[SISTEM: Sisa poin Anda sekarang adalah 59.000 Turut menyesal, Tuan Nattarylie. Semoga beruntung lain kali!]
[Tapi tenang saja, Tuan! Tetap semangat! Ayo! Ayo! Setelah ini masih ada bonus level--]
"Setan!"
Apo langsung berbalik dan tenggelam di balik kerumunan orang-orang kalah. Player atau tidak, mereka duduk rapi di kursi ballroom yang melingkar. Beberapa masih ikut dansa, tetapi minggir sebagai pemanis. Raja Millerius III dan Gavin Bernett berdansa dengan indahnya. Apo tidak sudi melihatnya karena itu benar-benar sakit. Ekspektasi Apo jatuh ke bumi dengan sangat mengejutkan. Padahal dia hanya ingin "hidup".
"Apa sih?! Apa ...." kicaunya sebal ke diri sendiri.
Lelaki carrier itu keluar ballroom tanpa mendengarkan sistem. Si layar melayang menyusul di belakang karena ketinggalan jauh. Langkah Apo menghentak lalu duduk di tepian air mancur. Dia tidak sadar sudah menangis begitu emosional. "Hiks, hiks ... huhu ...."
Padahal aku sudah pakai lip-gloss tadi pagi! Tidak kuusap seperti kemarin ya! Sudah cantik, dasar buta kau Millerius! Sistem dan prajurit saja bilang aku cantik! Kau ini kenapa sih? BRENGSEK! TOLOL! TAI BABI!
Seorang dayang mendekatinya.
"Halo, Tuan Nattarylie."
Apo tak peduli dan hanya ingin menangis.
"Tuan, kok di sini? Kita ke dalam, ya? Acaranya belum selesai loh," kata dayang itu sambil puk-puk bahu Apo. Aroma tubuhnya wangi sekali, suhunya cukup hangat ketika duduk di sebelah kiri. "Tuan ...."
"Aku ingin berdansa dengannya--sial ...." adu Apo tanpa sadar. "Aku hanya mau bertahan lama--hiks ... hiks ... tapi kenapa susah sekali sih ... hiks ... kalau begini caranya dua level lagi aku hilang ... huhu ...."
Dayang itu bingung total. "Huh? Level apa itu?"
"Hiks ... kau takkan pernah mengerti ...."
Jemari lembut si dayang terus mengelus punggungnya. Sesaat kemudian terdengar juga kekehan yang indah. Mau tak mau suara jernih itu membuat Apo menoleh. Percaya atau tidak wajah perempuan ini cukup menggemaskan. Pipi berisi, wajah oval, kulit putih, rambut jahe, rona merah, dan bibir kecil yang imut-imut. Pokoknya sempurna di mata Apo.
Oh, dadanya besar sekali ternyata.
Lelaki carrier itu meneguk ludah kesulitan.
Ah, tunggu-tunggu ... kenapa tadi sedih ya?
Aneh ....
"Tidak mengerti?" Dayang itu mengeluarkan sapu tangan. "Padahal Anda beruntung loh, bisa jadi kandidat calon istri Yang Mulia. Saya sih, hanya bisa berangan-angan di sini. Melihat beliau terus-terusan, tapi tidak boleh berusaha. Hihihi. Kualifikasinya terlalu tinggi, Tuan Nattarylie. Saya tidak cukup pintar, dan keluargaku dari kasta yang rendahan. Huuu ...."
Apo pun diam saat wajah basahnya di-tap hati-hati. Gerakan si dayang amat telaten hingga batinnya begitu damai. Jemari itu tidak mau merusak make-up Apo agar tetap stand-out seharian. Dia tersenyum melihat si carrier berhenti menangis.
"Tapi tadi menyebalkan ...." curhat Apo. "Dia sudah di depanku loh, sangat dekat! Persis, sampai kukira aku betulan yang menang. Yang Mulia malah--"
Dayang itu terkikik dan geleng-geleng. "Begini saja. Kalau Anda masih jengkel. Bagaimana kalau saya panggilkan satu prajurit? Kalian berdua bisa dansa di sini, Tuan. Sambil menunggu acara selesai dan perasaan Anda baikan. Soalnya habis ini masih ada sesi lagi."
Cih, pasti untuk bonus level!
"Tidak mau." Apo pun membuang muka. "Malas sekali berhadapan dengan laki-laki.
Aku capek. Mereka cuma melakukan hal-hal yang keterlaluan."
Padahal sendirinya juga laki-laki--
"Ha ha ha ha ha," tawa si dayang. "Terus sekarang mau bagaimana? Saya juga bisa ambilkan kue loh agar mood Anda baikan. Tahu tidak? Saya termasuk yang berteriak untuk Anda waktu balap kuda kemarin! Itu keren! Saya tahu Anda lah yang seharusnya menang."
"Eh? Iyakah?"
"Hu-um!"
Apo melirik belahan dada di depannya sekilas.
"Oh."
"Kenapa, Tuan?"
"Ehem, tidak apa-apa sih. Hanya saja, umm ... kalau kau mau, aku ingin dansa bersamamu saja. Bagaimana?"
"Eh? Saya?"
Dayang itu menunjuk hidungnya sendiri.
"Iya, kenapa?" tanya Apo. "Kan bebas, acara dansanya sudah selesai. Yang Mulia dapat partner, aku di sini, tinggal main sebelum sesi berikutnya?"
Pipi si dayang merona tebal. "B-Bagaimana, ya ...." katanya gugup. "Soalnya carrier dan perempuan kan tidak lumrahnya berdansa. Saya malu kalau sampai dilihat orang."
"Eh?" kaget Apo.
Benar juga.
Mungkin kalau di game kita akan terlihat seperti lesbian--
"Alahh, tidak apa-apa lah. Kau bilang kan tadi mendukungku, ya?" desak Apo, lalu menggamit tangan si dayang berdiri tanpa permisi. "Ayoooo! Ini pasti akan menyenangkaaaaan!"
"Ahhhh! Tuan Nattarylieeee!"
"Lebih cepaaaaat! Ha ha ha ha!"
Mereka pun lari-lari di taman Istana Noble Consort. Apo sendiri tidak tahu kenapa dia sebahagia itu, meski berada di titik hancur. Rasanya melingkari pinggul si dayang dengan lengan adalah hak istimewa. Apo bisa rasakan lekukan indahnya di balik korset seragam.
"T-Tuan Nattarylie, apa ini tidak apa-apa? Saya jadi takut ...."
"Tidak apa-apa, percaya saja padaku. Siapa yang memarahimu pasti akan kumarahi balik, oke? Yang cantik-cantik sepertimu harus bahagia juga."
"Ugh, umm ... terima kasih," kata dayang itu. "Walau dipuji cantik Anda rasanya agak ....."
"Ha ha ha ha," tawa Apo. "Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kita nikmati saja siang ini."
Keduanya benar-benar larut dalam permainan. Bunga dan kupu-kupu ikut terbang mengitari pergerakan hingga kelihatan indah. Setiap langkah bisa membuat senyum Apo merekah. Tidak ada yang menyadari bahwa balkon istana itu mulai penuh orang-orang penasaran. Ada Raja Millerius III, kesembilan player, puluhan calon selir yang menjadi heboh, bahkan dayang dan prajurit yang tadi bertugas dansa. Mereka menyaksikan betapa bahagianya Apo dan dayang itu, atau betapa kuat lengan si carrier mengangkat partner dansanya bagai piala.
Gaun sederhana milik dayang tidak menghentikan aura mengagumkan dari sana. Bendera Istana Noble Consort yang berkibar di atas kastil menyempurnakan pemandangan itu.
"Ha ha ha ha ha!"
"Ha ha ha ha ha!"
"Tuan Nattarylieeeeeee!" jerit dayang itu kesenangan.
Setelah diturunkan, Apo pun memutar pinggang perempuan bernama Iridesa itu. Sambil meremas jemari dia mematri Iridesa baik-baik di dalam hatinya. Apo takkan lupa karena Iridesa sudah mengubah hari menjadi luar biasa. Langkah kaki yang maju mundur jadi seru karena kening mereka terbentur, tapi tertawa semakin lepas.
"HA HA HA HA HA!"
"HA HA HA HA HA!"
Yang mengejutkan adalah tepuk tangan riuh mulai terdengar di pojok balkon.
Suaranya merembet menuju tengah hingga paling kiri.
Secara bertahap dari pelan menjadi kencang karena barusan pertunjukan yang berkelas. Siulan ikut mengudara entah dari mana asalnya.
"Indah sekaliiiii, Tuan Nattarylieeee" jerit salah satu calon selir sambil memposisikan kedua tangannya di depan mulut. "Aku ingin melihatnya lebih lamaaaaa! Lagiii! Lagiiiiii! Kalian berdua keren sekaliiii!"
Sorakannya begitu riuh. Siapa pun bahkan tidak tahu kapan Raja Millerius III pergi dengan raut yang uring-uringan.
"Zelina."
"I-Iya, Yang Mulia?"
"Persiapkan sesi melukisnya langsung! Aku tidak mau tahu," titah Raja Millerius tegas. "Jam makan siang mundurkan saja. Kita ke Norton Kie sekarang."