webnovel

Sebuah Pertemuan

Éditeur: Wave Literature

Fragrant Pavilion Road dipenuhi dengan orang-orang, tetapi Yale, George, dan Reynodls secara jelas dapat melihat sosok perempuan tidak jauh dari mereka. Sejak Linley dan Alice bersama, Yale, George, dan Reynolds telah dikenalkan kepada Alice. Dengan jelas, mereka tahu bahwa perempuan itu adalah Alice.

"Itu Alice," kata George dengan suara pelan.

Tepat saat ini, Alice berjalan berdua bergandengan tangan dengan laki-laki lain, sebuah senyuman terlihat di wajahnya. Jika Linley di sini, dia dapat mengenali siapa laki-laki ini, yaitu Kalan.

"Bajingan!." Tampak hasrat ingin membunuh di wajah Yale.

Reynolds juga marah. "Selama dua bulan belakangan ini, Liney selalu pergi ke rumahnya lagi dan lagi, menunggunya dengan sabar. Dia pun telah merekam aktivitasnya ke dalam Memory Crystal seperti seorang idiot. Bahkan dia memberi tahu kita bahwa dia ingin menikahi Alice, perempuan ini. Sialan!"

"Bagaimana mungkin saudara kita pantas bersama dengan perempuan j*lang ini?"George juga ikut kesal.

Yale mengeluarkan ejekan."Tidaklah pantas bagi kita untuk ikut campur. Mari kita ke Jade Water Paradise dan akan kita beritahu saudara ketiga ketika dia kembali. Hal yang paling penting sekarang adalah membantu saudara ketiga untuk bersiap secara mental. Jika tidak? Aku khawatir dia tidak akan kuat dengan kejutan ini."

George dan Reynolds mengangguk.

….

Di dalam ruangan pribadi di Jade Water Paradise, Yale, George, dan Reynolds duduk dengan wajah cemberut. Mereka tidak memesan wanita pendamping, yang ada hanya cangkir berisi jus. Mereka khawatir ketika mereka mabuk, mereka tidak bisa bertingkah dengan pantas di depan Linley.

"Aku mengenal saudara ketiga dengan baik." George khawatir. "Biasanya dia tidak berkata banyak, dan seorang pekerja keras. Banyak perempuan di sekolah kita yang mengejarnya. Dia tidak pernah sekalipun menerima mereka. Namun, laki-laki semacam dia, sekali jatuh cinta, maka dia akan jatuh lebih sakit daripada kalian berdua."

Yale dan Reynolds, keduanya mengangguk.

Bagi Yale dan Reynolds, kehilangan seorang perempuan, artinya mereka bisa mendapatkan perempuan yang baru. Bukan masalah besar bagi mereka. Namun, selama setahun belakangan ini, setiap hari, ketika mereka bercanda dengan Linley, mereka dapat mengetahui dari reaksi Linley bahwa dia benar-benar mencintai Alice.

"Ini membuatku muak." Yale meminum segelas jus dalam sekali tenggak.

Reynolds mendengus. "Bos Yale, janganlah marah. Ini hanya soal perempuan. Saudara ketiga mungkin akan sakit hati, tapi setelah itu, semuanya akan baik-baik saja."

Yale mengangguk.

Yale, Reynolds, dan George, mereka bertiga adalah anggota klan besar, dan itulah kenapa masa kecil mereka ketiganya dipengaruhi oleh klan masing-masing. Bagi Reynolds dan George, sayangnya, klan mereka memiliki aturan yang ketat. Namun Yale, dia sudah bergaul dengan wanita sejak dia kecil.

Waktu berlalu, detik demi detik, menit demi menit. Yale dan dua lainnya duduk terdiam.

Hingga di tengah malam, dengan suara 'creak' pintu terayun terbuka. Linley berjalan masuk, badannya bau alkohol. "Hey, kalian semua masih di sini?"

Yale tertawa keras. "Kami menunggumu."

"Saudara ketiga, kamu tidak menunggu Alice sepanjang waktu ini, kan?" George berkata dengan nada biasa.

Linley mengangguk lalu duduk. "Kalian tidak minum semalam?" Linley membungkuk lalu mengeluarkan sebotol anggur keras dari dadanya, kemudian menuangkan secangkir untuk dirinya sendiri.

"Saudara ketiga, kami ingin mengatakan sesuatu." Yale berkata dengan senyuman tipis.

"Bicaralah." Suasana hati Linley sedang sangat buruk.

Yale berkata pelan. "Malam ini ketika di jalan, kami melihat seorang perempuan. Dia terlihat seperti Alice. Sejujurnya, kami memang terlalu jauh, jadi kami tidak bisa melihat dengan jelas. Namun, perempuan itu sedang bergandengan dengan laki-laki lain."

"Bohong." Linley berkata dengan nada sedang tidak ingin berdebat.

Yale terkejut.

Reynolds menepuk bahu Linley dengan tawa. "Saudara ketiga.Kita semua adalah laki-laki. Sebagai laki-laki, bagaimana bisa kita membiarkan perempuan mengendalikan kita? Alice tidak muncul beberapa kali. Jika aku jadi kau, aku sudah memutuskannya sejak lama. Bahkan jika dia berlutut di depanku, aku tidak akan mempedulikannya."

"Saudara keempat, kau memang bocah nakal. Bagaimana kau bisa mengerti perasaanku?" Linley berkata sambil tertawa dan menenggak secangkir besar anggur. "Cukup mengobrolnya. Suasana hatiku sedang buruk. Ayo temani aku minum."

Reynolds, Yale, dan George bertukar pandangan. Mereka tidak bisa melakukan apapun kecuali menemani Linley.

Paginya, Linley, Yale, George, dan Reynolds, semuanya tertidur di atas meja. Linley lah yang pertama bangun.

Melihat ketiga sahabat baiknya, senyum kecut muncul di wajah Linley. Di dalam hatinya, dia berkata, "Bos Yale, saudara kedua, saudara keempat… kalian semua menemaniku minum dan terus menyemangati aku. Aku paham yang kalian pikirkan. Dengan Alice melewatkan janji temu beberapa kali, aku pun sudah merasa janggal, tapi … aku tidak percaya. Aku tidak ingin untuk percaya."

Linley berjalan ke arah jendela dan melongok ke bawah.

Kini waktu menunjukkan pukul lima atau enam pagi. Kota Fenlai seperti baru terbangun. Hanya beberapa orang saja yang berjalan dan bersiap kerja. Kebanyakan orang masih tertidur.

"Linley." Doehring Cowart keluar dari cincin Coiling Dragon.

Doehring Cowart berpakaian jubah putih panjang. Janggut putihnya pun panjang.

"Kakek Doehring." Ketika melihat Doehring Cowart muncul, Linley tiba-tiba merasa dirinya bak perahu kecil yang akhirnya menemukan pelabuhan.

Melirik ke teman-teman Linley yang tertidur, Doehring Cowart tertawa. "Linley, kau memiliki tiga sahabat yang baik. Untuk masalah perasaan antara laki-laki dan perempuan, aku hanya dapat berkata seperti ini. Dalam 1300 tahun aku hidup, dari apa yang aku lihat, mungkin hanya satu dari sepuluh orang yang berhasil pada cinta pertamanya."

"Kakek Doehring, aku mengerti." Linley mengangguk kecil. "Namun… aku percaya kepadanya."

Doehring Cowart juga mengangguk. Dia tidak berkata apa-apa lagi.

….

Pada pertengahan November, Linley meletakkan dua Memory Crystal ke dalam ranselnya dan pergi menuju Kota Fenlai lagi, dan sekali lagi tiba di depan rumah berlantai dua.

"Paman Hudd, sudahkah Alice pulang?" Linley bertanya kepada penjaga bernama Hudd dengan sopan.

Hudd menggelengkan kepala. "Belum. Sudah sebulan lebih sejak Nona Alice pulang. Dia belum kembali sekali pun."

"Belum pulang sekali pun?" Linley cemberut, dahinya berkerut. "Ya sudah Paman Hudd, aku pergi dulu." Linley berpamitan.

Berjalan sendirian di Dry Road, Linley berjalan ke bar tapi tidak masuk ke dalam. Bebe secara mental berkata, "Bos, janganlah khawatir.Alice tidak pulang, mungkin dia punya urusan penting yang harus diurusi. Contohnya, mungkin dia sedang berlatih.Bisa jadi begitu. Jangan berdiri di sini dengan berpikir buruk."

"Benar juga. Mungkin dia sibuk." Mata Linley pun berbinar kembali.

Melihat ini, Bebe hanya dapat mengerutkan hidungnya. "Bos, kau jatuh cinta terlalu dalam hingga dirimu menjadi bodoh. Hanya dengan beberapa kata penyemangat, kau sudah bisa bangkit lagi."

"Dasar kau bocah. Tidak ada alkohol untukmu hari ini sebagai hukuman." Linley tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis.

Namun Linley harus mengakui setelah bercanda dengan Bebe, suasana hatinya membaik.

….

29 November. Hari ini badai salju terjadi, dan salju menyelimuti segalanya dengan warna putih. Linley, Reynolds, Yale, dan George duduk bersama di dalam kereta. Kusirnya adalah seseorang dari klan pedagang milik Yale, dan di belakang mereka beberapa prajurit menjaga patung Linley.

"Saudara ketiga. Sebentar lagi akan ada ujian akhir tahun. Kira-kira siapa ya yang akan dinobatkan sebagai siswa jenius yang pertama kali mencapai Mage Tingkat 6?" Yale berkata sambil cekikikan.

George dan Reynolds merasa sangat bangga.

Karena minggu sebelumnya, Linley telah mencapai Tingkat keenam.

Sejujurnya, Linley telah mencapai Tingkat keempat ketika berumur 13 tahun, Tingkat kelima ketika berumur 14 tahun, dan sekarang dia hampir berumur 17 tahun. Setelah dua setengah tahun, Linley akhirnya mengalami transisi dari Mage Tingkat kelima menjadi Mage Tingkat keenam.

Dalam waktu dua setengah tahun!

Bagaimana dengan Dixie, yang sebelumnya dianggap sebagai jenius di institute?

Dixie menjadi Mage Tingkat 5 ketika ia berumur 12 tahun, tapi sekarang ia telah berumur 17 tahun. Lima tahun telah berlalu.Sejujurnya, perkembangan Dixie sangatlah cepat. Namun, jika dibandingkan dengan Linley, yang telah menggunakan teknik memahat batu milik Straight Chisel School, Dixie lebih lambat.

Bila di ujian akhir tahun, Linley telah mencapai Tingkat keenam mendahului Dixie, maka Linley akan dinobatkan sebagai siswa Ernst Institute jenius nomor satu.

"Saudara ketiga, cobalah tersenyum. Menjadi Mage Tingkat keenam adalah pencapaian yang pantas untuk dibanggakan," kata Reynolds mencoba menyemangati.

Linley hanya mengangkat sudut bibirnya.

"Kau menyebut itu senyuman?" Reynolds sengaja menggoda Linley.

Linley akhirnya mengeluarkan senyuman. "Baiklah saudara keempat, jangan ganggu aku dulu sementara ini." Linley sudah menentukan, kali ini, apapun yang terjadi, dia akan menemui Alice. Jika dia tidak bisa menemuinya di Kota Fenlai, dia akan mengunjungi Wellen Institute untuk mencarinya.

Apapun yang terjadi, dia harus bertatap muka dengan Alice dan meluruskan masalah yang terjadi.

Membuka jendela kereta, Linley membiarkan angin dingin masuk. Dia tidak bisa tidak menyipitkan mata. Di luar, semuanya berwarna putih, bahkan langit pun dipenuhi dengan salju berbentuk bulu. Sembari menikmati pemandangan, waktu lekas berlalu, dan mereka tiba di Kota Fenlai.

Setelah mengantar tiga patung ke Proulx Gallery, keempat bersaudara ini makan bersama, dan berpisah.

Hingga sekarang, pendapatan Linley terbilang tinggi. Hampir setiap bulan, ia dapat mengumpulkan 20.000 koin emas. Oleh karena itu, Linley tidak begitu peduli dengan uang lagi. Dengan ransel berisi dua Memory Crystal, Linley menuju rumah Alice.

"Bos, seingatku, ini kali keempatmu ke Kota Fenlai dengan membawa Memory Crystal itu kan?" Bebe berkata dengan nada tidak setuju." Bagaimana kalau kau memberikannya ke Delia saja? Aku lebih suka Delia."

Dari Bulan Oktober hingga sekarang, ini kali keempatnya Linley membawa Memory Crystal ke Kota Fenlai.

"Cukup Bebe." Linley berkata sambil merengut.

Berjalan di jalanan yang tertimbun salju, suara salju terinjak terdengar di setiap langkah Linley. Singkat cerita, dia tiba di rumah berlantai dua.

Setelah menyapa Hudd, Linley berbalik pergi.

"Sekali lagi, dia tidak pulang." Linley kembali cemberut. "Wellen Institute!" Linley segera berjalan menuju ke Wellen Institute.

Kota Fenlai, Fragrant Pavilion Road

Alice sedang berjalan di jalan, bergandengan tangan dengan Kalan. Kalan berkata dengan nada lembut," Alice, kau tidak mau memperjelas hubunganmu dengan Linley?"

"Mungkin nanti."Alice menggelengkan kepalanya.

Kalan mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi.

Matanya memandang Alice, perempuan yang tangannya ia genggam, Kalan mau tidak mau tersenyum. Sejak kecil, Kalan telah menaruh hati kepada Alice. Di dalam hatinya, dia selalu menyukai Alice, tetapi dia tidak menduga bahwa Alice akan berpacaran dengan Linley.

Ketika pertama kali Alice dan Linley berpacaran, Kalan marah besar.

Sejak kecil, Kalan selalu menganggap Alice adalah miliknya. Bahkan jika Linley menolongnya sebelumnya, soal cinta, Kalan tidak mau kalah. Oleh karena itu, ia menggunakan beberapa trik kecil untuk mendapatkan apa yang dia mau.

"Cinta pada pandangan pertama? Pahlawan yang menyelamatkan seorang putri?" Kalan dipenuhi rasa jijik."Ketika dihadapkan dengan kenyataan, semuanya rapuh seperti kertas putih.

Menggandeng tangan Alice, Kalan benar-benar puas.

"Alice, kapan kau ingin menjelaskan ke Linley?" Kalan bertanya kembali. Kalan benar-benar tidak tahan Alice dan Linley masih dalam status berpacaran.

Alice menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu kapan. Namun aku percaya, kalau aku tidak bertemu dengan Kak Linley dalam waktu lama, lambat laun, rasa ini akan hilang. Ketika saat itu tiba, aku akan meminta putus, dan dia tidak akan bereaksi keras."

"Kau benar. Paling tidak, Linley telah menyelamatkan kita sekali." Kalan mengangguk.

Ketika mereka berjalan, menuju persimpangan jalan antara Dry Road dan Fragrant Pavilion Road. Kalan sadar kalau Alice tiba-tiba berhenti. Dia mau tidak mau penasaran dengan Alice, tapi Alice terlihat terkejut ketika melihat ke arah Dry Road.Wajahnya pucat pasi. Kalan juga menoleh.

Seorang pemuda memakai jubah berwarna putih bulan, berdiri di sana, tidak bergerak sedikit pun. Dia menatapnya penuh kejut. Wajahnya kehilangan warna seperti putihnya salju.

"Linley!" Wajah Kalan berubah seratus delapan puluh derajat.

Chapitre suivant