webnovel

Gunung Suci (Bagian II)

Éditeur: Atlas Studios

"Saudari-saudariku, itu Gunung Suci! Kita sudah menemukannya!"

Cara berteriak untuk mengekspresikan kegembiaraannya yang meluap. Namun banyak penyihir yang berada tetap di tempat, membeku dalam keheranan. Penyihir yang lainnya memeluk teman-teman di sekitar mereka.

Namun, Scarlett mengerutkan alisnya. "Apakah itu benar-benar Gunung Suci?"

"Ada apa? Apa ada yang salah?" Tanya Daun, sambil berbisik. Pertanyaan yang sama juga terngiang di benaknya. Kota yang berada di langit itu tidak tampak seperti yang ada di naskah-naskah kuno, yang berkilauan dan megah. Meskipun menara itu juga terlihat spektakuler, keseluruhan kota itu berwarna abu-abu dan hitam, dan bahkan di siang hari sekalipun, kota itu terlihat suram. Belum lagi kota itu juga dipenuhi kabut berwarna merah tebal yang mirip seperti darah.

"Ada sesuatu … yang berkerumun di dalam gua-gua itu." Suara Scarlett terdengar agak serak. "Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi makhluk-makhluk itu tidak menyerupai para dewa …."

Daun merasa merinding di sekujur tubuhnya. Scarlett bisa melihat anggota Asosiasi Persatuan Penyihir yang berdiri paling jauh, dan dari cara ia berbicara Daun merasa tidak tenang. Sayang sekali, Kilat ikut pergi bersama Nightingale, jika tidak Kilat bisa terbang lebih dekat untuk melihat kota itu.

"Saudariku! Gunung Suci sudah di depan kita." Cara melambaikan tangannya saat ia berteriak. "Sedikit lagi, dan kita akan hidup abadi!"

Cara segera menyuruh penyihir yang bernama Batu untuk menggendongnya ke depan. Daun ingin menghentikan mereka tetapi ia langsung berhenti. Daun ingat apa yang terjadi pada Wendy dua minggu yang lalu. Daun merasa takut jika ia membuat para anggota asosiasi berkecil hati, itu tidak akan berkenan di hati Cara, dan Cara juga tidak akan berhenti mendekati kota itu.

Para wanita itu mulai mempercepat langkahnya. Setelah meninggalkan kaki gunung, salju tampak semakin berkurang dan suhu sekitarnya juga lebih hangat. "Ini hal yang dilarang dalam sebuah legenda, ini adalah tempat di mana manusia tidak bisa menjejakkan kaki di sini," pikir Daun, "tapi ada bekas jejak kaki di tanah tak bertuan ini. Jika Kilat berada di sini, apakah ia akan merasa senang?"

Jika melihat ke belakang, gunung-gunung yang menjulang di belakang Daun tampak bergerak naik dan turun, seperti rintangan yang tidak bisa dilewati. Daun menebak bahwa justru karena keberadaan Pegunungan Tak Terjangkaulah binatang iblis tidak bisa langsung menyerang kepemukiman penduduk, melainkan binatang-binatang itu harus melewati wilayah yang berada di utara.

Jika mereka bisa menemukan Gunung Suci bagaimanapun caranya, tidak peduli apa pun rintangannya, mereka tidak perlu bertanya-tanya lagi dan akhirnya mereka bisa memiliki kedamaian … Daun menghela nafas dengan pelan. Sejujurnya, Daun juga tergerak ingin ikut ketika Nightingale berbicara kepada anggota asosiasi tentang semua yang ia lihat dan dengar di Kota Perbatasan. Ketika Wendy bertanya siapa yang ingin pergi dengan Nightingale, ia ingin sekali mencoba untuk maju dan memberi tahu namanya. Tapi akhirnya, ia masih gagal melewati batasannya, dan harapannya hanya menjadi bayangan masa lalu.

Daun menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin memikirkan hal-hal yang sudah berlalu. Daun berjalan untuk mengikuti kelompok itu dan melintasi garis berwarna kuning dan putih menuju ke padang belantara.

Namun, tidak lama kemudian hal-hal aneh mulai terjadi. Tidak peduli bagaimana mereka mempercepat langkah mereka, kota itu juga terlihat menjauh dengan kecepatan yang sama. Setelah dua jam berjalan, "Gunung Suci" itu masih berada di awan, tidak lebih kecil, juga tidak terlihat lebih besar. Seolah-olah … mereka sama sekali tidak berjalan ke mana pun.

"Guru, mari kita beristirahat, saudari-saudari kita sudah lelah," kata Penyihir yang bernama Batu. Selama ini, sejumlah wanita telah bergantian menggendong Cara, tetapi Batu yang telah menggendongnya paling lama.

"Tidak, bagaimana kita bisa berhenti sekarang!?" Cara menolak saran mereka tanpa ragu. "Ini adalah sebuah ujian dari para dewa, saudariku. Jika kita tidak memiliki tekad yang kuat, kita tidak akan pernah mencapai Gunung Suci! Kita tidak bisa berhenti sekarang. Kita harus bergerak terus sampai gerbang Gunung Suci muncul di hadapan kita!"

Melihat usaha untuk membujuk Cara sia-sia, para wanita itu akhirnya bergerak maju kembali.

Namun situasinya tidak juga berubah, dan sambil berjalan para penyihir itu juga telah bertemu dengan binatang iblis sebanyak dua kali. Kali yang kedua mereka berhadapan dengan dua binatang iblis yang dapat berubah bentuk. Daun mengeluarkan ilalang panjang untuk melilit binatang itu, tetapi kekuatannya tidak bisa mencegah salah satu dari anggota asosiasi yang terluka dan berdarah.

Monster-monster itu akhirnya terbunuh dan mereka menyadari bahwa langit semakin gelap. Senja semakin dekat. Kota itu tetap berada di depan mereka, tetapi siluet kota itu tampak memudar, sepertinya kota itu menghilang dengan sendirinya.

Menurut pengalaman mereka selama ini, mereka harus menemukan lahan yang tepat untuk mendirikan perkemahan. Namun daerah ini benar-benar berbeda dari Pegunungan Tak Terjangkau, yang tampak hampir sepenuhnya datar dan dipenuhi dengan binatang Iblis. Mereka tidak bisa bermalam di tempat ini.

"Guru, kita harus kembali ke kaki gunung! Biarkan Scarlett yang memimpin, dengan Sinar Merah yang menyinari jalan. Mungkin kita bisa berhasil kembali ke kaki gunung pada waktu tengah malam."

"Tidak!" Cara berteriak, "Kita telah menghabiskan sepanjang hari untuk datang ke sini tanpa henti. Pada titik ini, kita telah menghabiskan lebih dari setengah kekuatan kita dan tidak mungkin untuk kembali ke kaki gunung dengan kecepatan yang sama. Saudariku, mari kita lanjutkan kembali. Kita akan beristirahat setelah kita mencapai Gunung Suci."

"Bagaimana dengan Sherry?" Orang-orang itu bertanya, mereka menunjuk seorang penyihir yang telah tewas dan jatuh ke tanah.

"Kita tidak punya waktu untuk menguburnya," Cara menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tinggalkan ia di sini. Bumi yang akan menguburnya."

Daun memejamkan matanya dengan sedih. Seorang saudari telah meninggalkan mereka untuk selamanya. Jika saja Daun memiliki lebih banyak kekuatan, maka Sherry tidak perlu mati di tanah gersang ini di mana bahkan batu nisan pun tidak bisa ditemukan.

Ketika orang-orang itu sedang duduk di tanah dengan perasaan ragu apakah mereka harus tetap maju ataupun kembali ke kaki gunung, penyihir yang bernama Batu tiba-tiba berseru, "Lihatlah ke langit, kota itu menghilang!"

Daun membuka matanya, mendongakkan kepalanya, dan melihat bahwa langit telah berubah warna menjadi abu-abu hitam. Awan-awan telah bersembunyi di balik gelapnya malam, dan bersama mereka, kota itu telah menghilang tanpa jejak. Seolah-olah kota itu tidak pernah ada.

Semua orang berdiri dengan diam, dan untuk sesaat, ada sebuah keheningan yang begitu mencekam.

Ada sebuah kota yang tidak pernah bisa kamu capai, karena kota itu adalah sebuah gambar yang mengambang di udara, dan ketika matahari terbenam ilusi itu pun menghilang … Daun tiba-tiba teringat akan cerita dari petualangan yang Kilat lakukan mengenai orang-orang yang berada di laut yang melihat berbagai penampakan aneh. Daun bergidik. "Kita telah ditipu …" ia berbisik sebelum akhirnya ia berteriak, "Kita telah ditipu, itu bukan Gunung Suci! Apa yang kita lihat adalah sebuah fatamorgana!"

"Sebuah fatamorgana?" Cara menoleh ke belakang, wajahnya tampak sangat berang. "Apakah fatamorgana itu?"

"Kilat pernah menyebutkan dalam ceritanya bahwa fenomena ini sering terjadi pada perjalanan jarak jauh, tetapi perjalanan yang dilakukan di darat lebih jarang terjadi. Yang kita saksikan tadi hanyalah sebuah ilusi. Kota yang sebenarnya mungkin terletak jauh dari hadapan kita atau tidak ada sama sekali!"

"Apakah itu berarti kota itu memang ada dan hanya dipindahkan ke suatu tempat begitu saja?"

"Aku …" Kata-kata Daun tercekat di tenggorokannya. "Aku tidak tahu."

Pada saat itu, Scarlett tiba-tiba berteriak, ia memperingatkan mereka, "Hati-hati! Ada sesuatu akan datang!" Scarlett menatap ke arah sesuatu yang bergerak di sebelah kiri, dan wajahnya terlihat jijik.

"Apakah itu binatang Iblis?" penyihir yang bernama Pencari Angin berjongkok, ia siap bertempur. "Ada berapa banyak binatang Iblis di sana?"

"Bukan …" Scarlett bergerak mundur dua langkah, "Aku tidak tahu apakah itu …."

Saat Scarlett berbicara, sebuah bayangan melesat dengan kecepatan tinggi dan langsung menuju kepada Scarlett. Meskipun Scarlett melihat cahaya yang terselubung bayang-bayang, ia tidak bisa menghindarinya. Bayangan itu terlalu cepat.

Dalam sekejap mata, bayangan itu menembus dada Scarlett, membuatnya terlempar ke belakang. Scarlett tertancap tepat di dadanya.

Benda itu adalah sebuah tombak.

Chapitre suivant