webnovel

Jawaban

"DDOOORRR"

"ASTAGA NAGA!!"

Sari si teman biadab mengagetkanku dari belakang saat akan masuk kelas, membuatku terlonjak kaget dan hampir saja nyium lantai.

"SARIIIII!!!! Kebiasaan banget siiiih!!" Omelku padanya yang malah dibalas dengan cekikikan.

"Hahahahah.... Kamu juga udah sering di kagetin masih aja kaget hahahahah" katanya sambil terbahak memegangi perutnya.

"Nyebelin tau gak! Kalo jantungku copot gimana? Mau tanggung jawab? Bayar uang kas aja nunggak" Balasku telak.

"Wahahahah....jahat kamu Ray, pake ingetin uang kas...ckckckck! Jihan belom dateng kan?" Katanya sambil celingak-celinguk ke dalam kelas, takut-takut kalau bendahara kelas, si Jihan dengar omonganku soal uang kas.

"Hahahah...makanya uang kas di bayar, jangan di korup buat jajan!" Cibirku pada Sari yang berbuah cubitan di pipiku oleh nya. Sakiit...

"Rayaaaa...." Dwi datang dengan teriak namaku. Ini tumben sekali dia berisik begini.

"Apa Dwiiii?? Kenapa kalian hari ini berisik banget sih?" Protesku.

"Raya, kamu gak angkat telfonku semalem ih!" Kesal Dwi padaku.

"Eh Jainab! kamu nelfon jam berapa geblek?!! Jam 3 pagi! wajarlah aku udah sleeping beauty" Balasku pada Dwi.

"Lah, katanya gak bisa tidur?" Tanya Dwi.

"Iya jam 1-an aku masih melek emang, gak inget kapan ketidurannya." Jawabku.

"Kamu nelfon Raya jam segitu mau ngapain Wi?" Tanya Sari.

"Mau ngobrolin soal kemarin lah, Bayu belum cerita juga masalahnya. Malah hari ini orangtuanya dipanggil." Ujar Dwi masih terlihat Cemas.

"Iya, Bimo juga mamanya dipanggil" Kataku.

"Wah, bisa ketemu calon mertua dong kamu Ray.. Cieee" Goda Sari padaku.

"Udah kaliiik... Orang tadi berangkat kesekolah bareng aku juga kok hehe" Jawabku dengan senyum sumringah ala pepsoden.

"Serius?"

"Mamanya Bimo kayak gimana Ray?"

"Cantik gak?"

"Setuju gak kalau Bimo sama kamu?"

"Baik gak Ray?"

"Tanya bibit, bebet, dan bobotmu gak Ray?"

Cerca Dwi dan Sari bergantian.

"Ya ampuun... Satu-satu dong nanya nya! Lagian pertanyaan macam apa itu? Kalian pikir ini sinetron? Nanti liat sendiri ajalah." Balasku.

"Iya deeeh..." Ujar mereka berbarengan.

"Eh tapi, kalian udah denger masalah apa yang kemarin bikin semua anak kantin belakang di ruang pak Baroto seharian?" Ucap Sari sambil duduk di kursinya.

Ucapan Sari spontan bikin Aku dan Dwi menggeleng keras tanda tak tahu.

"Emang kamu tau?" Tanya Dwi

"Tau, kemarin denger dari Bella anak IPA 5" Kata Sari

"Hah? Apa? Apa? Kasih tau dong..." Ujar Dwi tak sabar yang ku amini dengan anggukan antusias.

"Jadii...kalian tau kak Bian sama kak Hilda gak? Anak kelas 3 IPA 2 kalau gak salah"

"Tau.. Tau.."Kami jawab kompak.

"Nah, kak Bian kan pacaran sama kak Hilda jadi sekitar beberapa minggu yang lalu mereka itu kena keroyok sama anak SMA Pertiwi pas lagi pergi jalan, kak Bian sampai masuk Rumah sakit dan belum pulih sampe sekarang karena ngelindungin kak Hilda waktu di pukulin, untungnya kak Hilda gak kenapa-napa dan langsung ditolongin sama beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat, kalau enggak... Gak tau deh mereka bakal gimana malam itu."

Sari menjelaskan dengan nada miris, aku yang dengar pun kaget seperti ada petir di siang bolong. Ini tidaklah wajar untuk kenakalan remaja.

"Terus kenapa anak kantin belakang dipanggil semua sama pak Baroto? Apa hubungannya?" Tanyaku.

"Soalnya malam setelahnya, mereka balas dendam ke anak Pertiwi Ray, dan katanya sih pihak sekolah kita baru tau soal itu 2 hari yang lalu, makanya kemarin mereka semua dipanggil, dan tau gak Ray yang paling bikin aku kaget pas denger ini? Ternyata yang nolong gerakin anak kelas lain buat bantu anak kelas 3 ngelawan anak Pertiwi waktu itu tuh si Bimo." Kata Sari.

"Hah? Jangan-jangan.... Sabtu kemarin pas mukanya babak belur itu Sar?" Tanyaku gusar, Sari menjawab dengan anggukan.

"Iyaa, katanya gara-gara Bimo mau maju malam itu, anak kelas 2 yang lain jadi mau ikutan, padahal tadinya mereka gak mau karena kalah jumlah dan mau bikin rencana dulu lah gitu, tapi anak kelas 3 udah emosi semua dan udah gak peduli soalnya anak Pertiwi sampe mau mukulin kak Hilda juga, dia kan cewek. Jadi mereka mau langsung serang aja, kalau itu kejadiannya yaa... Udah pasti banyak kabar duka di sekolah kita hari sabtu itu." Ujar Sari menjelaskan.

Aku hanya bisa menutup mulutku dengan telapak tangan karena terkejut dan merasa miris, juga sedih atas kejadian itu, terutama untuk kak Bian dan kak Hilda. Ditambah kenyataan bahwa ini lah jawaban pertanyaanku waktu itu, pertanyaanku yang enggan dijawab oleh Bimo soal keperluannya malam itu. Aku sekarang paham kenapa Bimo tidak mau bilang padaku.

"Ya ampuun.. kok kita bisa gak tau ya ada berita kayak gini?" Tanya Dwi.

"Sengaja diumpetin Wi, biar gak jadi bahan omongan mungkin, kasian kak Hilda nya kan.. Dia pasti trauma." Ujar Sari.

"Iyalah, kalau aku di posisi dia juga bakalan trauma berat." Balas Dwi.

"Memangnya apa masalahnya kenapa anak Pertiwi bisa ngeroyok kak Bian?" Tanyaku penasaran

"Kalau itu aku kurang tau juga Ray, tapi setau ku sekolah kita sama SMA Pertiwi emang dari dulu hubungannya gak bagus, saling musuh-musuhan terus." Jawab Sari.

"Bayu gak mau cerita soal ini ke aku, waktu nyuruh telfon kamu buat ngelarang Bimo juga dia gak bilang masalahnya Ray. Ternyata se-pelik ini dan se-serius ini" Ujar Dwi.

"Yah setelah tau permasalahannya, aku jadi paham kenapa mereka gak mau bilang Wi." Balasku

"Iya Ray.."

"Pantesan anak kelas 3 pada baik semua ke kamu Ray" Ucap Sari padaku.

"Iya juga Ray, soalnya Bimo kan yang bantuin mereka. Kalau gak salah Bayu pernah bilang Bimo itu sabuk hitam Taekwondo sama ikutan Muay Thai juga." Kata Dwi.

"Hah? Serius Wi?" Tanyaku memastikan karena aku betul-betul tidak tau soal itu.

"Seriuus..." Jawab Dwi.

"Wah parah sih Bimo, katanya dia emang beneran mukul mundur anak Pertiwi." Kata Sari lagi.

Aku tidak tau harus senang atau bagaimana setelah mendengar hal ini, tapi satu hal yang bisa ku dapat adalah Bimo orang yang setia kawan, aku bangga untuk hal itu darinya.

Bimo ku Hebat!!

--***--

Hari ini beberapa mata pelajaran kami kosong sebab guru yang mengajar sedang berada di ruang kesiswaan mengurus masalah yang diceritakan Sari tadi pagi.

Hari ini pula kami jadi melankolis, Aku, Sari dan Dwi yang biasanya ribut untuk obrolan tidak penting, kini diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Hey! ke kantin aja yuk?" Ucap Sari memecah keheningan kami.

"Yoklah" Dwi menyetujui, bersamaan dengan aku yang mengangguk sepakat.

Lalu kami segera keluar kelas menuju kantin, sebelum sampai di kantin kami akan melewati ruang Kesiswaan tempat dimana Bimo dan kawan-kawannya menjalani sidang bersama orangtua mereka.

Dan kebetulan saat itu ternyata mereka sudah keluar dari ruang kesiswaan hanya saja aku belum mendapati Bimo diantara siswa lainnya yang beranjak meninggalkan ruangan pak Baroto itu. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti dan berdiri di sini menunggu Bimo muncul, ternyata Sari dan Dwi punya pikiran sama denganku. Mereka juga ikut berdiri di tempatnya dan melupakan niatan awal untuk pergi jajan ke kantin.

"Udah pada keluar Wi". Ucap Sari.

"Iya sar, tapi Bayu kok gak keliatan ya?" Jawab Dwi.

"Iya, Bimo juga belum keliatan" Ujarku.

"Tunggu ajalah" kata Sari.

Tak berselang lama terlihat Bayu juga akbar keluar dari ruangan bersama orangtua mereka mungkin? Aku juga tidak tau yang mana orangtua nya. Lalu di susul oleh Bimo dengan mamanya yang terlihat sedikit kesal entah kenapa. Kami berdiri cukup dekat dari pintu ruangan itu, membuat kami bisa leluasa mendengar obrolan-obrolan mereka.

"Meni baong pisan yeuh budak! Ari lieur mama teh!" Kata mama Bimo pakai bahasa sunda yang artinya kira-kira 'Dasar bandel sekali ini anak! Jadi pusing mama!' Pada Bimo yang hanya tertunduk disebelahnya, mungkin karena lama tinggal di Bandung jadi mama nya bicara pakai bahasa sunda.

"Hampura atuh..." Ini artinya Bimo minta maaf pada mamanya dengan ekspresi merayu mamanya agar tidak memperpanjang marahnya lagi.

"Udah bosen mama dipanggil kesekolah atuh Biiim.." Balas mamanya sambil memukul punggung Bimo pakai clutch bag yang dari tadi dipegang mama nya.

"Aawwh!! Keluh Bimo setelah kena pukul.

"Bilangin papa enggak?"

Bimo menjawab dengan menggeleng dan memberi kode mama nya untuk tidak melakukan itu.

"Hhhaaah.... Terus itu bener kamu yang ngencingin ruangannya juga?" Tanya mamanya dengan frustasi, sepertinya soal ruang pak Baroto yang dikencingi seseorang lalu beliau menuduh Bimo.

"Bukan Bimo maa...Lillahita'ala.." Sumpahnya agar mamanya percaya.

"Terus mau dibayar apa jangan?" Tanya mama nya lagi. Kupikir ini soal denda yang dibebankan pada Bimo

"Jangan.." jawab Bimo.

"Ya sudah, terserah saja.. Kamu urus sendiri mama balik ke hotel dulu." Ujar mama nya seraya melangkahkan kakinya meninggalkan ruang kesiswaan

"Eh, Raya..dari tadi disini?" Mama Bimo seketika menghentikan langkahnya saat melihatku.

"Hehe.. Iya tante, sudah selesai tante?" Tanyaku kemudian.

"Sudah, ini mau pulang..Oiya, kalau si Bimo bandel lagi, bikin masalah lagi, jewer aja kupingnya Ray, gak apa-apa" kata mamanya.

"Hehe..aman tantee.." Balasku.

"Iya..titip Bimo kalo di sekolah ya, dia ini emang agak susah di atur. Sabar-sabar aja.." Kata mama nya lagi padaku.

"iya tantee, beres.." Jawabku dengan acungan jempol.

"Getok aja pala nya kalau gak mau dengerin, tante ikhlas" Ujar mama Bimo bikin aku jadi terbahak karenanya.

"Ck...Koalisi macam apa ini..." Keluh Bimo pada kami lalu tiba-tiba dengan sengaja ia merangkul aku dan mama nya bersamaan sambil membawa kami berjalan menuju parkiran, aku ia rangkul pakai tangan kanan, sedangkan mamanya berada di tangan kirinya. Seperti merangkul sahabat, kau paham kan? Bimo yang memang lebih tinggi dari kami, dengan mudah melakukan itu jadi kami terpaksa nurut untuk ikut jalan dalam rangkulannya.

"Ish...Bim diliatin orang, malu ah lepasin!" Protesku padanya.

"Bodo.." Balasnya..

"Bimoooo....." Protesku lagi, tapi tidak ia hiraukan dan terus saja berjalan dengan santainya tanpa melepas tangannya dari bahu kami sampai ke parkiran mobil mamanya.

"Hahahahah..." Mama Bimo hanya ketawa dengar protesku.

"Mama balik ke Hotel ya, kamu belajar yang bener..

Raya, tante pergi ya..tolong liat-liatin Bimo.."

Ucap mama Bimo pada kami berdua dan ku balas dengan anggukan, kemudian beliau masuk ke mobil lalu melaju keluar dari pekarangan sekolah. Dan aku mengantar kepergian mama Bimo keluar dengan lambaian tangan.

Plak! ku pukul lengan Bimo karena sebal.

"Aduh! Apalagi Raay?? Ya ampuun.." Omelnya

"Kamu sih, ngapain pake ngerangkul gitu, jadi tontonan tauk" Balasku cemberut.

"Ya udah biarin aja sih, emang kenapa kalau sama pacar sendiri.. Gak usah dipikirin omongan orang." Katanya.

"Hhhh... Yaudah balik ke kelas yuk" Ajakku.

"Gendooong" Katanya manja.

"Ogaaah!" Jawabku lalu berlari menuju kelas.

"Hahahah...Raaay tunguiiin!" Teriaknya sambil ikut berlari mengejarku.

***

Siguiente capítulo