webnovel

You and My Destiny

:- KARYA PERTAMA -: Ketika Raka sakit hati karena penghianatan sang kekasih yang paling ia cintai, berselingkuh dengan musuh bebuyutan nya sendiri. Hingga saat dirinya hampir menyerah, Tuhan mempertemukan dirinya dengan Vania, seorang gadis lemah lembut yang membuktikan bahwa masih ada harapan di masa depan. Kedekatan antara Raka dan Vania terjalin seiring berjalannya waktu. Hingga Vania pun mulai memiliki perasaan pada Raka yang sekarang menjadi teman dekatnya. Saat Raka mulai membuka hati nya untuk Vania, sang mantan kekasih kembali dan meminta agar di beri kesempatan ke dua. Takdir bisa berubah jika kau merubah apa yang ada di pikiran mu. Bukan Tuhan yang jahat, tetapi pilihan mu lah yang salah. Story by : Risma Devana Art by : Pinterest

Risma_Devana · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
323 Chs

Siswa Baru Meresahkan

Hampir satu jam Vania berdiam di dalam gudang itu melihat seorang siswa yang terlihat sibuk merapikan beberapa barang di dalam gudang. Sebenarnya Vania juga tidak tega melihat siswa itu menjalani hukuman sendirian, namun Vania terlanjur kesal dengan ucapan siswa itu sehingga dia pun malas dan sama sekali tidak ada niatan itu membantu siswa itu menjalani hukuman.

Terlihat siswa itu mengusap peluh keringat yang membasahi keningnya. Meski pekerjaan yang ia lakukan tidak terlalu berat, namun keadaan gudang itu cukup pengap karena ventilasi udara nya juga kurang memadai.

Vania berdiri dari duduknya dan membuka tas sekolahnya untuk mengambil tissue wajah yang biasa ia bawa setiap saat. Gadis cantik itu berniat untuk memberikan tissue itu pada siswa yang belum ia ketahui siapa namanya karena ini adalah kali pertama mereka bertemu.

"Nih, buat bersihin wajah kamu," ucap Vania sambil menyodorkan tissue yang ada di tangannya.

"Makasih, tapi gue nggak perlu," sahut siswa itu dengan nada bicaranya yang menurut Vania sangat menyebalkan.

Vania masih berusaha untuk bersabar menghadapi sifat tengil cowok yang ada di hadapannya itu. Bahkan ketika di ajak bicara pun cowok itu enggan untuk melihat ataupun menatap wajah Vania meskipun sesaat. Ingatkan Vania untuk tetap menjaga image nya sebagai siswi lemah lembut yang biasa orang lain kenal.

Dengan terpaksa Vania kembali memasukkan tissue nya ke dalam tas sekolahnya. Helaan nafas dari Vania menandakan gadis itu benar-benar sudah mulai jengah.

"Apa kamu nggak bisa lebih cepat sedikit? Harus berapa lama lagi aku nunggu? Aku bisa terlambat masuk kelas nanti," gerutu Vania tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Memang sengaja Vania memancing emosi siswa itu karena Vania juga ingin membuat siswa itu merasakan bagaimana rasanya di buat kesal oleh orang yang sama sekali belum ia kenal. Dan sepertinya Vania cukup ahli dalam hal seperti ini.

"Lo diem aja kenapa sih? Kalau lo mau balik ke kelas lo ya udah balik aja. Cerewet banget, udah nggak mau bantuin nasib aja komplain," sarkas cowok itu.

"Ya kan kamu sendiri yang bilang kalau mendingan aku diem aja daripada harus ngerjain dua kali. Terus di sini yang salah siapa?" sahut Vania dengan polosnya.

"Ck, gue nggak tau kalau di sekolah ini ada cewek se-nyebelin lo. Kalau gue tau, mending gue cari sekolah lain," gerutu cowok itu.

Ah, rupanya siswa ini adalah siswa pindahan. Dan lebih parahnya dia terlambat di hari pertamanya pindah. Wah, benar benar sangat mengesankan bukan?

"Jadi, kamu baru di sekolah ini? Dan hari pertama? Pantesan aja aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya," ucap Vania sambil duduk kembali.

Sementara siswa itu langsung menoleh ke arah Vania. Sapu yang ada di tangan kanannya ia lempar dengan kasar ke arah Vania.

"Kalau emang gue anak baru terus kenapa? Lo pikir lo bisa seenaknya kayak gini?" geram siswa itu sambil memicingkan mata nya tajam menatap Vania.

"Kok kamu ngomong gitu sih? Kan aku cuma nanya aja, kenapa kamu jadi marah sama aku? Emangnya pertanyaan aku ada yang salah?"

Entah kenapa suasana di gudang itu serasa semakin panas karena perdebatan antara Vania dengan siswa baru itu. Jika di lihat sebenarnya ada salah paham di antara keduanya. Vania yang terlalu lugu dan si siswa baru yang mudah terpancing emosi.

Perlahan siswa baru itu mendekati Vania membuat Vania was-was karena takut dengan tatapan tajam dari cowok yang sama sekali tidak ia kenal itu.

"Sekarang berdiri dan bantu gue nyapu atau gue bilangin ke guru kalau lo cuma duduk santai sambil ngelihatin gue doang?" ancamnya tak main main.

Sontak saja Vania langsung berdiri dan mengambil sapu yang tadinya di lemparkan ke arahnya. Dengan cepat Vania langsung menyapu semua debu dan kotoran yang ada di lantai gudang olahraga itu.

Sementara siswa baru itu terdiam memandang Vania sambil tersenyum miring.

"Dasar cewek aneh!" gumamnya.

Tidak berselang lama semuanya beres. Lantai yang sudah cukup bersih dan juga barang-barang yang sudah di susun dengan rapi di tempatnya.

Vania meletakkan sapu yang ia pegang kembali ke tempatnya dan segera mengambil tas sekolahnya. Begitu juga dengan siswa baru itu yang juga meraih tas sekolahnya di atas rak.

Keduanya keluar dari gudang bersamaan dan berjalan beriringan.

"Duh, jadi kotor semua kan seragam aku,"

Vania terus bergumam sendiri di sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Dan tanpa ia sadari bahwa siswa baru itu masih berjalan di sampingnya hingga ia masuk ke dalam kelas. Kebetulan yang sangat mengherankan mengetahui bahwa siswa baru itu satu kelas dengan Vania.

"Kok kamu ikutan masuk ke kelas ini sih, kelas kamu mana?" tanya Vania sambil menautkan kedua alisnya kebingungan.

"Vania..." panggil Bu Maya dengan pelan.

"Iya, Bu?" sahut Vania menoleh melihat Bu Maya.

"Dia anak baru di kelas ini," jelas Bu Maya pada Vania.

"Apa?" ucap Vania yang hanya menggunakan gestur bibirnya tanpa bersuara.

Dengan canggung Vania langsung duduk di bangkunya dan menundukkan kepalanya karena malu. Ini jelas terlihat seperti bukan Vania yang biasanya pendiam dan pemalu. Vania yang sekarang benar jauh berbeda dengan Vania yang pertama kali menjadi siswi pindahan dari Bandung saat itu.

Sementara siswa baru yang berdiri di samping Bu Maya itu hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana ekspresi wajah Vania yang berubah seketika. Rasa ingin menertawakan Vania saat itu benar benar sudah meronta-ronta.

Bu Maya pun menyunggingkan senyum tipis dan melihat siswa baru itu.

"Perkenalkan dirimu lebih dahulu," pinta Bu Maya dengan sopan.

Siswa itu mengangguk kecil dan tersenyum menyapa seluruh penghuni kelas.

"Hello guys, nama gue Justin. Gue pindahan dari Singapura. Salam kenal," sapa Justin memperkenalkan diri.

"Kok lo lancar banget bicara Bahasa Indonesia?" Celetuk salah seorang siswa di dalam kelas itu.

Justin menyunggingkan senyumnya sedikit. "Gue keturunan Indonesia," jawabnya.

Tidak ada tanggapan lagi karena sepertinya para penghuni kelas sudah paham apa maksud Justin.

"Baiklah Justin, kamu boleh duduk di bangku kosong paling belakang. Dan... Pastikan untuk tidak terlambat masuk lagi, ya..." ucap Bu Maya dengan lembut tapi penuh penekanan.

Justin menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu mengangguk kecil sebagai jawaban. Dengan langkah perlahan Justin duduk di bangku kosong yang di tunjuk oleh Bu Maya.

Hampir semua perhatian penghuni kelas tertuju pada Justin. Memang pesona Justin juga tidak main-main, matanya yang hitam legam dan juga giginya yang gingsul, dan di tambah dengan tatanan rambut nya yang keren membuat aura Justin semakin meningkat dan memikat siapapun yang memandangnya.

Tidak terkecuali dengan Dimas dan Rizki.

"Heran, kenapa sih orang-orang pada cakep semua. Nggak bisa apa cakep nya di bagi gue dikit gitu?" gerutu Rizki.

Dimas yang mendengar itupun tersenyum jahat. "Makanya kalau lagi pembagian visual itu hadir. Jangan molor," sahut nya asal.

"Ya maaf, kan ngantuk!" timpal Rizki acuh.

"Dih, emang kadang suka nggak ngotak ini anak!" cibir Dimas sambil menggelengkan kepalanya takjub.

Sementara Justin tidak perduli sama sekali dengan desas desus penghuni kelas yang sedang membicarakan dirinya. Yang ia fokuskan sekarang adalah belajar dan memulai aktivitas barunya di lingkungan nya yang juga baru.

..