webnovel

Apakah Sepakbola Lebih Penting Daripada Hidup Dan Mati? Bagian 3

Éditeur: Wave Literature

Saat itu adalah masa tergelap dunia sepakbola Inggris. Itu adalah momen yang paling tak terlupakan bagi banyak fans Liverpool hingga saat ini. Efek dari apa yang terjadi pada hari itu, akan terus mempengaruhi tim pada saat itu, dan bahkan juga di masa depan. Liverpool yang dulunya paling kuat akan jatuh sejak saat itu, berkutat dalam batas antara rasa sakit dan bingung, tak bisa menemukan jalan untuk kembali.

Sebagai akibat dari insiden saat itu, semua stadion di Inggris diubah dari stadion berdiri menjadi stadion duduk, dan pagar yang digunakan untuk mencegah para hooligan sepakbola membuat masalah juga telah dicabut. Selain itu, mereka juga meningkatkan beragam aspek keamanan stadion itu sendiri. Sekarang, saat para penggemar duduk di kursi plastik dan menonton pertandingan di stadion yang telah diperbaharui, mereka tahu jauh di dalam lubuk hati mereka bahwa semua kursi itu dibayar dengan 96 nyawa.

Waktu seolah membeku pada 15 April 1989, pukul 15:05 sore. Waktu terjadinya Tragedi Hillsborough.

"... Ada semakin banyak orang yang bergegas masuk dari gerbang, terus dan terus bertambah. Kami melihat para penggemar Liverpool di tribun penonton disebelah kami didorong dan ditekan, tapi orang-orang masih terus masuk. Tribun itu ada tepat disebelahku, dan ada seorang anak kecil tergencet ke pagar dan berteriak meminta tolong padaku. Tapi aku... aku sangat ketakutan. Aku tak pernah melihat pemandangan yang mengerikan seperti itu." suara Michael mulai bergetar. "Aku tidak tahu bagaimana aku bisa membantunya. Wajahnya menjadi merah karena tergencet, dan darah mulai mengalir keluar dari lubang hidungnya."

Michael tidak tega untuk melanjutkan, dia memegangi kepalanya sambil meletakkan keningnya ke atas meja. Napasnya yang keras dan berat bergema di seluruh bar yang kosong.

Setelah beberapa saat barulah suara Michael kembali terdengar. "Aku belum pernah sedekat itu dengan kematian. Banyak sekali orang yang jatuh di depan mataku, mereka meratap, menangis, dan merintih. Dan aku hanya bisa berdiri di sana sambil tercengang. Anak lelaki yang memohon padaku untuk menyelamatkannya sudah berhenti menangis, dia sudah berhenti membuat suara apapun. Usai insiden itu, aku baru tahu bahwa anak itu masih berusia 10 tahun dan dia datang menonton dengan tetangganya."

"Kejadian itu membuatku menyadari betapa konyol hidupku selama 10 tahun terakhir. Aku, serta John dan anggota yang lain, selalu menganggap bahwa kami kuat dan ganas. Mendapat luka dan berdarah adalah suatu penghargaan bagi kami. Kapanpun kami berkelahi, kami akan berteriak keras, 'Hanya satu diantara kita yang bisa hidup.' Tapi saat kematian yang sesungguhnya muncul di hadapan kami, kami semua terpana, sangat ketakutan hingga tubuh kami gemetaran. Setelah itu, ketika kami saling membantu untuk keluar dari stadion, aku melihat seorang pria seusiaku, diseret keluar oleh dua orang polisi. Dia berusaha melepaskan diri, berteriak sekeras-kerasnya, 'Lepaskan aku, dua putriku masih di dalam sana! Aku bukan hooligan sepakbola.' Saat itu, aku merasa malu pada diriku sendiri atas semua tindakan masa laluku. Tony, apa kau tahu apa penyebab dari semua itu?"

Tang En menjawab dengan nada menduga, "Terlalu banyak orang?"

"Tidak, kami. Kami di masa lalu adalah orang-orang yang menyebabkan tragedi itu." kata Michael sambil memukul dadanya. "Selama ini kami tak pernah mengakui bahwa kami adalah 'hooligan sepakbola', meski kami tahu bahwa kami adalah hooligan. Pada waktu itu, setiap tim sepakbola memiliki klub penggemar seperti kami. Media menyebut kami 'hooligan sepakbola' dan masyarakat pun menyebut kami 'hooligan sepakbola'. Untuk mencegah orang-orang seperti kami memasuki lapangan pertandingan dan menyebabkan masalah, hampir semua stadion pada saat itu memiliki pagar kawat setinggi delapan kaki yang dipasang di tribun penonton. Kalau stadion Hillsborough tidak punya pagar kawat seperti itu, para penggemar itu bisa dengan mudah berlari ke lapangan sepakbola. Meski hal itu akan menyebabkan pertandingan dihentikan untuk sementara, tapi apalah artinya satu pertandingan jika dibandingkan dengan nyawa 96 orang? Bahkan, ada penggemar yang berusaha untuk melarikan diri dari kerusuhan dengan memanjat pagar kawat itu, tapi mereka dianggap sebagai hooligan sepakbola dan dijatuhkan kembali ke tribun yang sudah sangat padat!"

"Setelah pertandingan itu, aku, John, Bill, dan anggota lainnya meninggalkan geng. Mark Hodge berusaha keras meyakinkanku agar tetap tinggal, tapi aku sudah mengambil keputusan. Hodge menganggap kami telah mengkhianati mereka dan memutuskan hubungan dengan kami. Tapi, aku sama sekali tak peduli. Hodge berpikir bahwa kami adalah pengecut, dan hanya orang-orang seperti dia-lah yang dianggap pejuang pemberani, penggemar tim yang paling bersemangat dan setia. Tapi itu hanya ada di dalam pikirannya sendiri. Aku hanya ingin berhenti menjalani kehidupan seperti itu, di mana kapan saja aku bisa dipukuli sampai mati. Setelah itu, aku menikah, dan setahun kemudian, aku punya Gavin. Aku akan pergi ke stadion City Ground dan menonton pertandingan setiap kali pertandingan kandang diadakan, dan lalu datang ke sini untuk minum dan mengobrol kapan pun aku punya waktu luang. Aku benar-benar menyukai kehidupan seperti ini."

"Lalu kenapa kau tak mau melanjutkannya?" bujuk Tang En.

"Karena kehidupan seperti ini sudah meninggalkanku. Aku mencintai sepakbola. Aku benar-benar menyukainya. Tapi apa yang diberikan oleh kesukaanku pada sepakbola? Aku kehilangan putra kesayanganku!" Michael mencengkeram gelasnya erat-erat, dan kontak antara telapak tangannya dan gelas kaca itu mengeluarkan suara berderit. "Fiona tak pernah setuju aku pergi menonton ke stadion, dan dia semakin menentangku saat aku membawa Gavin. Tapi aku sangat keras kepala, dan bertengkar dengannya beberapa kali tentang ini. Tony, aku mencintai sepakbola, aku mendukung sepakbola, tapi kecintaanku ini membuatku kehilangan anakku satu-satunya. Kalau aku terus keras kepala tentang ini, aku akan kehilangan istriku, keluargaku..."

Melihat pria yang didera kesedihan itu, Tang En tak lagi punya alasan untuk membujuknya agar kembali ke tribun penonton di stadion.

Pencipta dinasti Liverpool, manajer paling mengesankan sepanjang sejarah klub, Bill Shankly pernah mengatakan ini:

"Beberapa orang percaya bahwa sepakbola adalah masalah hidup dan mati. Saya sangat kecewa dengan sikap itu. Saya bisa meyakinkan Anda bahwa sepakbola itu jauh, jauh lebih penting daripada itu."

Tapi, pada saat itu, bisakah dikatakan bahwa "sepakbola jauh lebih penting daripada hidup dan mati"? Setelah tragedi Hillsborough terjadi, Scousers mulai meragukan kutipan terkenal dan filosofi sepakbola Bill Shankly itu. Sekarang, Tang En juga merenungkannya.

Michael berdiri, dan berkata pada Tang En, "Karena itu, aku benar-benar minta maaf, Tony. Aku tak bisa lagi menonton pertandinganmu. Sekarang kau tak perlu khawatir aku akan memukulmu kalau kau tak berhasil ke Liga Utama Inggris. Selamat tinggal. Aku harus pergi. Semoga beruntung, Tony."

Tang En tidak mencoba membujuknya untuk tetap tinggal. Melihat Michael menghilang dari balik pintu bar, Tang En bergumam pada dirinya sendiri, "Aku merasa cemas kau akan memukulku? Lelucon apa itu, kau bahkan tak bisa mengalahkanku dalam perkelahian, Michael. Tapi aku benar-benar berharap kau akan memukulku satu kali. Aku janji aku takkan membalasnya."

Chapitre suivant