(POV - Lana)
Untuk yang kedua kalinya aku melirik ke arah pintu Ballroom sementara Mr. LeBlanc, bos baru Ella, berbicara tentang 'rasa kagumnya' pada sahabatku.
Pria ini jelas-jelas menyukai Ella, pikirku sambil membalas apa yang Ia bicarakan dengan respon yang sopan. Entah kenapa Ella selalu menarik tipe-tipe pria seperti ini, yang pertama Oliver lalu sekarang bosnya sendiri. Ugh. Dan sekarang Ia meninggalkanku dengan bosnya yang sedang sibuk memujinya.
"Apa anda sedang menunggu sesuatu, Miss Morrel?" pertanyaan Mr. LeBlanc membuat kepalaku menoleh ke arahnya lagi.
"Ah, maaf. Saya harus ke toilet, tapi sepertinya toilet di dalam sini sedang penuh jadi saya berpikir untuk pergi ke toilet di luar." jawabku dengan senyuman sopan. Padahal aku hanya ingin mencari Ella yang sejak tadi menghilang ke toilet.
"Silahkan, Miss Morrel." balasnya dengan senyuman ramah. Aku mengangguk padanya lalu kabur ke arah pintu utama Ballroom. Tidak banyak yang kukenal di tempat ini, tapi untungnya Christine juga rekan kerja Ella jadi aku memiliki teman pergi ke pernikahannya.
Seorang waiter membukakan pintu Ballroom lalu aku melangkah keluar sambil mengedarkan pandangan mencari toilet terdekat.
Rambut auburnnya cukup mudah untuk dikenali dari jauh. Ella sedang berbicara pada seorang pria, sepertinya sahabatku yang polos sekarang sudah menjadi magnet pria—
Langkahku membeku di tempat saat melihat wajah pria tinggi yang sedang mengobrol dengannya. Wajah yang selalu muncul dalam setiap mimpi burukku selama ini, kini benar-benar muncul di depan mataku. Sebelum aku sempat membalikkan badanku dan lari, kedua mata biru tuanya beralih padaku.
Sama sepertiku, tubuhnya membeku di tempat saat mengenaliku. "Kau!" teriaknya di tengah lobby hotel, membuatku sedikit terlonjak di tempat. Ella ikut menoleh ke arahku, pandangan bingungnya menatap kami berdua bergantian.
"Kau!" ulangnya dengan suara yang lebih rendah, tapi sama murkanya. Instingku menyuruhku untuk segera berlari sejauh mungkin darinya, tanpa kusadari kakiku sudah bergerak sendiri melangkah ke belakang.
Seakan mengetahui apa yang sedang kupikirkan, Gregory Shaw melangkah ke arahku dengan cepat. Salah satu tangannya mencengkeram lenganku dengan mudah. Walaupun tidak menyakitkan, tapi tetap membuatku terkejut saat tangannya yang panas menyentuh kulitku.
Ia masih terlihat sama dengan Gregory Shaw yang kutemui bertahun-tahun lalu. Tinggi, besar, dan sangat tampan. Dan sangat, sangat berbahaya untukku.
"Kau tidak tahu berapa lama aku membuang-buang waktuku untuk mencarimu." ucapnya dengan nada rendah yang mematikan. Pandanganku tertuju pada wajahnya, berusaha menyimpan detail wajahnya ke dalam memoriku. Rahangnya yang ditutupi bakal janggut adalah satu-satunya hal yang berbeda di wajahnya, tapi itu malah membuatnya terlihat semakin—
"Kehilangan lidahmu?" bisiknya, membuat pandanganku kembali ke kedua mata biru tuanya yang berkilat marah.
"Lepaskan aku." balasku dengan bisikan juga, aku tidak boleh menunjukkan rasa takutku padanya sekarang.
"Kau berbohong padaku." suaranya kembali meninggi, "Kali ini aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi, kau mengerti?"
Kutelan ludahku untuk membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba terasa kering, "Lepaskan aku." ulangku dengan lebih keras.
Gregory Shaw tersenyum samar. Dengan ekspresi murkanya, senyumannya malah membuatnya terlihat semakin kejam dimataku. "Tidak kali ini. Kau dan aku masih punya masalah yang belum diselesaikan. Dan kita akan membicarakannya semalaman." balasnya, kedua matanya berkilat lagi tapi kali ini terlihat berbeda hingga membuat jantungku berdebar. Ia menarik lenganku lalu berjalan menuju pintu keluar lobby.
"Hey, tunggu dulu…" suara Ella kembali membuatku ingat Ia juga sedang menonton kami. Dengan sedikit panik aku berusaha menarik lenganku dari cengkeramannya.
"Mr. Shaw, apa yang kau lakukan?!" suara sahabatku yang mengikuti kami membuatku menoleh ke arahnya. Ella belum pernah terlihat sebingung sekaligus semarah ini sebelumnya. "Lana! Apa yang terjadi?"
Gregory mengabaikannya dan membawaku menuju ke arah parkiran hotel.
"Mr. Shaw!" Ella masih membututi kami dari belakang. Beberapa orang yang berpapasan dengan kami menoleh dengan pandangan tertarik.
"Aku akan menemuimu besok." bisikku dengan cepat padanya agar Ella tidak mendengar, aku tidak ingin mengundang perhatian orang-orang disekitar kami. Gregory hanya melirikku sekilas sebelum membuka pintu mobilnya dan mendorongku masuk ke dalam.
Tiba-tiba Ella sudah berada di belakangnya. "Mr. Shaw, lepaskan—"
"Ini bukan urusanmu, Eleanor." potong Gregory setelah membalikkan badannya, punggungnya menutupi pemandanganku dari Ella.
"Lepaskan Lana! Apa yang kau lakukan?" balasnya dengan marah. Sebelum aku bisa menengahi mereka, Gregory membanting pintu mobilnya hingga tertutup. Ella masih terlihat memprotes sementara Gregory berjalan ke kursi kemudi, lalu tiba-tiba keduanya berhenti. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, aku juga tidak bisa melihat ekspresi Gregory karena Ia berdiri memunggungiku. Hanya ekspresi terkejut Ella yang terlihat dari tempatku, wajahnya sedikit memucat.
Apapun yang dikatakan olehnya berhasil membuat Ella berhenti mengejarnya. Gregory masuk ke dalam mobilnya, melirikku sekilas lalu mengemudikan mobilnya menjauh dari hotel.
Saat aku menoleh ke belakang, Ella masih berdiri tertegun di tempatnya.
"Apa yang kau katakan padanya?" tanyaku dengan marah.
Gregory tidak menjawabku, tapi kedua tangannya mencengkeram kemudi mobilnya erat-erat. Dari samping, siluet tampannya terlihat menyatu dengan kegelapan malam di luar. Seakan pria ini terlihat paling bersinar saat malam hari.
Kupejamkan kedua mataku erat-erat untuk menghapus pikiran kacauku barusan. "Aku harus kembali." kataku dengan lebih tenang.
"Kita harus berbicara, Lana." akhirnya Ia menjawabku. Bulu halus di kedua lenganku meremang saat Ia menyebutkan namaku.
"Kumohon."
Ia kembali melirik ke arahku, "Selama ini aku bertanya-tanya, mengapa kau tidak melaporkanku?"
Pertanyaannya membuatku kembali mengingat saat kami bertemu pertama kalinya, malam itu adalah perayaan anniversary salah satu perusahaan kolega ayah. Aku tidak akan datang jika bukan karena ancaman ayah yang akan memutus dana kuliahku, hubungan kami memang sudah buruk sejak dulu. Dan memaksaku datang ke acara seperti itu untuk menjodohkanku semakin membuatku membencinya. Tapi disanalah aku bertemu Greg. Kami sempat mengobrol sejenak walaupun aku sudah bersikap tidak sopan padanya, Ia bahkan mengajakku berdansa dan berjanji akan menghubungiku keesokan harinya.
Hanya saja sebelum pulang malam itu aku juga memergokinya mencumbu seorang waitress di sudut ruangan yang gelap... lalu menggigit lehernya.
Dan aku tahu karena itulah Ia berusaha mencariku selama ini.