Jam istirahat hampir selesai. Semua murid yang tadinya bersantai di kantin segera bubar untuk kembali ke kelas mereka masing-masing. Termasuk juga dengan Vania, Raka dan teman-temannya yang lain.
Sebelum Vania dan teman-temannya beranjak pergi dari kantin, Rayvin dan Reno sudah lebih dahulu meninggalkan kantin karena jarak kelas mereka dari kantin cukup jauh. Dan bukan hanya karena alasan itu Rayvin pergi meninggalkan kantin lebih dulu, tapi juga karena dirinya sudah merasa semakin sesak ketika melihat Vania bercanda tawa bersama Raka.
Dengan santai, Rayvin dan Reno melangkahkan kaki mereka menyusuri koridor sekolah sambil berbincang sedikit tentang pelajaran yang akan di ajarkan di jam berikutnya. Namun tiba-tiba langkah Rayvin berhenti mendadak ketika mendengar suara seorang siswi yang tak asing baginya.
"Udahlah, lupain aja si Raka. Kenapa sih lo harus sampe segitunya ngejar dia buat balikan? Padahal lo sendiri yang dulu ngebuang dia. Sekarang apa? Lo malah mau ngemis ngajak balikan sama dia? Udah gila ya lo?" oceh Elsa dari dalam lab kimia.
"Kalau bukan karena cewek kegatelan itu, Raka pasti udah Nerima gue buat balikan. Semua ini karena Vania. Dia yang udah ngerebut Raka dari gue. Dasar cewek gak tau diri!" sahut Arin dengan ketus.
Mendengar pernyataan Arin yang menjelek-jelekkan Vania membuat Rayvin sangat geram dan kesal. Bagaimanapun juga yang di katakan oleh Arin adalah salah. Vania bukan gadis seperti apa yang di katakan oleh Arin. Dan Rayvin tau itu dengan pasti.
Karena sudah tidak bisa menahan amarahnya, Rayvin langsung menerobos masuk lab kimia itu dan menarik pergelangan tangan Arin dengan kasar. Tanpa perasaan kasihan sedikit pun, Rayvin menyeret Arin keluar dari dalam lab kimia tersebut.
"Tarik kata-kata lo barusan!" bentak Rayvin lantang.
Cengkraman tangan Rayvin pada tangan Arin semakin mengerat membuat Arin meringis kesakitan. "Lepasin tangan gue!"
Rayvin pun menghempaskan tangan Arin dengan cepat dan menatap gadis cantik itu dengan tatapan matanya yang tajam.
"Gue bilang sekali lagi... Tarik kata-kata lo barusan!" ucap Rayvin penuh penekanan.
"Maksud lo apaan? Lo nggak terima kalau gue bilang Vania itu ngerebut Raka dari gue?" ketus Arin sambil mengusap pergelangan tangannya yang ngilu.
"Mau sampe kapan lo berpikiran kayak gini? Apa otak lo udah geser sampe lo amnesia sama apa yang udah lo lakuin sendiri?" sahut Rayvin sambil ber-sendekap santai.
"Cih, gue sadar dan tau persis apa yang udah gue lakuin. Dan gue juga sadar kalau Vania itu emang murahan!" ucap Arin penuh penekanan di akhir kalimat yang ia lontarkan.
"ARIN!!!" bentak Rayvin lantang dan menggema di koridor sekolah.
Tak lama kemudian anak-anak bergerombol di depan laboratorium kimia melihat pertengkaran antara Arin dan Rayvin.
Sepasang bola mata Rayvin melotot sempurna karena sudah tidak bisa mengontrol emosi nya sendiri. Rayvin benar-benar marah pada perkataan Arin yang sudah melampaui batasan nya sendiri.
Melihat ekspresi Rayvin yang sangat marah tidak menggoyahkan komitmen Arin yang menyalahkan Vania karena Raka telah menolaknya. Gadis itu justru berniat untuk memperburuk suasana hati Rayvin saat ini.
"Kenapa emang? Bukannya kenyataan nya emang gitu? Vania itu murahan, dia udah ngerusak hubungan antara gue sama Raka tapi dia masih deketin lo kan? Lo itu Cuma di per alat sama dia. Jangan ketipu sama wajah polos dia!" Arin berbicara dengan suara yang meninggi tepat di depan muka Rayvin.
"Lo jangan kelewatan ya Rin. Sebenarnya siapa yang buat gara gara duluan sampe Raka ninggalin lo? Lo duluan kan yang selingkuh dan musuhnya Raka? Kenapa jadi lo nyalahin Vania?" balas Rayvin dengan tingkat emosi nya yang mencapai puncak.
"Tapi dia udah maafin gue dan mau balikan sama gue. Dan, si Vania yang kurang ajar itu pura pura marah sama Raka supaya Raka ngerasa bersalah dengan dia balikan sama gue. Lo nggak tau se licik apa cewek polos itu!!"
"Cukup Arin!!!" teriak Vania tiba tiba dengan lantang.
Semua perhatian kini teralih pada Vania yang tiba-tiba datang bersama dengan teman-temannya. Arin juga mendapati ada Raka di belakang Vania. Gadis itu sedikit gemetar karena takut Raka mendengar apa yang baru saja ia katakan.
Dan tentu saja Raka mendengar semuanya.
"Aku nggak tau sebenarnya apa salah aku sama kamu sampe kamu bisa tega banget kayak gini sama aku. Aku padahal udah selalu berusaha untuk terus nahan emosi aku dengan semua perlakuan kamu ke aku . Tapi ini keterlaluan!" sambung Vania.
Gadis cantik itu berjalan perlahan mendekati Arin tanpa rasa takut sedikitpun.
"Terus Lo mau apa? Lo enggak terima kalo gue sebut lo sebagai perusak hubungan orang?" ucap Arin sambil berkacak pinggang,
"Sekarang, aku hanya mau tanya sama kamu. Apa mau kamu?" tanya Vania masih berusaha mengontrol emosi nya.
"Simple. Mending lo pindah dari sekolah ini, dan kalo perlu, pindah rumah sejauh mungkin! Gue enggak mau lihat wajah sok polos lo itu!" Arin menunjuk wajah Vania.
Vania terdiam sesaat dan menatap tajam mata Arin, kemudian gadis itu tersenyum miring.
"Diam Lo!!" Teiak Dara menengahi pembicaraan antara Vania dan Arin.
*Plakkk
Tamparan keras mendarat di pipi Arin. Dara tidak kuasa menahan amarah nya ketika ia melihat Vania di tindas lagi oleh Arin. Bagaimanapun juga Vania adalah teman Dara. Melindungi Vania adalah prioritas Dara.
"Berapa kali gue bilang sama lo jangan pernah ganggu Vania. Lo nggak tau diri banget sih jadi cewek!" Maki Dara.
"Lo lagi? Kenapa sih Lo harus ikut campur urusan gue sama Vania? Apa karena lo itu sahabat Vania terus lo bisa se enaknya ikut campur urusan dia? Atau emang Vania nya yang pengecut ngandelin teman nya yang tomboy dan nggak tau diri ini buat jadi tameng?" sahut Arin yang tak kalah ganas dari Dara.
Dara mengepalkan tangannya kuat mendengar pernyataan dari Arin yang sangat mengejutkan baginya. Rasa ingin memukul Arin saat itu juga benar-benar meronta ronta di dalam benar Dara. Namun siswi tomboi itu masih berusaha menahan diri mengingat ini masih jam sekolah.
Raka yang juga melihat kejadian itu berniat untuk membalas perkataan Dara, namun ia kalah cepat dengan dari Rayvin.
"Arin cukup. Keterlaluan banget sih lo. Nggak cukup buat satu masalah dan kamu masih mau nyari masalah lagi? Yang nggak sadar diri di sini siapa? Lo masih punya otak yang waras kan?" tanya Rayvin sangat emosi.
Arin melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa semua orang sedang bergunjing tentang dirinya. Ia pun mundur beberapa langkah menjauhi Vania dan teman-temannya.
"Kalian semuanya benar benar bikin gue muak!! Lihat aja Lo Vania, ini semua belum berakhir dan gue akan tetap cari perhitungan sama lo!!"
Arin pun pergi meninggalkan mereka semua dan anak anak yang berkumpul segera bubar ketika bel sekolah berbunyi.
"Lo nggak apa-apa kan?" tanya Vivi pada Vania yang masih terlihat sangat syok.
Vania hanya menggeleng pasrah.
"Ayo ke kelas. Jangan pikirin soal Arin lagi, lain kali kita kasih dia pelajaran yang berharga," sahut Dara menggandeng tangan Vania.
Vania pun mengangguk kecil dan berjalan menuju kelasnya bersama kedua temannya dan juga kedua teman Raka.
Kini yang ada di depan lab kimia itu hanya ada Rayvin dan Raka yang masih saling beradu pandang dan saling melempar tatapan tajam.
**
**""""