webnovel

The Story Of a Feeling

Aryano Pratama cowo tampan yang masih duduk di bangku sekolah Menengah Atas. Anak laki-laki yang sangat merindukan belaian kasih sayang, perhatian serta pelukan hangat dari seseorang yang sering di panggil Mama. Mama Arya telah meninggal saat Arya masih berumur tujuh tahun. Di saat Arya masih memerlukan kasih sayang, perhatian serta pelukan oleh seorang Mama. Tetapi, nasib yang kurang beruntung yang di miliki Arya membuatnya tidak bisa merasakan hal seperti itu lagi. Penyakit yang menggerogoti tubuh Mamanya, membuat nyawa perempuan yang paling di cintai dan di sayangi serta selalu di rindukan Arya. Harus dengan cepat meninggalkan anak laki-laki tampan seperti Arya. Bukan hanya merindukan sosok Mama di kehidupan Arya. Akan tetapi, Arya juga merindukan sosok Papa dalam hidupnya. Bukan karena Papanya juga meninggal. Tapi, karena Deny Papa Arya telah melupakan Arya yang juga memerlukan dirinya menguatkan Arya. Tetapi, Papa Arya pergi mencari kesibukan untuk mengusir rasa rindunya pada sang Istri. Karena kematian Istrinya telah membuatnya mati dan tak berdaya. Di Sekolah, Arya di kenal sebagai cowo tertampan, pintar, baik, juga ramah. Membuatnya banyak di kenal oleh siswa-siswi di sekolah. Terlebih, Arya sangat di kagumi oleh banyak cewe di sekolahnya. Tetapi, Arya tidak sedikit pun merasa terpesona pada mereka. Karena, menurutnya hanya ada satu wanita yang bisa bertahta di hatinya dan selamanya akan seperti itu. Natara Shaqueena, seorang gadis cantik dengan mata yang bulat, bulu mata yang lentik, bibir ranum serta memiliki hidung yang mancung. Membuatnya terlihat sempurna. Terlebih dia memiliki bentuk tubuh yang cukup membuat semua orang gemas melihatnya. Terlebih, Arya ia sangat menyukai Natara yang imut. Karena tinggi badan Natara yang tidak terlalu tinggi membuatnya sangat imut dan tambah cantik. Tara, begitulah teman-teman dan keluarganya memanggilnya. Tara adalah alasan Arya menolak semua gadis yang mendekatinya. Karena hanya ada Tara di hatinya. Tara yang terkenal baik, ramah, supel dalam bergaul serta murah senyum membuatnya banyak yang menyukainya. Akan tetapi, tidak ada yang tahu kalau Tara gadis cantik dan ramah itu memiliki trauma masa lalu yang selalu menghantuinya. Menemani Tara setiap waktunya. Tak ada yang tahu kalau gadis manis dan cantik itu akan sangat menyeramkan saat Traumanya kambuh di sewaktu-waktu. Dan tak ada yang tahu bahkan Arya sendiri tak tahu kalau selama ini Tara di beri kekuatan untuk terus hidup dari obat-obatan yang di konsumsinya. Juga tidak akan ada yang mengira kalau TRAUMA TARA YANG AKAN MEGANTARKAN NYAWANYA.

Nurindahsari_Idris · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
9 Chs

Part 7

Sejak tadi Tara mondar mandir di dalam kamarnya sambil menggigit kuku jari telunjuknya. Sesekali melihat ke arah ponsel di genggamannya.

Sejak tadi Tara gelisah. Ingin menghubungi seseorang tapi, juga malu atau bingung. Menghubunginya atau tidak.

Tara berhenti mondar mandir. Berdiri sambil terus menggigit kuku jarinya sembari menatap ponselnya.

"Hubungin nggak yah?" dialognya pada dirinya sendiri.

Ia menatap ke arah satu nama kontak yang sedari tadi ingin di hubunginya tapi bimbang.

"Ah, kok gua jadi kaya gini sih?" ucapnya frustasi sembari mengacak-acak rambutnya.

Ia melangkah ke arah ranjangnya. Duduk dan kembali memandangi satu nama kontak itu lagi. "Chat nggak yah? Tapi, kalau dia merasa aneh gimana?" tanyanya pada diri sendiri.

Saat ini Tara seperti orang yang sudah kehilangan akal berbicara, bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.

"Tapi, dia nggak bakalan ngerasa aneh bukan? Toh dia sendiri yang nyuruh di hubungi kalau gua ada waktu. Kan sekarang gua ada waktu, berarti nggak salah dong yah kalau gau hubungi?" ucapnya.

Tara mencoba meyakinkan dirinya untuk menghubungi nomor kontak tersebut. Yang tak lain adalah nomor kontak Arya. Sejak tadi dirinya mondar mandir hanya untuk menghubungi Arya, memberitahukan kepada cowo itu kalau dirinya tidak sibuk.

Tetapi, hanya untuk mengatakan itu. Tara harus memerlukan waktu cukup banyak untuk melakukannya. Kebimbangan lebih mendominasi pada dirinya saat harus menghubungi Arya.

Tara terus menatap ke arah ponselnya yang terpampang dengan jelas nama cowo itu. Sepertinya, Tara belum memiliki kesiapan untuk melakukan panggilan atu sekedar chat bersama Arya.

Bertanya alasannya. Hanya Tara yang mengetahui itu. Tanpa Tara sadari sejak tadi, Rizal abangnya memperhatikannya dari luar kamarnya.

Pintu kamar Tara tidak tertutup rapat. Dan menyisahkan sedikit ruang untuk Rizal mengintip masuk. Sebenarnya, Rizal tidak punya niat untuk mengintip. Akan tetapi, pintu kamar adik gadia satu-satunya itu tidak tertutup rapat.

Dan ia juga mendengar suara Tara yang berbicara sendiri. Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk dirinya sendiri. Membuat jiwa kepo Rizal meronta-rontah. Jadilah dia mengintip Tara.

Riza geleng-geleng kepala melihat Tara yang sudah seperti setrikaan baju. Yang mondar mandir menggigit ujung jarinya sembari memegangi ponselnya. Ia geli sendiri melihat kelakuan abstruk adiknya itu.

Karena sudah tidak tahan dengan kelakuan Tara yang sejak tadi bingung sendiri. Rizal mendorong pelan pintu kamar Tara.

"Tinggal telfon aja kok repot amat, dek?" suara tiba-tiba Rizal membuat Tara terlonjak kaget. Dan tanpa sadar ia memencet tombol untuk menelfon. Jadilah, dia menghubungi Arya.

Tetapi, Tara belum menyadarinya. Dia terlalu kaget dengan kehadiran tiba-tiba Rizal abangnya. Dia memejamkan matanya untuk menetralkan perasaan kaget yang di rasanya.

Lalu, kemudian kembali membuka matanya dan menatap marah ke arah Rizal yang cengar-cengir tanpa dosa.

"Abang. Ihh, bikin Tara kaget aja!" teriak Tara kesal.

"Heheh,,, maaf,, nggak maksud ngagetin!" sangkal Rizal.

Tara mendengus kesal. Abangnya satu ini selalu saja seperti itu. Selalu mengganggu dan menjailinya.

"Nggak maksud tapi, datangnya tiba-tiba. Tanpa suara lagi. Emang ada urusan apa sih, abang masuk kamar, Tara? Nggak permisi lagi tuh." kata Tara sangat kesal pada Rizal.

Rizal hanya terkekeh. "Lagian kamu. Dari tadi mondar-mandir kaya setrikaan. Ketibang nelfon dia doang harus mikir udah sampai kaya orang gila lagi. Ngomong sendiri! Emang mau nelfon siapa sih? Pacar? Atau..." Rizal sengaja mengatakan itu untuk mengejek Tara dan dia juga sadar dan melihat kalau ponsel Tara sudah terhubung dengan seseorang di seberang sana.

Maka dari itu dia sengaja mengatakan semua. Karena Tara masih belum menyadari kalau ponselnya sudah menghubungi Arya tanpa sepengetahuannya. Karena kekagetannya sehingga tanpa sengaja dia memencet nama Arya. Dan Tara juga belum menyadari kalau sejak tadi Arya sudah mendengar percakapan mereka.

"Ihh. Abang sok tahu. Siapa juga mau ngehubungi seseorang? Tara tadi cuman mau nge charger Hp kok. Lagian mana ada pacar Tara? Tara kan jomblo wati yang paling imut!" ucap Tara memuji dirinya sendiri.

Rizal hanya tersenyum simpul. Ternyata benar, Tara masih belum menyadari kalau sejak tadi percakapan antara dirinya dan Abangnya ada yang mendengar di seberang sana.

"Masa? Ohya, jadi kamu itu jomblo wati yang paling imut? Ah, masa sih? Kok nggak kelihatan imut sih? Ingin mau muntah iya, sih?" ucap Rizal sembari berlari keluar kamar Tara karena melihat raut kekesalan dari wajah Tara.

"Ihh.. Dasar Abang bujang lapuk. Awas yah, entar tara bilangin ke mama sama papa!" teriak Tara tak terima dengan ejekan Rizal.

Wajah Tara cemberut dia menyentakan kakinya karena kekesalannya pada abangnya. Dia masih belum menyadari kalau sejak tadi Arya tersenyum mendengarkan percakapan antara abang dan adik.

Tara berdiri dari ranjang lalu berjalan untuk menutup pintu kamarnya. Lalu, ia kembali menuju ranjang duduk dan mengecek ponselnya niatnya untuk menghubungi Arya.

Betapa terkejutnya Tara saat melihat kalau ponselnya sudah terhubung dengan Arya di seberang sana. Matanya melebar, mulutnya terbuka lebar. Dia menutup mulutnya yang melebar dengan satu tangannya.

Dia sangat tidak sadar kalau sejak tadi Arya mendengarkannya bertengkar bersama Abangnya yang sangat reseh itu.

Tara memukul jidatnya pelan. Dia sangat malu. Apakah yang di katakan Rizal abangnya terdengar oleh Arya? Kalau benar mau di taruh ke mana muka Tara? Sungguh, dia akan sangat malu pada Arya.

Dengan perlahan-lahan Tara mendekatkan ponselnya ketelingannya. Menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Lalu, "Ha-hallo... Arya apa kau mendengar semuanya?" tanya Tara pelan dan gugup.

Terdengar suara orang terkekeh di seberang sana. Membuat wajah Tara memerah seperti kepiting rebus. Tara menutup wajahnya dengan satu tangannya.

"Tidak semuanya juga!" jawab Arya berbohong.

Dia berbohong pada Tara kalau dia tidak mendengarkan semuanya. Padahal semua percakapan, perdebatan antara Tara dan Rizal. Arya mendengarkan semuanya.

Tara menghela nafas lega. "Sungguh? Kau tak mendengar semuanya?" tanya Tara kembali memastikan.

"Um. Iya, aku tidak mendengar semuanya. Hanya mendengar seseorang yang mondar-mandir seperti setrikaan hanya untuk menghubungi seseorang!" jelas Arya.

Blusshh..

Seketika itu juga wajah Tara semakin memerah. Tara meringis mendengar pengakuan Arya. Sungguh, Rizal sangat keterlaluan kepadanya. Harus bagaimana dia bersikap kepada Arya? Dia benar-benar sangat malu.

"Haha.. tak perlu merasa malu begitu, Tar. Aku mengerti kok! Heheh" lanjut Arya dengan terkekeh di akhir kalimatnya.

Tara menggigit bibirnya menahan malu. Apalagi, mendengar begitu renyah suara tawa Arya di seberang sana. Untung Arya tidak di hadapannya jadi Arya tidak akan bisa melihat wajah merah Tara.

"Sudahlah. Jangan tertawa terus!" ucap Tara ketus. Seketika Arya berhenti tertawa, dia takut Tara akan marah.

"Ah, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menertawakan mu!" sesal Arya.

"Hmm. " jawab Tara singkat. Dia menejamkan matanya masih merasa sangat malu pada Arya.

"Maaf, Tar. Aku nggak berma..."

"Ah, aku tidak marah kok. Santai saja!" potong Tara dengan cepat.

Di seberang sana, Arya bernafas lega karena Tara tidak marah padanya. Sedangkan Tara merasa canggung dengan percakapan mereka saat ini.

Untuk pertama kalinya dia dan Arya saling berbicara di sambungan telfon seperti ini. Apalagi menyadari panggilan mereka yang lo gue sekarang aku kamu. Entah siapa yang lebih dulu yang mengubahnya. Tapi, yang pastinya Tara merona menyadari itu semua.

"Baguslah kalau kamu nggak marah. Ohiya, gimana ?" tanya Arya.

Tara bingung dengan pertanyaan Arya. "Gimana apanya?" Tara mengulang pertanyaan Arya karena tidak mengerti.

"Yang tadi waktu di sekolah aku tanyain. Kamu ada waktu nggak sekarang ini?" jelas Arya.

"Oh, itu. Aku sih free aja sekarang ini! Emang kenapa?"

Lama Arya terdiam dan membuat Tara was-was di buatnya. Tara dengan jantung bergemuruh menunggu jawaban Arya. Sedangkan di seberang sana, Arya bingung harus ngomong seperti apa.

"Eh, yah. Kamu masih di situ kan?" tanya Tara.

"Eh, iya. Masih kok!" jawab Arya spontan.

"Oh. Kirain. Soalnya dari tadi diam aja!"

"Mmm.. gitu. Kalau aku ajakin kamu keluar jalan, mau nggak?" ajak Arya langsung to the point.

Tara terdiam dengan ucapan Arya. Dia tak menyangka Arya akan mengajaknya jalan. Seperti tebakan teman-temannya sewaktu masih di kantin.

"Tar, gimana? Mau nggak? Kalau nggak mau juga nggak apa-apa kok!" lanjut Arya saat Tara terdiam cukup lama.

"Eh, eenggak kok. Aku bisa kok! Emang mau pergi jam berapa?" tanya Tara terbata-taba karena gugup.

Tanpa Tata sadari di seberang sana Arya tersenyum mendengar jawaban Tara.

"Kalau sekarang saja bagaimana? Aku jemput kamu sekarang!" jawab Arya.

"Eh, nggak usah di jemput. Aku pergi sendiri aja. Emang mau ke mana? Nanti kita ketemu di sana aja!"

Tara sengaja melarang Arya untuk menjemputnya. Bukan karena dia tidak mau di jemput Arya. Tetapi, Rizal abangnya ada di rumah. Kalau dia melihat Tara di jemput cowo. Sifat jail abangnya akan muncul dan akan menggoda Tara sepanjang hari.

"Oh, ok! Nanti aku kirimin kamu alamatnya yah. Kita ketemu di sana saja!" ucap Arya.

"Ok! Kalau gitu aku siap-siap dulu, yah!" ucap Tara.

Lalu, sambungan telfon antara mereka terputus. Senyum si sudut bibir Tara mengembang. Tanpa di sadari oleh Tara, ternyata sejak tadi Rizal mengintip dan mendengar semua yang di bicarakan Tara lewat telfon.

"Aduhh.. ternyata ada yang lagi janjian, nih?" ucap Rizal tiba-tiba sembari membuka pintu kamar Tara.

Lagi-lagi Tara terlonjak kaget. Senyum yang tadinya mengembang mulai memudar. Tergantikan dengan wajah yang kesal, Tara mengerucutkan bibirnya ke arah Rizal yang berdiri di depan pintu sembari terkekeh geli.

"Ihhh.. Abang, nggak tahu malu banget, sih! Nguping pembicaraan orang! Emang nggak ada kerjaan lain apa selain gangguin Tara?" teriak Tara kesal.

Dengan kekuatan penuh, Tara meraih bantal dan melemparkannya ke arah Rizal yang masih terkekeh belum menyadari bahaya mengintainya. Hingga pada akhirnya.

Bukkk..

Bantal yang di lempar oleh Tara mengenai tepat di wajah tampannya. Seketika, dia meringis merasa perih di wajahnya akibat lemparan kuat Tara.

"Aduh.. sakit tahu, Tar!" ringisnya sembari mengelus wajahnya yang terasa perih.

Tara tertawa ngakak melihat wajah Rizal yang kesakitan. "Hahaha.. Rasain tuh, bang. Makan tuh bantal! Makanya jangan suka jailin adeknya!hahhah.." ucap Tara puas sembari tertawa terpingkal-pingkal melihat Rizal mendapatkan azab dari perbuatannya.

Rizal mendengus kesal ke arah Tara yang terus menertawainya. Dia tak ingin lagi mendapat yang lebih dari itu. Sehingga, ia memilih pergi meninggalkan Tara yang masih terus tertawa tanpa henti.

****

Arya sejak tadi menatap ke arah ponsel dan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia terlihat gelisah menunggu kehadiran seseorang.

Ia tak henti-hentinya menatap ke arah pintu masuk cafe dengan rasa gelisah. Saat ini dirinya berada di cafe yang berada tak jauh dari sekolahnya.

Ia dan Tara janjian akan bertemu di sini. Arya sudah sejak tadi duduk menunggu kedatangan Tara yang katanya akan segera tiba lima menit lagi. Tapi, ini sudah dua puluh menit dan Tara belum datang juga.

Arya di buay cemas dan gelisah. Takut terjadi apa-apa pada Tara. Atau Tara tidak jadi datang menemuinya. Padahal, ada sesuatu yang ingin Arya katakan pada Tara.

Arya menyeruput cappuccino yang tadi di pesannya untuk menemaninya menunggu Tara datang. Lagi-lagi Arya menatap ke arah jam dan pintu masuk bergantian. Dia sudah sangat gelisah menunggu Tara datang. Dan juga gelisah bagaimana cara mengatakan perihal sesuatu itu ke Tara.

Takut Tara tidak mau dan menolaknya. Entah bagaimana Arya akan bereaksi dengan penolakan Tara nantinya. Tak lama, seorang gadis yang sejak tadi di tunggu Arya berdiri di depan pintu masuk cafe. Terlihat seperti sedang mencari seseorang.

Senyum Arya mengembang tak kalah melihat Tara datang. Tara terlihat sangat cantik saat ini.

Arya melambaikan tangannya ke arah Tara. "Tara!" Panggilnya.

Orang yang di panggil menoleh ke arah Arya. Senyum mengembang di sudut bibir Tara membuat Arya terpesona. Senyum yang setiap saat mengganggu pikiran Arya. Hingga kadang terbawa mimpi.

Tara berjalan masuk menghampiri Arya. Lalu duduk di kursi yang ada di depan Arya.

"Nunggu lama, yah?" tanya Tara.

Arya menggeleng, "Tidak juga!" jawab Arya berbohong.

"Sorry yah. Tadi taxi online yang aku pesan bannya bocor. Makanya lama!" sesal Tara dengan wajah tak enak kepada Arya karena membuat cowo tampan di depannya menunggu.

"Nggak apa-apa kok. Santai saja!" kata Arya menenangkan Tara.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Arya.

"Samain aja sama minum kamu!" jawab Tara.

Arya memanggil pelayan dan memesankan Tara minuman. Selagi menunggu minum Tara datang mereka berbincang-bincang ringan.

"Ohiya, Ya. Kamu ada apa ngajakin aku ketemu di sini? Emang ada hal penting yah?" tanya Tara tiba-tiba.

Wajah Arya tegang dengan pertanyaan Tara yang tiba-tiba. Padahal ini sudah Arya persiapkan. Akan tetapi, tetap saja Arya merasa tegang dan kaku juga gugup.

Arya menggaruk tengkuknya yang bisa di pastikan tidak terasa gatal. Hanya saja Arya melakukan itu untuk mengurangi rasa gugup pada dirinya.

Sejak tadi Tara mondar mandir di dalam kamarnya sambil menggigit kuku jari telunjuknya. Sesekali melihat ke arah ponsel di genggamannya.

Sejak tadi Tara gelisah. Ingin menghubungi seseorang tapi, juga malu atau bingung. Menghubunginya atau tidak.

Tara berhenti mondar mandir. Berdiri sambil terus menggigit kuku jarinya sembari menatap ponselnya.

"Hubungin nggak yah?" dialognya pada dirinya sendiri.

Ia menatap ke arah satu nama kontak yang sedari tadi ingin di hubunginya tapi bimbang.

"Ah, kok gua jadi kaya gini sih?" ucapnya frustasi sembari mengacak-acak rambutnya.

Ia melangkah ke arah ranjangnya. Duduk dan kembali memandangi satu nama kontak itu lagi. "Chat nggak yah? Tapi, kalau dia merasa aneh gimana?" tanyanya pada diri sendiri.

Saat ini Tara seperti orang yang sudah kehilangan akal berbicara, bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.

"Tapi, dia nggak bakalan ngerasa aneh bukan? Toh dia sendiri yang nyuruh di hubungi kalau gua ada waktu. Kan sekarang gua ada waktu, berarti nggak salah dong yah kalau gau hubungi?" ucapnya.

Tara mencoba meyakinkan dirinya untuk menghubungi nomor kontak tersebut. Yang tak lain adalah nomor kontak Arya. Sejak tadi dirinya mondar mandir hanya untuk menghubungi Arya, memberitahukan kepada cowo itu kalau dirinya tidak sibuk.

Tetapi, hanya untuk mengatakan itu. Tara harus memerlukan waktu cukup banyak untuk melakukannya. Kebimbangan lebih mendominasi pada dirinya saat harus menghubungi Arya.

Tara terus menatap ke arah ponselnya yang terpampang dengan jelas nama cowo itu. Sepertinya, Tara belum memiliki kesiapan untuk melakukan panggilan atu sekedar chat bersama Arya.

Bertanya alasannya. Hanya Tara yang mengetahui itu. Tanpa Tara sadari sejak tadi, Rizal abangnya memperhatikannya dari luar kamarnya.

Pintu kamar Tara tidak tertutup rapat. Dan menyisahkan sedikit ruang untuk Rizal mengintip masuk. Sebenarnya, Rizal tidak punya niat untuk mengintip. Akan tetapi, pintu kamar adik gadia satu-satunya itu tidak tertutup rapat.

Dan ia juga mendengar suara Tara yang berbicara sendiri. Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk dirinya sendiri. Membuat jiwa kepo Rizal meronta-rontah. Jadilah dia mengintip Tara.

Riza geleng-geleng kepala melihat Tara yang sudah seperti setrikaan baju. Yang mondar mandir menggigit ujung jarinya sembari memegangi ponselnya. Ia geli sendiri melihat kelakuan abstruk adiknya itu.

Karena sudah tidak tahan dengan kelakuan Tara yang sejak tadi bingung sendiri. Rizal mendorong pelan pintu kamar Tara.

"Tinggal telfon aja kok repot amat, dek?" suara tiba-tiba Rizal membuat Tara terlonjak kaget. Dan tanpa sadar ia memencet tombol untuk menelfon. Jadilah, dia menghubungi Arya.

Tetapi, Tara belum menyadarinya. Dia terlalu kaget dengan kehadiran tiba-tiba Rizal abangnya. Dia memejamkan matanya untuk menetralkan perasaan kaget yang di rasanya.

Lalu, kemudian kembali membuka matanya dan menatap marah ke arah Rizal yang cengar-cengir tanpa dosa.

"Abang. Ihh, bikin Tara kaget aja!" teriak Tara kesal.

"Heheh,,, maaf,, nggak maksud ngagetin!" sangkal Rizal.

Tara mendengus kesal. Abangnya satu ini selalu saja seperti itu. Selalu mengganggu dan menjailinya.

"Nggak maksud tapi, datangnya tiba-tiba. Tanpa suara lagi. Emang ada urusan apa sih, abang masuk kamar, Tara? Nggak permisi lagi tuh." kata Tara sangat kesal pada Rizal.

Rizal hanya terkekeh. "Lagian kamu. Dari tadi mondar-mandir kaya setrikaan. Ketibang nelfon dia doang harus mikir udah sampai kaya orang gila lagi. Ngomong sendiri! Emang mau nelfon siapa sih? Pacar? Atau..." Rizal sengaja mengatakan itu untuk mengejek Tara dan dia juga sadar dan melihat kalau ponsel Tara sudah terhubung dengan seseorang di seberang sana.

Maka dari itu dia sengaja mengatakan semua. Karena Tara masih belum menyadari kalau ponselnya sudah menghubungi Arya tanpa sepengetahuannya. Karena kekagetannya sehingga tanpa sengaja dia memencet nama Arya. Dan Tara juga belum menyadari kalau sejak tadi Arya sudah mendengar percakapan mereka.

"Ihh. Abang sok tahu. Siapa juga mau ngehubungi seseorang? Tara tadi cuman mau nge charger Hp kok. Lagian mana ada pacar Tara? Tara kan jomblo wati  yang paling imut!" ucap Tara memuji dirinya sendiri.

Rizal hanya tersenyum simpul. Ternyata benar, Tara masih belum menyadari kalau sejak tadi percakapan antara dirinya dan Abangnya ada yang mendengar di seberang sana.

"Masa? Ohya, jadi kamu itu jomblo wati yang paling imut? Ah, masa sih? Kok nggak kelihatan imut sih? Ingin mau muntah iya, sih?" ucap Rizal sembari berlari keluar kamar Tara karena melihat raut kekesalan dari wajah Tara.

"Ihh.. Dasar Abang bujang lapuk. Awas yah, entar tara bilangin ke mama sama papa!" teriak Tara tak terima dengan ejekan Rizal.

Wajah Tara cemberut dia menyentakan kakinya karena kekesalannya pada abangnya. Dia masih belum menyadari kalau sejak tadi Arya tersenyum mendengarkan percakapan antara abang dan adik.

Tara berdiri dari ranjang lalu berjalan untuk menutup pintu kamarnya. Lalu, ia kembali menuju ranjang duduk dan mengecek ponselnya niatnya untuk menghubungi Arya.

Betapa terkejutnya Tara saat melihat kalau ponselnya sudah terhubung dengan Arya di seberang sana. Matanya melebar, mulutnya terbuka lebar. Dia menutup mulutnya yang melebar dengan satu tangannya.

Dia sangat tidak sadar kalau sejak tadi Arya mendengarkannya bertengkar bersama Abangnya yang sangat reseh itu.

Tara memukul jidatnya pelan. Dia sangat malu. Apakah yang di katakan Rizal abangnya terdengar oleh Arya? Kalau benar mau di taruh ke mana muka Tara? Sungguh, dia akan sangat malu pada Arya.

Dengan perlahan-lahan Tara mendekatkan ponselnya ketelingannya. Menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Lalu, "Ha-hallo... Arya apa kau mendengar semuanya?" tanya Tara pelan dan gugup.

Terdengar suara orang terkekeh di seberang sana. Membuat wajah Tara memerah seperti kepiting rebus. Tara menutup wajahnya dengan satu tangannya.

"Tidak semuanya juga!" jawab Arya berbohong.

Dia berbohong pada Tara kalau dia tidak mendengarkan semuanya. Padahal semua percakapan, perdebatan antara Tara dan Rizal. Arya mendengarkan semuanya.

Tara menghela nafas lega. "Sungguh? Kau tak mendengar semuanya?" tanya Tara kembali memastikan.

"Um. Iya, aku tidak mendengar semuanya. Hanya mendengar seseorang yang mondar-mandir seperti setrikaan hanya untuk menghubungi seseorang!" jelas Arya.

Blusshh..

Seketika itu juga wajah Tara semakin memerah. Tara meringis mendengar pengakuan Arya. Sungguh, Rizal sangat keterlaluan kepadanya. Harus bagaimana dia bersikap kepada Arya? Dia benar-benar sangat malu.

"Haha.. tak perlu merasa malu begitu, Tar. Aku mengerti kok! Heheh" lanjut Arya dengan terkekeh di akhir kalimatnya.

Tara menggigit bibirnya menahan malu. Apalagi, mendengar begitu renyah suara tawa Arya di seberang sana. Untung Arya tidak di hadapannya jadi Arya tidak akan bisa melihat wajah merah Tara.

"Sudahlah. Jangan tertawa terus!" ucap Tara ketus. Seketika Arya berhenti tertawa, dia takut Tara akan marah.

"Ah, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menertawakan mu!" sesal Arya.

"Hmm. " jawab Tara singkat. Dia menejamkan matanya masih merasa sangat malu pada Arya.

"Maaf, Tar. Aku nggak berma..."

"Ah, aku tidak marah kok. Santai saja!" potong Tara dengan cepat.

Di seberang sana, Arya bernafas lega karena Tara tidak marah padanya. Sedangkan Tara merasa canggung dengan percakapan mereka saat ini.

Untuk pertama kalinya dia dan Arya saling berbicara di sambungan telfon seperti ini. Apalagi menyadari panggilan mereka yang lo gue sekarang aku kamu. Entah siapa yang lebih dulu yang mengubahnya. Tapi, yang pastinya Tara merona menyadari itu semua.

"Baguslah kalau kamu nggak marah. Ohiya, gimana ?" tanya Arya.

Tara bingung dengan pertanyaan Arya. "Gimana apanya?" Tara mengulang pertanyaan Arya karena tidak mengerti.

"Yang tadi waktu di sekolah aku tanyain. Kamu ada waktu nggak sekarang ini?" jelas Arya.

"Oh, itu. Aku sih free aja sekarang ini! Emang kenapa?"

Lama Arya terdiam dan membuat Tara was-was di buatnya. Tara dengan jantung bergemuruh menunggu jawaban Arya. Sedangkan di seberang sana, Arya bingung harus ngomong seperti apa.

"Eh, yah. Kamu masih di situ kan?" tanya Tara.

"Eh, iya. Masih kok!" jawab Arya spontan.

"Oh. Kirain. Soalnya dari tadi diam aja!"

"Mmm.. gitu. Kalau aku ajakin kamu keluar jalan, mau nggak?" ajak Arya langsung to the point.

Tara terdiam dengan ucapan Arya. Dia tak menyangka Arya akan mengajaknya jalan. Seperti tebakan teman-temannya sewaktu masih di kantin.

"Tar, gimana? Mau nggak? Kalau nggak mau juga nggak apa-apa kok!"  lanjut Arya saat Tara terdiam cukup lama.

"Eh, eenggak kok. Aku bisa kok! Emang mau pergi jam berapa?" tanya Tara terbata-taba karena gugup.

Tanpa Tata sadari di seberang sana Arya tersenyum mendengar jawaban Tara.

"Kalau sekarang saja bagaimana? Aku jemput kamu sekarang!" jawab Arya.

"Eh, nggak usah di jemput. Aku pergi sendiri aja. Emang mau ke mana? Nanti kita ketemu di sana aja!"

Tara sengaja melarang Arya untuk menjemputnya. Bukan karena dia tidak mau di jemput Arya. Tetapi, Rizal abangnya ada di rumah. Kalau dia melihat Tara di jemput cowo. Sifat jail abangnya akan muncul dan akan menggoda Tara sepanjang hari.

"Oh, ok! Nanti aku kirimin kamu alamatnya yah. Kita ketemu di sana saja!"  ucap Arya.

"Ok! Kalau gitu aku siap-siap dulu, yah!" ucap Tara.

Lalu, sambungan telfon antara mereka terputus. Senyum si sudut bibir Tara mengembang. Tanpa di sadari oleh Tara, ternyata sejak tadi Rizal mengintip dan mendengar semua yang di bicarakan Tara lewat telfon.

"Aduhh.. ternyata ada yang lagi janjian, nih?" ucap Rizal tiba-tiba sembari membuka pintu kamar Tara.

Lagi-lagi Tara terlonjak kaget. Senyum yang tadinya mengembang mulai memudar. Tergantikan dengan wajah yang kesal, Tara mengerucutkan bibirnya ke arah Rizal yang berdiri di depan pintu sembari terkekeh geli.

"Ihhh.. Abang, nggak tahu malu banget, sih! Nguping pembicaraan orang! Emang nggak ada kerjaan lain apa selain gangguin Tara?" teriak Tara kesal.

Dengan kekuatan penuh, Tara meraih bantal dan melemparkannya ke arah Rizal yang masih terkekeh belum menyadari bahaya mengintainya. Hingga pada akhirnya.

Bukkk..

Bantal yang di lempar oleh Tara mengenai tepat di wajah tampannya. Seketika, dia meringis merasa perih di wajahnya akibat lemparan kuat Tara.

"Aduh.. sakit tahu, Tar!" ringisnya sembari mengelus wajahnya yang terasa perih.

Tara tertawa ngakak melihat wajah Rizal yang kesakitan. "Hahaha.. Rasain tuh, bang. Makan tuh bantal! Makanya jangan suka jailin adeknya!hahhah.." ucap Tara puas sembari tertawa terpingkal-pingkal melihat Rizal mendapatkan azab dari perbuatannya.

Rizal mendengus kesal ke arah Tara yang terus menertawainya. Dia tak ingin lagi mendapat yang lebih dari itu. Sehingga, ia memilih pergi meninggalkan Tara yang masih terus tertawa tanpa henti.

****

Arya sejak tadi menatap ke arah ponsel dan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia terlihat gelisah menunggu kehadiran seseorang.

Ia tak henti-hentinya menatap ke arah pintu masuk cafe dengan rasa gelisah. Saat ini dirinya berada di cafe yang berada tak jauh dari sekolahnya.

Ia dan Tara janjian akan bertemu di sini. Arya sudah sejak tadi duduk menunggu kedatangan Tara yang katanya akan segera tiba lima menit lagi. Tapi, ini sudah dua puluh menit dan Tara belum datang juga.

Arya di buay cemas dan gelisah. Takut terjadi apa-apa pada Tara. Atau Tara tidak jadi datang menemuinya. Padahal, ada sesuatu yang ingin Arya katakan pada Tara.

Arya menyeruput cappuccino yang tadi di pesannya untuk menemaninya menunggu Tara datang. Lagi-lagi Arya menatap ke arah jam dan pintu masuk bergantian. Dia sudah sangat gelisah menunggu Tara datang. Dan juga gelisah bagaimana cara mengatakan perihal sesuatu itu ke Tara.

Takut Tara tidak mau dan menolaknya. Entah bagaimana Arya akan bereaksi dengan penolakan Tara nantinya. Tak lama, seorang gadis yang sejak tadi di tunggu Arya berdiri di depan pintu masuk cafe. Terlihat seperti sedang mencari seseorang.

Senyum Arya mengembang tak kalah melihat Tara datang. Tara terlihat sangat cantik saat ini.

Arya melambaikan tangannya ke arah Tara. "Tara!" Panggilnya.

Orang yang di panggil menoleh ke arah Arya. Senyum mengembang di sudut bibir Tara membuat Arya terpesona. Senyum yang setiap saat mengganggu pikiran Arya. Hingga kadang terbawa mimpi.

Tara berjalan masuk menghampiri Arya. Lalu duduk di kursi yang ada di depan Arya.

"Nunggu lama, yah?" tanya Tara.

Arya menggeleng, "Tidak juga!" jawab Arya berbohong.

"Sorry yah. Tadi taxi online yang aku pesan bannya bocor. Makanya lama!" sesal Tara dengan wajah tak enak kepada Arya karena membuat cowo tampan di depannya menunggu.

"Nggak apa-apa kok. Santai saja!" kata Arya menenangkan Tara.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Arya.

"Samain aja sama minum kamu!" jawab Tara.

Arya memanggil pelayan dan memesankan Tara minuman. Selagi menunggu minum Tara datang mereka berbincang-bincang ringan.

"Ohiya, Ya. Kamu ada apa ngajakin aku ketemu di sini? Emang ada hal penting yah?" tanya Tara tiba-tiba.

Wajah Arya tegang dengan pertanyaan Tara yang tiba-tiba. Padahal ini sudah Arya persiapkan. Akan tetapi, tetap saja Arya merasa tegang dan kaku juga gugup.

Arya menggaruk tengkuknya yang bisa di pastikan tidak terasa gatal. Hanya saja Arya melakukan itu untuk mengurangi rasa gugup pada dirinya.

Tara menatap Arya yang terlihat aneh. Alis Tara terangkat sebelah bingung dengan sikap Arya yang tiba-tiba berubah seperti orang yang sedang kebingungan menjawab.

Padahal pertanyaan Tara bukan hal yang sulit untuk Arya jawab.

Bersambung!!!