webnovel

clara.pov

tadi wajahnya benar-benar menakutkan, dia seperti marah dengan sesuatu, entah apa itu, bisa saja karena perkataanku, tapi dia bilang tidak ada hubungannya dengan itu, jadi kuanggap aku tidak menyinggungnya. sebaiknya apa yang kulakukan hari ini? sebenarnya aku sedang membutuhkan rak buku untuk menaruh koleksi komikku yang kubawa dari rumah, tapi aku sangat malas bepergian jadi kusuruh seorang pengurus vila untuk membelikannya. setelah sarapan Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Villa. Turun ke bawah menuju sebuah lapangan kecil melewati undakan tangga dari batuan yang di kanan-kirinya merupakan sebuah taman bunga dengan struktur tanah yang dibuat terasering. Lapangan ini termasuk wilayah vila yang berarti merupakan milik Dave juga. Di sekelilingnya terdapat pohon pinus yang berjajar rapi.

"hutan pinus itu masuk wilayah dave?" tanyaku pada ratih, pelayan yang menemaniku jalan-jalan.

"tidak semuanya, sebagian besar masuk kawasan cagar alam milik pemerintah, bos dave hanya punya beberapa hektare yang berada di area sekitar vila" hanya beberapa hektare? hanya? yang benar saja? sebenarnya seberapa kaya orang ini? bagaimana mungkin di usianya yang masih muda ini bisa begitu sukses?

"kita jalan-jalan sekitar hutan ya" kataku.

"em.... sebaiknya jangan dulu, biasanya di area hutan sana, walaupun ada jalanan untuk lewat biasanya tetap ada warga sekitar atau petani yang lewat" kata ratih.

"memangnya kenapa kalau ada warga yang lewat?" tanyaku.

"bukan kenapa-kenapa, saya hanya mencegah sesuatu yang buruk terjadi pada anda" kata ratih.

"ratih.... mereka cuma warga, gak ada yang perlu ditakutin, lagian emang sebagai orang baru disini udah sewajarnya kalo aku coba bersosialisasi sama mereka, iya kan?" ujarku.

"anda benar, tapi tidak untuk hari ini, mungkin besok setelah anda minta ijin pada bos dave" ujar ratih.

"masa cuma jalan-jalam doank harus minta ijin sama dia?" protesku, ratih tersenyum.

"kan anda istri bos, jadi apapun kegiatan anda bos harus tau" jelas ratih, aku berdecak kesal. kenapa tidaak boleh sih? menyebalkan.

"ya dah, kalo gitu kita balik aja" kataku, lalu berjalan cepat meninggalkan lapangan menuju vila, entah kenapa hanya karena itu aku begitu kesal. aku masuk ke kamarku, lalu mengecek handphoneku. papa, ternyata sejak tadi papa meneleponku. segera ku telepon balik papaku.

"halo, papa"

"clara, apa kabar sayang?" mendengar suara papaku dadaku terasa sakit, dan mataku terasa panas.

"clara sehat pa" jawabku.

"syukurlah kalau begitu, tadi malem papa gak bisa tidur karena mikirin kamu"

"gak usah sampai kaya gitu kali pa cuma gara-gara mikirin aku, aku aja bisa tidur nyenyak kok, kalo papa gak bisa tidur gara-gara gak tinggal bareng aku lagi gimana aku bisa tenang disini?" kataku.

"wah, kalo gitu mulai nanti malam papa akan tidur nyenyak, papa gak mau hidup kamu disana gak tenang, oh ya, gimana kabar dave? dia baik kan sama kamu?" dave? mendengar namanya disebut aku kembali teringat percakapan kami tadi sewaktu sarapan dan hatiku menjadi sakit karenanya. orang macam apa yang bisa bilang seperti itu di depan istrinya tanpa memperlihatkan perasaan bersalah ataupun minta maaf? hanya dia mungkin. memang aku tidak mencintainya tapi tetap saja hatiku terasa sakit.

"dave sehat, sekarang lagi kerja, dia baik banget sama aku pa cuma ya.... masih canggung gitu" jawabku.

"kamu nangis clara?"

"ah, enggak pa, sebenernya clara agak flu, masih penyesuaian suhu kali ya, soalnya disini dingin banget, tapi pemandangannya bagus banget pa, kapan-kapan papa harus kesini" balasku, tidak sepenuhnya berbohong, disini memang dingin dan pemandangannya juga bagus, aku tidak ingin papa tau aku sedang menangis.

"ya sudah kalo cuma flu, kapan-kapan papa akan kesana. sudah dulu ya, kamu jaga kesehatan, jangan keseringan begadang, jangan sampai telat makan" pesan papa.

"papa juga, ntar malem tidur lho pa, jangan sampe sakit, dah papa, clara sayang papa"

"papa juga sayang clara"

telepon ditutup, kuhempaskan diriku di ranjang tangisku semakin menjadi. tidak pernah kubayangkan jauh dari papa akan semenyedihkan seperti ini.

Chapitre suivant