webnovel

clara.pov

ini kedua kalinya aku bisa tidur nyenyak di malam hari. kenapa aku bisa seperti ini? kupikir tadi malam aku akan terjaga sampai pagi, ternyata tidak, aku tertidur tidak lama setelah dave tidur. apakah ini karena ada dave di sampingku? atau karena begitu nyamannya kamarku? atau aku memang sudah sembuh dari insomniaku? entahlah, aku tidak mengerti, ini benar-benar membingungkan, tapi itu tidak terlalu penting sekarang karena aku sudah tidak sabar untuk lari pagi menyusuri hutan pinus. setelah mencuci muka dan gosok gigi, aku mengganti pakaianku dengan pakaian olahraga, kuikat rambut ikalku yang lumayan panjang dan kusampirkan handuk kecil di pundakku. aku keluar kamar dengan mengendap-ngendap, takut jika sampai membangunkan dave yang masih tidur, dia terlihat lelah, mungkin dia bekerja terlalu keras selama ini sampai seperti itu, kasihan jika sampai dia terbangun karenaku.

begitu keluar kamar aku sudah bisa melihat beberapa pelayan sedang bekerja, mereka menyapaku begitu lewat di depanku.

" pagi nona clara" ya, nona, itulah panggilanku disini, agak aneh juga sih dipanggil seperti itu, biasanya pembantuku di rumah papaku memanggilku dengan sebutan non, tidak menyangka hanya dengan tambahan huruf a akan jadi seaneh ini. tapi tidak masalah, lama-lama aku akan terbiasa.

aku mendekati seorang pelayan yang sedang mengganti bunga.

"bisa minta tolong panggilin ratih buat nemenin aku lari pagi? aku tunggu lima menit di taman sana, suruh pake baju sama sepatu olahraga" kataku. sebenarnya aku bisa saja menyuruhnya menemaniku, tapi dari semua pelayan, yang aku kenal hanya ratih, itupin hanya sekedar tau namanya dan pernah ngobrol sekali yaitu kemarin. selain itu aku merasa pelayan-pelayan disini bukanlah pelayan biasa, seluruh pembantu di rumah papa berasal dari kampung dan penuh kasih sayang, seperti keluarga sendiri bagiku. tapi disini mereka semua terlihat kaku namun elegan. mereka berjalan dengan tegap dengan pandangan mata kedepan, tidak ada keraguan di mata mereka, mereka juga terlihat awas setiap saat mereka juga cepat dalam bekerja, tidak ada bekerja sambil mendengarkan musik dangdut atau apa. pakaian mereka bukan daster-daster batik seperti pembantuku, tapi jangan berpikir mereka mengenakan pakaian gotik ala-ala pelayan di inggris. mereka mengenakan celana kain panjang warna hitam dan atasan kemeja putih dengan outer rompi hitam, sepatunya flatshoes hitam, rambut selalu diikat ekor kuda. intinya yang mereka kenakan cukup nyaman dan memudahkan mereka untuk bergerak dengan cepat. yang laki laki kuga kurang lebih seperti itu dengan tambahan alat komunikasi yang entah namanya apa di telinga mereka. ini memang aneh di mataku atau aku yang terlalu miskin dibanding dave hingga perbedaan pelayan saja begotu mencolok. ah.... mungkin arti pelayan dan pembantu memang berbeda, pelayan lebih elegan dari pembantu, itu yang bisa kuterima saat ini. dan itu semua membuatku enggan untuk berinteraksi dengan mereka, sangat tidak nyaman. aku lebih suka hubungan yang dekat seperti keluarga.

"baik nona" jawab playan itu lalu berlalu dari hadapanku.

aku turun menuju taman dan melakukan pemanasan, tak ada lima menit ratih datang dengan gaya yang sporty.

"kita pemanasan dulu" kataku.

"baik nona" jawabnya, lalu mulai melakukan pemanasan. aku kagum dengan ratih, dia bisa melakukan pemanasan dengan baik, jauh lebih baik dariku yang dulu pernah mengikuti ekskul silat di smp dan sma. yah.... begini-begini aku sedikit bisa melakukan teknik-teknik dalam silat.

setelah merasa cukup aku memasang earphoneku dan memutar lagu. aku dan ratih menuruni undakan tangga menuju lapangan lalu mulai berlari dengan perlahan menuju hutan pinus.

" anda sudah minta ijin bos dave?" tanya ratih.

"udah donk, katanya boleh" jawabku.

kamipun mulai menyusuri jalanan tanah yang tidak terlalu lebar, namun tetap cukup dilewati sebuah mobil. karena masih sekitar jam lima pagi, suasananya agak seram juga, masih lumayan gelap, masih ada kabut dan tentunya masih sepi, tidak ada orang yang berlalu lalang. tapi tetap menyenangkan.

aku berlari dengan semangat, sudah lama aku tidak joging seperti ini, terakhir kuingat aku lari pagi yaitu saat aku masih kuliah. kuliah, benar-benar sesuatu yang buruk dan menakutkan.

aku menggelengkan kepalaku berusaha melupakan kejadian-kejadian mengerikan itu, berusaha fokus dengan pernapasanku yang benar-benar buruk, bagaimana bisa aku lupa cara mengatur napas saat berlari? rileks.... rileks.... dan akhirnya berhasil. sesekali aku melirik ratih, dia bisa berlari dengan napas teratut, tidak terlihat lelah sama sekali, mungkin dulu sebelum jadi pelayan dia sempat mengikuti kegiatan atletik atau barangkali dia juga atlet tapi mungkin karena faktor ekonomi dia terpaksa berhenti dan memjadi pelayan disini.

"hah, aku.... capek, mau istirahat" ujarku setelah hampir 1 jam berlari, kira-kira aki mrnempuh jarak 3 km dan ini sangat melelahkan. aku dan ratih menghentikan langkah kami dan berjalan menepi di pinggir hutan. kuluruskan kakiku, ratih menyerahkan sebotol air putih padaku, aku baru sadar kalau dia sedari tadi membawa tas tempat air minymum, seharusnya aku tadi juga membawanya jadi dia tidak perlu menyerahkan miliknya.

aku segera meneguk botol itu, rasanya benar-benar segar saat air itu melewati kerongkongan yang kering. aku mengatur napasku dan mengelap keringatku dengan handuk yang kubawa sementara ratih masih melalukan gerakan-gerakan peregangan, dia tidak terlihat capek sama sekali, benar-benar keren.

"kamu pernah ikut atletik?" tanyaku.

"tidak sama sekali" jawab ratih sambil tetap melakukan peregangan.

"pantesan kamu bisa kuat kaya gini, keren banget" kataku tanpa sungkan mengungkapkan isi hatiku.

"anda juga, meskipun kelihatannya lemah tapi anda bisa lari dengan baik" puji ratih, hohoho, hidungku terasa kembang kempis, aku berdiri dan membusungkan dadaku.

"jangan ngejek kamu, gini-gini aku pernah ikut silat.... hehehe.... hiat!" aku melalukan tendangan sabit ke arah ratih, hanya sekedar gerakan, tidak ada niat menyakiti atau mengenainya sedikitpun, tapi apa ini? what the....

"kya! jangan banting aku...!!!" jeritku panik saat ratih menagkis tendanganku dan dengan cepat membalik keadaan dengan hampir membantingku, tapi ia berhenti di tengah-tengah dan hanya sedikit mengangkatku.

"saya tidak mungkin melakukan itu, nanti bos bisa bunuh saya" kata ratih lalu tersenyum, dimataku sekarang dia begitu menakutkan.

"hehehe, aku juga gak ada niatan nendang kamu, aku cuma nunjukin tendanganku" kataku sambil melepaskan diri dari ratih.

bruk, aku kembali menghempaskan diriku di dekat pohon untuk melanjutkan istirahatku.

"iya, saya tau, tapi gerakan anda masih ada yang kurang, anda kurang mengangkat kaki anda dan tidak ada power dalam tendangan anda, hanya sekedar kecepatan yang anda punya" ujar ratih, sama persis seperti yang dikatakan guru silatku dulu. dia benar-benar ahli sepertinya, aku tidak boleh macam-macam dengannya.

"meskipun begitu.... tetap saja, tidak mungkin bos dave memilih pendamping hidup sembarangan" kata ratih.

"maksud kamu?" tanyaku.

"ya.... orang seperti bos tidak mungkin memilih wanita biasa untuk selalu di sampingnya, wanita itu harus punya kelebihan tertentu untuk pantas bersanding dengan bos, bukan sekedar wanita cantik yang hanya bisa menghambur-hamburkan uang mentang-mentang suaminya kaya" ujar ratih.

"aku gak punya kelabihan apapun ratih" kataku sambil menunduk, sadar dengan keadaanku. apa yang bisa dikatakan kelebihan dariku? silat? yang benar saja? aku tidak pernah lulis ujian kenaikan tingkat. olahraga? staminaku payah banget. otak? aku selalu masuk peringkat sepuluh besar dari belakang. cantik? itu bukan kelebihan, itu anugerah. memasak? keahlian papa dan mamaku tidak mengalir di darahku sama sekali. lagi pula, bagaimana mungkin dave tau apa kelebihanku (walupun sebenarnya tidak ada), kami baru sekali bertemu sekali saat aku tak sengaja menabraknya kapan itu.aku hanya wanita biasa yang masih labil dengan berbagai trauma yang membuatku makin terlihat buruk.

"tentu punya, tapi mungkin anda tidak sadar, menurut saya anda pantas mendampingi bos" kata ratih terdengan jujur dan tulus. yah.... semoga saja apa yang dikatakannya benar-benar begitu.

Chapitre suivant