webnovel

TKC 15

alamnya Apo pulang agak telat, tapi dia tidak takut karena besok masih "libur". Lelaki carrier itu membawa banyak makanan hasil berlanjaan. Gara-gara game ini dia paham nominal Poundsterling jika digunakan beli-beli. Rasanya sudah seperti di Inggris betulan. Apo tidak sabar merayu sang ayah sebagai tanda terima kasih.

"Ayaaah, lihat apa yang kubawa ...." kata Apo sambil menenteng kotakan menu.

Jangan marah ya anying. Aku tidak pernah healing di dunia nyata. Yakali kusia-siakan momen di game ini. Pokoknya senyum terus, Apo. Asal senyum kau pasti aman di depan si raja rimba--

"Dari mana saja bayi Ayah? Pagi pergi, pulang malam."

Phillip sudah bersedekap di teras dengan muka militernya. Dia menatap si bayi yang lari-lari dari kereta. Pukul 9 memang terlalu larut untuk carrier, tapi Apo 42 tahun mana peduli jam malam. Dia kadang pulangnya pukul 10 dari pabrik. Itu kalau ambil 2 shift sekaligus demi tambahan gaji.

"Ayah, aku punya Sheperd's Pie~"

Phillip menatap oleh-oleh yang disodorkan anaknya. Mata berkilat seperti di komik-komik. "Jawab dulu pertanyaan Ayah, Nattarylie."

Duh, ribet.

Berasa anak gadis saja.

Cuih.

"Ayolah, Yah. Masuk dulu. Natta kedinginan~"

Phillip pun mau digandeng, padahal napas sudah berat ingin mengomelkan sejuta kalimat. Phelipe di dalam siap menyambut Apo dengan sebuah selimut. Dia menangkupkan benda itu di bahu si bayi.

"Sayang, tumben jajannya seperti itu?" tanya Phelipe keheranan.

"Kenapa, Bu? Ini enak loh ...." Apo mengambil tempat duduk di sofa panjang. Dia membuka kotakan itu untuk kedua orangtuanya. "Rasanya lembut karena ada kentangnya. Daging cincang plus sayur-sayurannya juga cocok. Ayah dan Ibu harus coba ini."

"Sejak kapan kau suka jajan tradisional?" tanya Phillip. Di duduk di sebelah kiri Apo. Wajahnya jijik seperti melihat makanan rakyat jelata. "Tidak biasanya saja."

"Eh? Aku cuma senang setelah mengicipi satu."

Bjir, jadi Nattarylie agak sombong ya orangnya. Segala tidak doyan jajan. Pantas sih jadi fotokopian si Phillip.

"Tidak, Natta."

"Ayolah, Yah. Satu gigit saja."

Mampus ini saatnya aku balas dendam!

"Natta ...."

"Aaa."

Apo tetap menyodorkan jajan itu, sebab di matanya Phillip hanyalah lelaki yang seumuran. Apo berani-berani saja mengerjai Phillip, lagipula--masak sih mantan komandan militer tidak doyan jajan? Makan apa beliau ini selama di perbatasan?

Hmm, terpaksa kali ya?

"Hihihi, Natta memang anak Ibu," puji Phelipe di sebelah kanan. "Aku juga suka mencekoki Ayah sesekali. Pintar ...."

"Mmngh, asin," keluh Phillip, padahal menurut Apo biasa saja. "Air, air! Air minum ...." Dia memanggil seorang dayang dengan sebuah isyarat tangan.

Apo pun menahan tawa, barulah menyuapi Phelipe juga. "Aa, Bu. Biarkan  saja Ayah itu, ha ha ha."

"Aaa." Phelipe pun geleng-geleng melihat tingkah bayinya. Dia membantu membuka kotak yang lain demi menilik isinya. "Ngomong-ngomong kenapa kau membeli sebanyak ini? Ada kabar baik apa?"

"Tidak kok, Bu. Kan kemarin Ayah membelikan cokelat," kata Apo. "Jadi aku mau memberikan hadiah juga. Tidak boleh, ya?"

Phillip dan Phelipe saling berpandangan.

"Itu bukan cokelat dari Ayah."

"Huh?" bingung Apo.

Apa-apaan aku ingat banget kok Ibu kemarin bilang begitu--

"Tapi kiriman Yang Mulia. Katanya Natta tidak boleh sakit," jelas Phillip. "Harus cepat sembuh biar ikut tes besoknya. Jangan membolos terus-terusan. Itu tidak bagus untuk keberlangsungan tes masukmu."

"Apa?"

HAH?!

Kenapa malah si bocil--

"Ingat, Nattarylie. Keluarga Livingston kan sudah bertaruh banyak. Di depan dewan kita punya pendukung dan nama. Karena itu jangan pernah main-main," lanjut Phillip. "Jika Yang Mulia tertarik padamu, itu bagus. Tidak banyak yang beruntung didekati begini. Tapi, kau pun harus membuktikan kualitas kalau tidak cukup jadi selir. Ckckck, cuma Ayah ketar-ketir melihatmu akhir-akhir ini. Semakin sembrono saja, dasar ...."

Dada Apo serasa langsung mendidih.

Tai malah dimarahi lagi, cih.

Mana prediksiku benar-benar kejadian.

Siapa juga yang ingin jadi selirnya?

Si paling disebut Yang Mulia!

Apo memutuskan pura-pura tidak dengar. Dia hanya mengunyah kue, karena berdebar dadakan. Otaknya mencerna kejadian semingguan ini. Kalau pun suka, Apo bingung apa yang dilihat Raja Millerius darinya. Mengajak ribut iya, menolak iya, me-roasting iya, menantang iya, belum lagi kemarin sendawa di hadapannya.

Dasar Millerius seleranya rendahan!

Raja Inggris ternyata suka yang kualitas rakyat--

"Natta."

"Iya, Bu?"

"Jika boleh tahu, Ibu mau konfirmasi saja," kata Phelipe. "Benar tidak sih, kabar yang kemarin Ibu dengar? Yang Mulia pernah cium kamu?"

"Eh?"

"Di bibir, di sini."

"Ehem."

Philip pun beranjak pergi karena tak kuasa bayinya sudah dijamah, tapi mau bagaimana kalau gosip diantara para dayang sudah tersebar kemana-mana. Apo celingak-celinguk karena Phillip tidak lanjut marah, malahan mencari asisten untuk minta file pekerjaan besok.

Jancik ... kenapa suasananya jadi begini?

Aku bukan perawan yang baru dinodai orang ya--

"Tidak kok, Bu. Bukan ciuman seperti yang Ibu pikir," kata Apo sambil mengayun-ayunkan tangan di depan muka. "Ha ha ha, itu cuma--apa ya ... Yang Mulia mungkin tersandung?" katanya. "Aku juga kaget waktu menempel sebentar, t-tapi serius itu seperti kecelakaan sih. Iya, begitu. Pasti beliau tidak sengaja. Ha ha ha."

"Ohhh, pffftt--begitu ya?" Phelipe malah menutup bibirnya gemas. "Ya sudah. Tidur sana gih. Pasti capek habis jalan-jalan. Bayi Ibu harus tidur tepat waktu. Jangan melebihi jam 10 ya? Nanti bisa kayak panda. Hmm ... matanya hitam~"

"Oke ...."

Biasa aja kali. Di rumah aku selalu tidur pukul 1 lebih. Pih.

"Pintar."

Sayang di sini tak ada ponsel. Mau push-rank juga bagaimana. Tidak bisa. Mau tidak mau memang langsung tidur. Ckckck. Benar-benar membosankan!

"Ibu, peluk dulu ...."

"Iya ... sini."

Untung masih ada dada empuk sih mana-mana. Tak apalah. Ini rasanya lumayan juga.

"Mmhh, Ibu bilang maaf buat Ayah ya. Mulai besok Natta tidak pulang telat lagi deh. Janji ...." kata Apo sambil mendusel-dusel ke dada Phelipe. "Natta benar-benar minta maaf."

"Ututututu, pasti Sayang." Phelipe membelai rambut bayinya lembut. "Ayah tidak jahat kok. Cuma khawatir saja sama kamu. Mana anak hanya satu. Kamu justru bayi kesayangan dia, oke? Tidak tahu apa, kerja ayahmu itu untuk memupukmu menjadi berlian. Setiap hari kesana-kemari demi mencari pendukung. Koneksi harus besar, Cantik. Partai juga harus betul-betul mumpuni. Keluarga kita harus bersaing dengan yang lain, hm?"

Haish, aku tidak tahu, tapi ini benar-benar memusingkan.

"Hu-um, Natta sorry ...."

"Iya, Cantik."

Bodoh amat, yang penting sekarang tetap dada Ibu.

Nyaman sekali di sini, anjir!

Boleh tidak sih sekalian membuka bra, terus menyusu padanya?