webnovel

HARGA SEBUAH PENGORBANAN

Setelah puas menceritakan segala beban pikirannya kepada Rihana, seraya menghapus air matanya dengan menggunakan sapu tangan. Akhirnya Callista kembali tersenyum samar, walaupun masih tampak jelas kesedihan di kedua bola matanya.

Andai dia bisa memutar roda dunia untuk berbalik ke masa lalu, saat peristiwa kebakaran pabrik furniture milik Papanya terjadi. Dia akan berusaha untuk menghalangi semuanya. Pasti saat ini ceritanya akan berbeda lagi, Callista akan dapat hidup berbahagia dengan lelaki cinta pertamanya Yusuf seperti yang diimpikannya selama ini.

Namun Callista segera menyadari, sebagai seorang muslim berandai-andai adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan, dia harus ikhlas menghadapi segala ketentuan takdir yang sudah ditetapkan Tuhan.

"Aku harap kau dapat menyimpan rapat-rapat semua ceritaku ini Rihana. Karena Papaku sendiri tidak akan mengetahui, tentang alasan yang sesungguhnya dibalik pernikahanku ini. Nanti aku akan menceritakan kepada Papa, bahwa aku menerima pinangan Revano karena kami saling mencintai satu sama lain. Sebab aku tidak ingin membebani lagi pikiran Papa, jika sampai dia mengetahui bahwa pernikahanku terjadi, karena agar dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi yang saat ini keluarga kami hadapi. Karena aku yakin, jika Papa mengetahuinya dia pasti melarang aku melakukan ini semua, Papa tidak akan membiarkan aku untuk mengorbankan masa depanku, tetapi sebagai seorang anak sudah saatnya aku mengabdi kepada orang tua, karena jika bukan diriku siapa lagi yang akan melakukannya," tutur Callista sambil tersenyum getir.

"Untuk hal itu kau dapat mempercayai aku Callista, aku tidak akan pernah menceritakannya kepada siapa pun, aku berjanji! Oh, Callista, andai saja aku bisa membantumu, tetapi apa lah yang dapat aku lakukan, aku tidak memiliki harta sebanyak itu ...," keluh Rihana dengan raut wajah sedih bersimpati.

"Tidak apa-apa Rihana, aku tahu kok, jika kau mampu pasti akan memberikan bantuan, hanya saja semua ini memang di luar kemampuanmu," sahut Callista sambil menggenggam tangan Rihana.

"Aku jadi sangat penasaran sekali, ingin melihat bagaimana wajah calon suamimu itu," ujar Rihana.

Kriiing! Kriiing! Kriiing!

Ponsel Callista yang berada di dalam tas tiba-tiba saja berdering. Callista bergegas menerima telepon masuk tersebut, karena khawatir ada kabar dari Papanya yang sedang di rumah sakit. Namun ternyata telepon masuk itu berasal dari nomor yang tidak tersimpan di dalam ponselnya. Dengan ragu akhirnya Callista menerima telepon masuk tersebut.

"Halo, assalamu'alaikum ...."

"Halo, waalaikumsalam, Callista?"

"I-iya benar, ini siapa, ya?"

"Aku Revano, Callista, maaf, jika aku mengganggumu ...."

"Revano? Bagaimana kau bisa tahu nomor telepon aku? Padahal aku tidak pernah memberikan kepadamu?"

"Itu adalah sesuatu yang mudah Callista, jangan kan hanya nomor teleponmu, nomor telepon pejabat negara saja dengan mudah aku dapat memperolehnya. Oh ya, saat ini aku ingin memberitahukan, bahwa semua urusan hutang piutang Papamu dengan Bank dan juga rekan kerjanya sudah aku selesaikan. Bahkan aku juga sudah menghubungi tim arsitek, yang akan membangun kembali pabrik furniture milik Papamu agar dapat segera beroperasi seperti biasanya," tutur Revano memberitahukan.

"Alhamdulillaah, terima kasih Revano, dengan demikian Papaku tidak akan lagi ditagih hutang oleh siapa pun," jawab Callista merasa lega.

"Rencananya besok pagi aku ingin menjenguk Papamu di rumah sakit untuk melihat keadaan dirinya, boleh 'kan?"

"Tentu saja boleh, Revano ...."

"Mudah-mudahan saja Papamu itu lekas segera sembuh Callista, agar rencana pernikahan kita dapat segera secepat dan diselenggarakan. Karena aku sendiri sudah membicarakan hal ini dengan seluruh keluarga besarku, dan mereka sudah menyetujuinya. Bahkan mereka semua sudah tidak sabar, ingin segera menyelenggarakan pesta besar-besaran untuk merayakan pernikahan kita nanti," tutur Revano menceritakan dengan nada suara yang terdengar sangat bahagia sekali.

"Iya, aku juga berharap demikian Revano, semoga saja Papa bisa secepatnya sembuh," jawab Callista dengan perasaan hampa.

"Apakah ada hal lain lagi, yang sekiranya dapat aku bantu, Callista?" tanya Revano seperti ingin memastikan bahwa Callista saat ini baik-baik saja.

"Aku rasa tidak ada lagi yang dapat kau berikan bantuan Revano, karena semuanya sudah kau selesaikan dengan baik, sekali lagi aku mengucapkan banyak terima kasih untuk hal itu," jawab Callista.

"Tidak masalah Callista, bukankah untuk itu semua kau juga akan membayarnya dengan harga yang sangat pantas," jawab Revano sambil tersenyum penuh arti.

"Oh ya, tentu saja ...."

"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok pagi, Callista, bye!"

"Bye ...."

"Hufff! Semua persoalan akhirnya dapat diselesaikan dengan baik dan cepat sekali, asalkan memiliki uang yang banyak! Entah mendengar kabar ini aku harus bersyukur atau bersedih ...," keluh Callista bermonolog seraya kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.

"Telepon dari siapa, Cal? Papamu baik-baik saja 'kan?" tanya Rihana merasa khawatir.

"Tadi bukan telepon dari Papaku Rihana, tetapi dari calon suamiku Revano. Dia mengabarkan bahwa sudah menyelesaikan semua urusan utang piutang Papaku di bank maupun dengan rekan kerjanya."

"Oalah, ternyata lelaki itu benar-benar serius dengan tawarannya kepadamu Callista, hal itu terbukti dengan sigap dia langsung menyelesaikan semua persoalan Papamu. Dan, ternyata dia benar-benar seorang lelaki yang sangat kaya raya, karena ternyata dia memang mampu untuk melunasi hutang piutang Papamu yang sangat banyak itu, aku jadi semakin penasaran ingin melihat wajah calon suamimu itu," ujar Rihana semakin penasaran.

"Baiklah kalau begitu Rihana, sekarang aku mau pergi ke rumah sakit dulu untuk melihat keadaan Papa. Sekalian aku mau bergantian dengan Mama untuk menjaga Papa, karena kasihan sekali jika Mama terus yang menjaga di rumah sakit, nanti bisa-bisa malah Mama ikutan sakit karena kelelahan," ucap Calista sambil bergegas bangkit dari tempat duduknya.

"Kalau begitu aku ikut denganmu ke rumah sakit Callista, dan aku juga akan menemanimu menjaga Papamu malam ini di rumah sakit. Agar kau tidak merasa kesepian dan iseng menjaganya sendirian," ujar Rihana sambil ikut pula bangkit dari tempat duduknya.

"Alhamdulillah, aku senang sekali kau mau menemani aku Rihana, sebab benar apa yang kau katakan tadi. Aku akan merasa lebih nyaman jika ada temannya menjaga Papa, apalagi di malam hari. Ayolah, sekarang kita langsung ke tempat parkiran, sebab Pak Heru sudah menunggu kita sejak tadi!" ajak Callista sambil menarik tangan Rihana agar berjalan bersama menuju ke tempat parkir.

Tiba di tempat mobil diparkirkan mereka berdua langsung bergegas masuk dan duduk di kursi belakang. Melihat kehadiran Callista dan Rihana sahabatnya yang juga sudah dikenal oleh Pak Heru, dia pun langsung menyalakan mesin mobil dan mengendarainya keluar dari halaman kampus.

"Apakah langsung menuju ke rumah sakit, Non Callista?" tanya Pak Heru memastikan.

"Sebelumnya kita mampir dulu ke toko buah Pak Heru, karena aku ingin membeli buah untuk Papa. Nanti setelah itu baru kita langsung ke rumah sakit," jawab Callista memutuskan.

"Siap, Non!"

Siguiente capítulo