webnovel

Chapter 62: Perasaan Aileen

Namun tentu ia tidak akan memberikan laptop ini sekarang dan menggunakannya untuk latihan selama Riku bersamanya agar dia tidak bergantung pada teori yang ada di buku. Iapun kembali ke ruang tamu melihat Riku yang tampak masih asyik dengan bukunya, Rei pun duduk di sampingnya dan meletakkan laptop yang di bawanya di atas meja.

"Riku. Papa pingin kamu praktekin apa yang di ajarin dalam buku-buku itu. Kalau udah bisa papa bakal kasih kamu soal gimana?"

"Liku mau coba!!"

Rei tersenyum dan dia mulai memberikan Riku pengarahan. Anak itu belajar dengan cepat meski jari tangannya masih pendek, ia sedikit kesulitan untuk menekan tombol keyboard dan membuatnya sedikit lambat namun hal itu tidak menghalanginya sama sekali. Dia tampak benar-benar berkonsentrasi mempraktekkan apa yang di ajarkan Rei padanya. Tidak terasa waktu berlalu dan sekarang sudah pukul dua belas tengah hari. Riku sudah membaca buku yang di berikan Rei padanya dan membiarkan laptop yang di gunakannya tadi di isi kembali batrainya sementara Rei duduk di sampingnya sambil saling mengirim pesan dengan Aileen. Rei memberitahukan semua yang terjadi dan hal itu sepertinya membuat Aileen kesal. Namun dia sepertinya tidak terlalu memperdulikannya dan meminta Rei menjemputnya juga kedua anak kembarnya di sekolah tadi. Rei pun beralih menatap Riku.

"Riku, ayo kita jemput mama dan kedua kakakmu."

Mendengar perkataan Rei anak itu mengangguk. Ia menutup bukunya dan meletakkan buku itu kembali kedalam tas yang berisi barang-barangnya.

"Ayo kita pelgi papa!!"

Rei tertawa kecil dan iapun menggendong Riku dan membawa tas berisi barang-barangnya itu ke mobilnya.

***

Aileen bersama kedua anaknya berdiri depan gerbang sekolah menunggu Rei menjemputnya. Ia tidak memperdulikan sindiran orang-orang di sekitarnya mulai dari orang tua murid lain sampai guru. Aileen memang tidak memperdulikannya tapi kedua anak kembarnya Melody dan Melisa menatap orang-orang itu dengan tatapan dingin seakan siap melakukan apapun untuk melindungi ibu mereka. Mereka sadar dengan umur ibu mereka yang masih sangat muda orang-orang dengan mudah akan salah faham dan hal ini sudah terlalu sering terjadi. Ibu mereka tidak pernah menyebut mereka "anak angkatku" kepada orang di sekitarnya dan selalu berkata "anak-anakku", ibu mereka juga tidak pernah ambil pusing tentang kesalah fahaman orang-orang yang mendengar perkataannya . Aileen tidak pernah merasa kalau yang di katakannya adalah kesalahan karena anak angkat atau bukan mereka tetap anak-anaknya dan hal itu tidak akan pernah berubah.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil sport muncul. Tentu ia kenal siapa pemilik mobil itu. Mobil itu berhenti di hadapannya dan kaca depan mobil itupun terbuka.

"Apa aku telat?"

"PAPA?!!"

Kedua anak kembar itu terkejut melihat ayah angkat mereka tampak tersenyum ke arah mereka bertiga bersama adik mereka yang tampak duduk di pangkuan ayah mereka. Meski gaya rambutnya agak berbeda dengan yang ada di foto mereka tetap mengenali sosok ayah angkat mereka. Tanpa banyak bicara keduanya langsung naik ke kursi belakang sementara Ibu mereka duduk di samping ayah mereka dan Riku yang tadinya duduk di pangkuan ayah mereka pindah duduk di pangkuan ibu mereka.

"Kamu gak nakal sama papa kan?"

Riku tentu menggeleng dengan senyuman di wajahnya.

"Dia gak nakal Aileen. Dia cuma membaca di sampingku dan aku ngajarin dia beberapa hal."

"Papa kemana aja selama ini? Kak Kinan marah banget gara-gara papa gak pulang-pulang."

Tanya salah satu anak kembar berambut pendek yang duduk di kursi belakangnya yang ia tahu bernama Melisa dari name tag yang ada di pakaiannya. Mendengar perkataan Melisa ia kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu saat ia bertemu dengan Kinan di depan rumah Aileen. Anak laki-laki itu sepertinya cukup over protective terhadap ibunya dan ia tidak merasa aneh kalau Kinan marah padanya.

"Bukannya gak mau pulang, kerjaan papa gak bisa di tinggal. Sekarang aja papa harus kerja sambil nemenin kalian."

Mendengar penjelasan ayah mereka dan mengetahui sesibuk apa dia keduanya Melody dan Melisa agak khawatir dengan ayah mereka. Ayah mereka ternyata memang benar lebih sibuk dari ibu mereka tapi hari ini untuk pertama kalinya ayah mereka bisa meluangkan waktunya untuk mereka meski dia masih harus bekerja juga.

"Rei kamu baru sembuh dari demam, aku sudah minta mas Aksa buat ngurangin pekerjaan kamu yang banyaknya keterlaluan itu kan?"

"Iya, kamu gak usah khawatir. Aku cuma harus mengawasi seseorang lewat kamera CCTV kok."

.

Aileen merasa agak merinding karena sikap Rei sekarang sangat mirip dengan Rendi. Apalagi suara lembutnya itu. Rendi seakan tidak pernah pergi dari sisinya dan melengkapi sesuatu yang hilang dari dirinya. Namun dia tahu Rei bukan Rendi dan dia hanya bersikap seperti ini karena ada Riku, Melody, dan Melisa bersama mereka. Setelah ini dia akan kembali menjadi Rei yang dingin. Gila kerja. Dan menjahili anggota T.I.M bersamanya. Tidak lama kemudian mereka sampai di kampus Aileen dan Rei langsung memarkirkan mobilnya di tempat parkir dan mereka semua pun keluar dari dalam mobil dengan Rei yang menggendong Riku sambil membawa laptop dan tas yang berisi buku Riku.

"Aku pergi dulu. Bisa tolong bawa mereka makan siang?. Aku bakal hubungi Kinan biar dia gak nyariin Riku, Melody dan Melisa nanti."

"Aku ngerti, mendingan kamu masuk sekarang."

Aileen mencium pipi Melody, Melisa dan Riku sebelum kemudian mencium pipi Rei sebagai ucapan terimakasih sekaligus agar ketiga anaknya tidak bertanya macam-macam. Wajah Rei terlihat langsung memerah membuat ketiga anak itu tertawa. Rei tidak menyangka Aileen akan menciumnya juga tentu dia merasa kaget namun dia merasa senang meski mungkin tidak terlihat dari wajah datarnya.

"Mama pergi dulu. Jangan nakal sama papa ya?"

"Iya mama~"

Ujar ketiga anak itu serempak. Perkataan mereka tentu membuat para mahasiswa kaget. Aileen sudah menikah dengan seorang pria kaya (dilihat dari mobilnya) dan punya tiga orang anak?!! Para perempuan dalam hati bahagia mengetahui salah satu primadona dari jurusan kedokteran sudah ada yang punya karena pria incaran mereka akan berhenti mengejar-ngejar Aileen sementara sebagiannya lagi iri karena Aileen mendapatkan seorang laki-laki yang bukan hanya tampan dan mapan namun juga terlihat penyayang.

Para laki-laki yang jelas menyukai Aileen mengeluarkan aura depresi karena gadis incaran mereka sudah di ambil oleh orang lain. Rei tentu tersenyum puas melihat reaksi mereka dengan begini Aileen tidak akan di dekati oleh siapapun lagi iapun membawa ketiga anaknya ke cafe tempat biasa dirinya menunggu Aileen pulang sambil mengawasinya lewat mini cam yang terpasang di dalam gedung sambil menunggu pesanannya dan ketiga anak itu di cafe.

***

Sementara itu Aileen berjalan ke arah kelasnya tentu dengan orang-orang yang masih terus menatapnya. Ada pula yang memberinya selamat meski dia tidak mengerti apa alasannya. Tentu dia punya dugaan namun dia memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya, kalau karena rumor ini para laki-laki yang mencoba mendekatinya menjauh dia akan merasa sangat lega. Sesampainya di kelas Aileen menghampiri Reyna dan Mikha yang sudah menatapnya seakan ingin ia memberikan penjelasan kepada mereka. Aileen menghela nafasnya, sepertinya rumor menyebar sangat cepat.

"Itu gak benar oke?"

"Eh... padahal kita seneng lho kalau bener, lagian Rei keliatannya orang baik."

"Kalian ini, dia itu makhluk paling aneh yang pernah aku kenal! Pertama dia bersikap dingin padaku dan sangat menolak keberadaanku seakan aku itu beban! Tapi kadang tiba-tiba dia bersikap super baik sama aku bahkan kadang memperlakukanku lebih dari sekedar teman! Apa dia itu bipolar?!!"

Mikha dan Reyna tertawa mendengar kata-kata Aileen untuk pertama kalinya ada pria yang bisa membuat Aileen seperti ini selain Rendi. Semenjak Rendi meninggal Aileen tidak tertarik pada laki-laki manapun dan mereka mulai khawatir dengan masa depannya. Tapi sepertinya mereka sudah tidak perlu khawatir lagi dengan hal itu.

"Mungkin dia suka kamu Aileen~"

Goda Reyna sambil tersenyum jahil.

"Kalian ini ngaco ah, lagian mana mungkin ada laki-laki yang mau nikahin perempuan yang udah punya lima anak?"

"Ada kok Aileen, tadi aku sempet liat Rei di cafe sama anak-anak kamu. Keliatannya dia gak keberatan kok. Kalau dia mau lamar kamu kita dukung deh."

Ujar Mikha sambil tersenyum jahil juga membuat Aileen memutar kedua bola matanya malas.

"Kayak yang aku mau aja sama makhluk aneh kayak dia."

"Ayolah Aileen tubuh kamu gak nolak dia kan? Buktinya kamu bisa nyium dia. Dia juga keliatannya gak nolak di cium kamu tuh."

Perkataan Reyna membuatnya terkejut. Ia langsung menyadari kalau kedua temannya melihat apa yang tadi dia lakukan barusan. Wajahnya tampak memerah membuat kedua temannya itu kembali tertawa melihat reaksi Aileen yang kelewat imut bagi mereka.

"Itu kan gara-gara kami di depan anak-anak! Waktu kembali ke apartemen dia pasti bakalan ngegoda aku terus-terusan gara-gara hal itu."

Gerutunya dengan wajah yang masih memerah karena malu.

"Aileen kamu itu kenapa sih? Dia itu ganteng, mapan, bisa deket sama anak-anak kamu pula. Kurang apa lagi dia Aileen?"

Tanya Mikha yang tampak duduk sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya.

"Aku sama sekali gak ngerti apa yang ada di dalam otaknya."

Reyna dan Mikha kembali tertawa mendengar perkataannya. Rasanya mereka seakan kembali ke masa SMA saat Aileen dan Rendi masih belum bersama. Aileen pernah mengatakan hal yang persis sama dengan yang di katakannya saat ini pada mereka dulu. Mikhapun menanggapinya sambil sedikit bercanda.

"Aileen, kamu itu punya kekuatan tersembunyi buat bikin orang-orang aneh tertarik sama kamu. Bukannya Rendi juga bisa di bilang orang aneh? Kamu juga ngomongin hal yang sama persis ke aku sama Reyna sebelum kalian pacaran dulu."

Aileen tidak ingat jika dia pernah mengatakan hal yang sama dulu saat Rendi belum bersamanya namun rasanya sangat konyol untuk memikirkan hal seperti itu tentang dirinya dan Rei.

"Jadi kalian berasumsi kalau kami bakalan berakhir bersama? Itu hal paling konyol yang pernah aku denger."

"Kenapa gak? Kita kan gak tahu masa depan kayak gimana."

Aileen menghela nafas mendengar perkataan Reyna. Dia memang benar. Mungkin... jika seandainya Rei benar melamarnya. Dia mungkin akan menerimanya.

Chapitre suivant