webnovel

You and My Destiny

:- KARYA PERTAMA -: Ketika Raka sakit hati karena penghianatan sang kekasih yang paling ia cintai, berselingkuh dengan musuh bebuyutan nya sendiri. Hingga saat dirinya hampir menyerah, Tuhan mempertemukan dirinya dengan Vania, seorang gadis lemah lembut yang membuktikan bahwa masih ada harapan di masa depan. Kedekatan antara Raka dan Vania terjalin seiring berjalannya waktu. Hingga Vania pun mulai memiliki perasaan pada Raka yang sekarang menjadi teman dekatnya. Saat Raka mulai membuka hati nya untuk Vania, sang mantan kekasih kembali dan meminta agar di beri kesempatan ke dua. Takdir bisa berubah jika kau merubah apa yang ada di pikiran mu. Bukan Tuhan yang jahat, tetapi pilihan mu lah yang salah. Story by : Risma Devana Art by : Pinterest

Risma_Devana · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
323 Chs

Namanya Vania

Raka berjongkok membantu gadis itu berdiri dari jatuhnya. Sementara yang di bantu sedikit meringis kesakitan dan memegangi lututnya.

Tidak parah, hanya lecet sedikit dan terlihat ada bercak darah yang keluar.

Melihat itu, Raka sedikit khawatir dengan keadaan orang yang baru saja ia tabrak itu. Ini adalah kali pertamanya ia teledor. Ia benar-benar merasa tidak enak dengan gadis itu.

"Lo beneran nggak apa apa? Gue anter ke rumah sakit ya, siapa tau ada luka serius," ucap Raka dengan raut wajahnya yang terlihat panik.

"Udah nggak usah, aku nggak apa apa kok. Ini cuma luka kecil biasa, kamu nggak perlu panik begitu," sahut gadis itu menjelaskan bahwa dirinya baik baik saja.

Mereka pun berkenalan ...

"Sorry, ya. Gue beneran nggak sengaja, nggak merhatiin jalanan tadi," ucap Raka meminta maaf.

Gadis itu hanya mengangguk dan membalasnya dengan senyuman tipis.

"Oh iya, nama gue Raka," sambung Raka sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

"Aku Vania," gadis itupun menjabat tangan Raka dan menatap mata Raka sekilas.

"Eh, gue anterin pulang ya? Sebagai permintaan maaf dari gue udah bikin lo jatuh kaya gini," sahut Raka bersalah.

"Nggak usah, ngapain di anterin orang rumah aku depan situ kok. Aku tadi cuma mau nyebrang jalan aja,"

Gadis itu langsung tertawa kecil melihat Raka yang salah tingkah karena tawarannya sendiri.

"Oh, jadi rumah lo depan situ? Ya udah, nggak jadi gue anterin. Tapi lo bisa jalan sendiri kan?" Tanya Raka memastikan.

Vania mengangguk pelan menyakinkan bahwa dirinya benar baik-baik saja.

"Iya bisa. Aku pergi duluan ya," pamitnya.

Vania pun meninggalkan Raka yang masih memandang nya dari kejauhan.

Vania adalah anak dari pengusaha kaya, ia tidak memiliki seorang ibu. Ibu nya telah meninggal sejak dia umur 7 tahun. Tapi pribadinya sangat baik karena didikan dari pengasuh Vania yang sangat taat beragama, sehingga Vania tumbuh menjadi gadis yang baik hati dan lemah lembut. Karena dia hanya putri semata wayang, ia sangat di manjakan oleh papanya. Apapun yang dia inginkan selalu terpenuhi. Ia tak pernah merasa kesusahan dalam hal materi. Kemana mana sejak kecil ia selalu menaiki mobil. Vania bahkan belum pernah menaiki motor walaupun di bonceng.

Vania pindahan dari Bandung, Jawa barat. Ia pindah mengikuti papanya yang bertugas di Jakarta timur untuk beberapa tahun kedepannya. Ia pun juga pindah sekolah dan tepat sekali ia pindah ke SMU HARAPAN BANGSA, karena ia murid yang pandai ia bisa masuk kelas jurusan IPA satu kelas dengan Raka di 11 IPA 1 dan Bahkan mereka satu bangku.

***

Di pagi hari yang cerah,

"Selamat pagi anak-anak," Sapa Ibu Maya guru bahasa Indonesia paling cantik di SMU HARAPAN BANGSA.

"Selamat pagi Bu ..." Serentak anak-anak di kelas yang terkenal dengan kepandaian siswa siswi nya itu.

"Hari ini kalian punya teman baru," Ucap guru cantik tersebut,

"Temannya laki apa perempuan Bu?" Tanya Dimas dengan rasa penasaran di atas rata-rata.

"Perempuan," Jawab singkat Bu Maya .

"Ayo kamu masuk sini. Perkenalkan diri kamu." Perintah Bu Maya.

Vania memasuki ruang kelas. Spontan saja, saat Vania memasuki ruang kelas langsung di sambut teriakan para jomblowan jomblowan di kelas itu.

"Hai ..." Sapa Vania kepada semua yang ada di kelas.

"Hai ..." Jawab anak-anak secara bersamaan.

"Perkenalkan nama saya Vania Azkadina, saya pindahan dari Bandung. Saya harap kita bisa berteman dan bekerjasama dengan baik. Terimakasih," Singkat Vania saat berkenalan.

"Baik. Ada yang mau di tanyakan?" Tanya Bu Maya sebelum menyuruh Vania untuk duduk.

Dimas mengangkat tangannya tinggi tinggi ...

"Ya, Dimas. Mau bertanya apa?" Ucap Bu Maya ketika melihat Dimas mengangkat tangannya.

"Nggak mau nanya, Bu. Saya cuma mau bilang ke Bu Maya..."

Dimas menjeda perkataannya dan tersenyum cengengesan. Sedangkan Bu Maya masih diam memandang tingkah laku anak muridnya itu.

"Ternyata bidadari itu emang ada ya Bu," sambung Dimas dengan santai nya.

"Huuu...!!!"

Teriak anak-anak di dalam kelas yang membuat suasana menjadi tak karuan.

"Yaelah, Dim-Dim. Lo jomblo karatan aja sok sok an nge-gombal," Celetuk Dara Srikandi kelas 11 IPA - 1 itu yang terkenal dengan kata blak-blakan nya dan sangat tomboy.

"Apaan sih lo, Ra? Sirik ya? Tenang aja, Ra. Lo tetap yang nomor satu buat gue," sahut Dimas yang membuat satu kelas menjadi pecah tak terkendali.

"Dasar cowok stres?!" umpat Dara sambil memutar kedua bola matanya malas.

"Sudah sudah hentikan semuanya. Vania, kamu duduk di salah satu bangku kosong itu ya," Menunjuk dua buah bangku kosong yang biasanya hanya di huni satu orang yaitu Raka Ardian Giandra.

Menyadari Raka tidak di kelas, Bu Maya bertanya kepada anak-anak yang lain.

"Loh kok tumben Raka nggak masuk? Kemana dia? Ada yang tau?" Tanya Bu Maya pada seluruh penghuni kelas.

"Nggak tau, Bu. Paling juga sibuk sama Arin," Celetuk Dara spontan.

"Raka udah putus kali sama Arin," Tak sengaja Rizki keceplosan bilang kalau hubungan Raka dan Arin telah usai.

Spontan siswi siswi dikelas itu kaget kegirangan yang memang moment itu paling di tunggu oleh mereka. Suasana kelas pun menjadi berisik dan tiba-tiba Raka datang.

"Maaf, Bu Maya. Saya terlambat!" Raka masuk kelas dengan rasa takut dan menundukkan kepalanya.

"Kamu darimana? Kenapa jam segini baru datang?" Tanya Bu Maya heran karena ini pertama kalinya dalam semasa sekolah di SMU itu dia terlambat masuk kelas.

"Saya kesiangan, Bu. Maaf ya, Bu. Saya janji nggak akan mengulanginya lagi," jawab Raka jujur apa adanya.

Bu Maya pun tersenyum tipis dan memaafkan Raka. Guru cantik itupun membiarkan Raka kembali duduk di bangkunya.

Semua siswi memandang Raka karena belum percaya kalau dia sudah putus dengan Arin. Raka pun terkejut ada teman perempuan yang duduk di samping bangkunya yang tak lain dia adalah gadis yang kemarin hampir dia tabrak.

"Lo yang kemarin kan ya? Lo murid baru di sini?" Ucap Raka dengan heran ketika melihat Vania yang duduk di bangku sebelahnya.

"Iya. Aku pindahan dari Bandung. Kita ketemu kemarin dan sekarang satu bangku. Nggak nyangka banget deh. Kebetulan yang tidak biasa," sahut Vania sambil tersenyum tipis.

"Iya. Gue juga nggak nyangka,"

Keduanya pun tertawa kecil hingga secara tak sadar mengganggu sang Srikandi yang duduk di bangku depan mereka.

Siapa lagi kalau bukan Dara.

"Woi, berisik kalian diem napa sih!" Dara menyela pembicaraan mereka berdua.

"Iya maaf," lirih Vania.

Vania yang ramah dan sopan santun itupun banyak menjadi perhatian siswa siswi yang lain. Apalagi dia juga tak kalah cantik dengan Arin mantan Raka . Sekarang, Vania berteman dengan Dara dan juga Vivi teman sebangku Dara.

"Lo cantik banget. Operasi plastik ya?" Tukas Vivi yang penasaran dengan wajah cantik Vania.

"Astaga, enggak kok aku nggak operasi plastik. Biar apa sih operasi plastik, gini aja udah bersyukur aku," sahu Vania sambil menggeleng gelengkan kepala nya kecil.

"Biasa ya, Van. Dia mah orangnya jujur banget kalo ngomong. Terus nggak di pikir dulu, jadi jangan salah faham ya," Ucap Dara yang sejak kelas 10 sudah kenal dengan sifat Vivi yang super kepo dan jujur itu.

Siswi tomboy itu mengelus pelan puncak kepala Vivi sambil tersenyum miring.

"Gini-gini, dia baik juga loh," sambungnya sambil cengengesan.

"Ah, iya. Nggak apa apa kok. Aku juga ngerti. Aku orangnya juga nggak gampang masukin perkataan orang ke hati. Jadi, tenang aja," sahut Vania agar teman-teman nya merasa nyaman bersama dia.

"Oh, iya. Ngomong ngomong kenapa lo pindah kesini Van?" Tanya Vivi pada Vania yang sedang makan bakso Mpok Ipeh itu.

"Ikut papa, papa pindah kerja. Jadi aku juga ikutan pindah," Jawab Vania jujur.

Vivi hanya membulat kan mulutnya tanpa bersuara.

"Kok lo bisa kenal sama Raka sih?" Celetuk Dara yang tadi mendengar obrolan Raka dan Vania di kelas.

"Oh, Raka? baru kenal kemarin kok. Dia kemarin hampir nabrak aku waktu di jalan. Cuma gitu doang kok," Jawab Vania menceritakan kejadian yang sebenarnya.

***

Terlihat Arin datang bersama dengan Elsa. Semua siswi yang mendengar kabar putus nya dia dengan Raka memandangi nya tanpa berkedip.

"Kenapa semua pada ngeliatin lo sih Rin?" Tanya Elsa terheran heran.

"Mana gue tau, mungkin mereka dah tau kali kalo gue putus sama Raka," Jawab Arin dengan nada cuek dan tak perduli.

"Lo beneran putus? Beneran? " Elsa kaget. Siswi cerewet itu benar-benar membuat Arin risih.

"Iya emang kenapa sih? Heboh banget," Gerutu Arin sebal.

"Raka lo putus in? Ya ampun ni anak udah nggak waras kali ya. Lo baru aja buang berlian. Astaga Arin..." Decak Elsa kesal dengan sahabatnya itu.

"Suka suka gue dong ya. Gue udah nggak cinta sama Raka dan gue juga udah nggak ada perasaan sama dia. So, ngapain gue pertahankan?" Dengan entengnya Arin tak perduli temannya yang heboh itu.

"Nyesel lo ntar. Awas!" Ucap Elsa Memperingatkan Arin .

"Nggak ada kata nyesel di kamus Arin Laksani. Ngerti?" Tegas Arin pada temannya itu.

"Terserah lo deh, Rin. Bingung gue mau ngomong apa lagi. Keras Kapala banget sih lo," cebik Elsa pasrah.

Dari kejauhan tampak Raka dan teman temannya menuju kantin. Arin sama sekali tidak perduli. Tanpa pikir panjang, Raka yang melihat Arin berada di kantin langsung menghampirinya.

"Rin, aku mau ngomong sama kamu," Ucap Raka sambil memegang tangan Arin.

"Gak ada yang perlu di omongin. Kita udah gak ada hubungan apa apa. Jauhin gue!" Ketus Arin menegaskan kepada Raka agar Raka tidak mengganggunya lagi.

Arin pun tanpa basa basi langsung meninggalkan Raka yang belum sempat mengatakan apapun.

"Dasar cewek gak tau diri!" Umpat Dimas kesal pada Arin.

"Udahlah, Ka. Lupain aja si Arin. Kan ada banyak cewek yang suka sama lo. Lo tinggal milih aja mau yang mana," ucap Rizki berusaha untuk membujuk Raka agar tidak berlarut-larut dalam suasana patah hatinya.

"Lupain Arin? Lo pikir segampang itu ngelupain orang yang paling lo sayang? Nggak semudah itu." Tegas Raka dan langsung pergi meninggalkan kedua temannya itu di kantin.

"Udah biarin aja dulu dia sendiri. Gausah di kejar." Ucap Dimas menghentikan Rizki yang hendak menyusul.

***

Waktu pulang sekolah pun tiba. Terlihat Marvel sedang menunggu Arin di depan gerbang SMU HARAPAN BANGSA. Ternyata, setelah Arin memutuskan hubungan dengan Raka, ia benar benar berpacaran dengan Marvel. Raka melihat Arin dan Marvel pulang bersama. Raka hanya bisa menatap dengan hati yang hancur melihat pengkhianatan yang sudah di lakukan oleh orang yang paling dia sayang. Bagaimana tidak? Arin adalah cinta pertama Raka. Jadi, bagi Raka melupakan Arin itu adalah hal yang tidak mudah, apalagi mereka berpacaran juga sudah cukup lama yang hanya meninggalkan kenangan.

"Kamu nggak pulang?"

Pertanyaan Vania berhasil mengejutkan Raka yang sedang melamun di atas motor nya.

"Eh? Vania? Ngagetin aja,"

"Maaf ya. Kamu mikirin apa sih? Kok ngelamun gitu? Sampe nggak sadar ada orang di sampingnya?" Sahut Vania belum tau persis apa yang sedang terjadi.

"Nggak ada. Lagi mikirin pelajaran aja. Agak pusing," jawab Raka bohong.

Raka tak berani menceritakan yang sebenarnya, karena Raka juga belum mengenal Vania. Ia malu jika harus curhat dengan orang yang baru dia kenal 2 hari.

Sedangkan Vania hanya mengangguk berusaha memahami teman barunya itu.

"Lo nggak pulang? Atau lagi nungguin orang?" Tanya Raka pada Vania yang memang terlihat menunggu seseorang.

"Iya, aku emang lagi nunggu jemputan,"

"Tapi lama banget ya..."

gadis itu menghela nafas berat. Raka pun menyunggingkan senyumnya sedikit.

"Mau bareng gue aja nggak? Kebetulan rumah gue searah ngelewatin rumah lo," sahut Raka menawarkan tumpangan.

"Enggak usah ya Raka, Makasih. Aku kan udah bilang aku nunggu jemputan. Kalo yang jemput nanti sampe sini dan aku nggak ada gimana? Nanti kebingungan dong," Vania menolak tawaran Raka dengan halus.

"Ooh, iya juga sih. Yaudah kalo gitu gue duluan ya, Van." Pungkas Raka yang kemudian memakai helm nya dan menyalakan motor nya.

"Iya. Hati hati di jalan, jangan sampe kayak kemarin lagi ya," Ucap Vania dengan senyuman manis nya.

"Hehe iya iya. Gue balik duluan deh ya," Raka segera pergi meninggalkan Vania yang masih menunggu jemputan nya itu.

"Raka tu baik ya anaknya," Kata Vania dalam hati yang diam diam mengagumi sosok Raka Ardian Giandra itu.

***