husen adalah putra sulung dari Ratu Aura, Pangeran Thalal adalah putra sulung dari Ratu Zenita, Pangeran Handam adalah anaknya paman Hasyim adik ayahnya sedangkan Pangeran Rasyid adalah anak dari Bibi Zahra. Adik terbungsu dari ayahnya. Mereka berempat khusus menyambut kedatangan ketua grupnya. Nizam tersenyum menyapa mereka. Hatinya mendadak sedikit riang. Ia lalu berkata pada mereka.
"Alangkah bahagianya melihat kalian lama tak bersua. "
Keempat saudaranya itu langsung memeluk Nizam bergantian.
"Apa boleh kami berlima naik mobil bersama?"
Tanya Pangeran Husen pada perdana menteri. Sebenarnya perdana menteri tampak keberatan tetapi Ia memahami kerinduan lima saudara yang saling bersahabat itu. Akhirnya perdana menteri mengangguk setuju. Disambut dengan tawa bahagia para pangeran tampan itu.
Didalam mobil mereka tak henti-hentinya berbincang. Sementara sopir mengemudikan mobilnya dengan Hati-hati. Ada lima pangeran yang harus ia bawa dalam mobilnya dan salah satunya adalah pewaris tahta kerajaan. Ia membawa mobilnya seakan orang yang sedang menyebrang pada sebilah bambu dimana salah sedikit saja akan jatuh terpelet ke dalam jurang.
"Melihat dari roman wajahmu yang tidak biasanya, Aku berani taruhan pasti kamu telah menemukan seseorang yang membuatmu jatuh cinta." Pangeran Thalal berkata sambil menyelediki wajah Nizam yang memang sedang sedikit gundah.
Ketiga pangeran lainnya langsung memperhatikan wajah Nizam sambil tersenyum - senyum.
"Aku tidak percaya si gunung es bisa jatuh cinta, matanya tidak pernah mampir pada gadis secantik apapun itu, bukankah kita dulu sempat mengira ia adalah penyuka sesama jenis. Pangeran Thalal bahkan tidak pernah berani tidur seranjang dengan Pangeran Nizam.. ha.. ha.. ha.. takut dia. "Pangeran Rasyid berkata sambil tertawa tak percaya. dengan perkataan Pangeran Thalal.
"Ya.. ya.. benar, Aku masih ingat ketika ada kunjungan dari Kerajaan Hambra. Raja Hambra datang bersama istri dan anak gadisnya putri Alisha yang cantiknya bagai bidadari. Sementara kita semua melihatnya dengan tidak berkedip hanya dia satu-satunya diantara kita yang tidak meliriknya." Kata Pangeran Husen
"Padahal dengan wajah setampan ini, gadis mana yang tidak akan tergila-gila. Kuda betina saja kalau melihat Kakak Pangeran Nizam dia akan lari mengejarnya." Kembali pangeran Husen berkata dan langsung disambut tawa riuh.
"Apa benar Kamu mempunyai tambatan hati di Amerika sana? Kalau benar maka Sekarang tiba saatnya Kau harus membuat gebrakan, Bawalah salah satu gadis dari dunia luar kemari, agar Istana tidak selalu muram dan membosankan. Jadikan saja dia istri kedua atau ketiga. " Pangeran Handam menatap sepupunya itu.
"Betul kata Hamdan.. Gadis-gadis Azura sangat membosankan walaupun mereka cantik-cantik. " Rasyid mengeluh.
"Mereka bodoh-bodoh. Tahunya cuma bersolek dan mengurus kukunya. Giliran di ajak ngobrol serius pada tulalit semua" Pangeran Husen tertawa terbahak-bahak.
"Sst.. Hati-hati kalau bicara, terdengar oleh Paman Salman kamu bakalan dihukum. Bukankah calon istrimu Putri Elisa orang Azura juga," Hamdan menyimpan telunjuknya di bibirnya.
Pangeran Husen terdiam ia merenggut kesal.
"Aku tidak menyukai gadis itu, Aku lebih suka gadis pelayan di bagian Perpustakaan kerajaan. Dia pintar dan cantik." Pangeran Husen bersungut-sungut.
"Ha.. ha. ha...Berarti tidak semua gadis Azura bodoh-bodoh. Bukankah gadis pelayan itu juga orang Azura. "Pangeran Rasyid berkata sambil mentertawakan Pangeran Husen. Suasana di mobil kembali riuh oleh suara tawa.
"Sebentar lagi di surat kabar harian Azura Nasional akan terpampang berita. "Seorang Pangeran Berdarah Bangsawan Mencintai Gadis Pelayan Perpustakaan." Pangeran Hamdan mengolok-ngolok pangeran Husen. Pangeran Husen hanya merenggut kesal. Tapi kemudian Ia pun Kemudian turut tertawa terbahak-bahak. Membayangkan kalau hal itu benar terjadi maka Ibunya bisa ngamuk tujuh hari tujuh malam.
Hanya Nizam yang cuma senyum-senyum dari tadi. Jangankan tertawa memperlihatkan giginya pun tidak. Tetapi bukan berarti dia tidak menikmati suasana saat bersama saudara-saudaranya. Tetapi memang sudah karakternya yang memang tenang dan dingin. Ia merindukan candaan saudara - saudaranya ini. Di Amerika Ia tidak memiliki teman dekat karena rahasianya takut diketahui oleh orang lain sehingga Ia jarang berinteraksi dengan yang lain.
"Ngomong-ngomong Aku tidak terlalu suka dengan paman Salman yang terkadang bertingkah bagai raja." Pangeran Thalal berkata sambil melirik pada Nizam. "Maafkan Aku kakak. Terlepas dia adalah calon Ayah mertuamu, tetapi dia benar-benar mendominasi seluruh urusan kerajaan. Ayahanda kelihatannya terlalu lemah." pangeran Thalal berkata lagi. Nizam hanya mengguman. Ia bukannya tidak tahu tentang masalah ini.
" Maka dari itu Kakak ayolah cepat menikah agar kakak segera dapat menjadi raja. Bukankah salah satu syarat menjadi Raja adalah harus memiliki status telah menikah" Pangeran Husen menimpali perkataan Pangeran Thalal sambil memohon pada kakaknya. Matanya menatap Kakak tirinya dengan penuh harap.
"Benar Kakak Ayolah. Liburan kali ini tidak ada salahnya diisi dengan pesta pernikahanmu. Aku dengar dari Ibunda Ratu permaisuri kau libur dua minggu. Waktu yang cukup untuk melangsungkan pernikahan." Pangeran Husen berkata lagi.
"Kamu pikir gampang menikah. Lagi pula melihat raut wajah Kakak kita ini. Aku serasa punya firasat kalau Kakak benar-benar sedang galau. Lihat saja wajah yang biasanya datar sekarang terlihat galau. " Pangeran Thalal terus menerus memperhatikan wajah Pangeran Nizam. Ia adalah sarjana lulusan psikologi sehingga sedikitnya Ia memahami kejiwaan orang.
Pangeran nizam tidak menjawab Ia hanya tersenyum saja mendengar pernyataan dari adik tirinya itu.
"Teruslah Kalian menerka dan berceloteh. Kalian benar-benar sudah menghiburku. "
"Huuuh.. Kau kira kami para gadis penari sehingga bisa menghiburmu. " Pangeran hamdan ditimpali kalimat-kalimat persetujuan dari yang lain.
Sambil berbincang-bincang membuat perjalanan menjadi tak terasa sudah sampai ke Istana.