webnovel

He Come Back

Mungkin inilah yang di maksud tidak boleh berbohong sebab harus menutupinya dengan kebohongan lain. Mereka membahayakan posisi Anna yang tadi berkeliaran dengan Nam Taemin. Crystal kemudian memberikan nomer ponsel Nana hingga pria itu mulai bersiap.

Sedangkan Veri yang langsung memutus panggilan dengan Crystal tanpa mengucapkan terima kasih itu memang sedikit membuat Crystal geram. Gemas ingin menonjok wajahnya.

"Nana!"

"Ya? Siapa?" tanya Nana.

"Ini gue Veri... Lu bareng Anna gak?" tanyanya.

"Lha... Baru aja pulang naek angkot. Gue mau anterin tapi dianya gak mau," sahut Nana. Pria ini lebih handal dalam berbohong di banding Crystal.

"Astaga... Tuh cewek yah! Susahnya..." gerutu Veri. Ia mematikan sambungan telpon Nana sampai pria itu tertawa. Termasuk Crystal dan Nam Taemin yang bernapas lega. Mereka semua tergemap tatkala Veri malah melakukan panggilan pada ponsel Crystal.

"Apa lagi?" tanya Crystal kesal.

"Punya nomer si Sirena gak?" Crystal menepuk jidatnya termasuk Nana yang mengusap wajah. Veri benar-benar pantang menyerah.

"Kagak, ponsel Anna juga tulisannya bahasa alien, gue gak ngerti!" sahut Crystal.

"Kalau gak salah, sebelah rumah lu itu temen si Sirena, gue pernah ke sana. Coba lu minta nomer si Sirena. Kalau enggak lu bilangin ke temen si Sirena buat nelepon si Sirena terus bilang ke Anna besok gue jemput, gak ada alesan!"

Nam Taemin tertawa kecil sebab Anna benar-benar mempunyai seorang fans fanatik. Baru tahu juga ada laki-laki seribet Veri hanya untuk menyampaikan sebuah pesan pada kekasihnya.

"Oke bye!" ucap Veri. Crystal mengusap tekuk tatkala ia tidak mampu mengatakan apa-apa. Veri bahkan menyelidiki teman-teman Anna dengan ruang lingkup di sekitarnya.

"Kayaknya tuh si Veri tahu juga rumah gue sama tetangga gue," nyinyir Nana. Dari sini, mereka mulai menyadari bahwa jika bermacam-macam maka pendidikan mereka pun akan terancam.

"Sebaiknya... Untuk sementara bukankah lebih bagus menjauhi Anna?" tanya Nam Taemin.

"Enggak!" ucap Crystal dan Nana serempak. Setidaknya ada sesuatu yang telah Anna berikan pada keduanya sampai mereka tidak mungkin meninggalkan dia.

"Bahkan bila itu mengancam kelulusan kalian?" tanya Nam Taemin.

"Ya..." sahut mereka berdua. Nana juga sudah pernah mengatakan bahwa Anna itu seperti adiknya sendiri. Yang perlu Nam Taemin cari tahu, hanyalah seberapa yakin dia... Bahwa Crystal dan Nana mempertaruhkan banyak hal untuk Anna.

"Bagaimana denganmu Nam Taemin?" tanya Nana. Teman Anna juga sama ragunya sebab mengeluarkan Anna dari kekangan Veri sama saja ia sedang membuat Anna sekarat.

"Sudah kubilang... Dia tiketku untuk secepatnya pergi dari Indonesia," ucap Nam Taemin. Ia sudah mengirim pesan pada Kim Minji yang menunggunya. Di banding menunggu satu tahun kurang, Kim Taemin akan mempersingkat semuanya menjadi beberapa bulan, hanya agar bisa menemani Kim Minji di Korea sana.

"Baiklah... Ayo buat perjanjian," ucap Crystal. Ia tidak bisa mempercayai semua orang hanya dengan omongan. Perlu ada sesuatu yang bisa dipegang sebab kesalahan mereka nantinya bisa saja membuat masa depan Annastasia berubah menjadi lebih menyakitkan.

***

"Anna berangkat Bu..." ucapnya. Sirena yang baru saja akan mandi itu melambaikan tangan pada Kim Taemin yang menunggu di depan rumah. Apalagi setelah mendengar cerita dan meminta Izin Ayahnya bahwa Anna sedang bekerja cukup membuat Novi dan Steven menangis.

Ia bahkan sudah memiliki uang lima juta untuk DP menjadi guru les Nam Taemin. Kedua orang tua Anna memang tidak melarang Anna untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan, lagipula sekalian sama-sama belajar juga.

Persyaratan dari orang tuanya hanyalah Anna harus menjelaskan dan mengabari secara detail, kemana ia belajar. Atau sesekali meminta Nam Taemin untuk belajar di rumah. Mereka semua sudah bersepakat.

"Beres?" tanya Nam Taemin. Anna yang menekuk bibir sebab harus membiarkan Sirena berangkat sendiri itu mengangguk. Di mana Nam Taemin lekas membungkukkan badan pada Novi yang masih belum terbiasa. Kemudian mereka berangkat sekolah di jam tujuh pagi.

"Ponselku mana?" tanya Anna. Semalaman ia mencari benda tersebut namun baru ingat saat tengah malam bahwa ponselnya masih ada di tangan Nam Taemin.

Nam Taemin menggerakkan torso pada laci mobil. Anna lekas mengambil benda pipihnya kemudian mengotak atik ponsel yang memiliki PIN saat ia mengusap layar.

"Kukunci," ucap Nam Taemin. Anna menghela napas sabar sebanyak-banyaknya.

"Dari dulu tidak pernah kukunci, Veri suka marah," ucap Anna. Ia meminta PIN layar ponselnya. Mengatur ulang menjadi tidak terkunci. Lagipula tidak ada rahasia menarik di dalam sana sampai harus menambah keamanan segala.

"Mendingan sekarang kunci dan bawa ke mana aja, jangan ditinggal sembarangan," ucap Nam Taemin. Ia menggulirkan pandangan pada Anna yang menatapnya aneh. Apalagi manik cantik itu melebar tatkala raga Nam Taemin sangat dekat hingga napas mereka beradu kontras walau hanya dalam hitungan detik.

Nam Taemin meraih sabuk pengaman dan memasangnya dengan cepat. "Aku kan akan sering mengabarimu Seonsaengnim... Nanti takut ada kesalah pahaman," ucapnya.

*Seonsaengnim (Guru)*

Anna tidak mengikuti apa yang Nam Taemin sarankan. Akan lebih mencurigakan bila ia mengunci ponselnya secara tiba-tiba. Dirinya harus ekstra hati-hati dan berusaha agar tidak membuat Veri marah sebab dirinya akan sangat sibuk.

"Jadi... Les kita—"

"Satu jam sebelum masuk kelas. Kemudian empat jam setelah pulang sekolah. Jika waktu istirahat, itu semauku saja... Jika aku ingin belajar, maka belajar. Jika tidak ingin, maka kau boleh beristirahat," jelas Nam Taemin. Anna menyeringai tatkala Nam Taemin menancap gas menuju sekolahnya.

"Maksudku Nam Taemin... Les kita batalkan," ucapnya. Nam Taemin tidak nampak kaget untuk pernyataan Annastasia.

"Jadi, kau mau mengganti rugi?"

"Tidak... Aku akan mengajarimu sesuai kesepakatan dengan guru Dinda. Lima juta selama dua minggu," ucap Anna. Selebihnya ia tidak tergiur dengan uang tambahan itu.

"Baiklah... Tadinya aku juga ingin Ayahmu mengajari adikku."

"Adik?" tanya Anna. Ia membuka buku pelajaran yang akan diturunkan pada Nam Taemin.

"Ya... Siswa baru yang sekelas dengan Adikmu adalah Adikku," ucapnya. Anna hanya mengangguk-angguk saja pura-pura baru tahu. Padahal ia sudah mendengarnya dari Sirena. Katanya mereka memang berbeda Ibu dan juga sangat tidak akrab.

"Berbeda denganku yang hanya memerlukan Izajah untuk bisa kembali ke Korea... Dia, memerlukan nilai bagus untuk bisa kembali," jelas Nam Taemin.

Anna tidak mengatakan apapun sebab saat ia membuka mulutnya, ponsel yang berada di tangan orang lain itu semalam telah bergetar kembali. Panggilan dari Veri membuatnya mencoba untuk mengatur hati agar tidak gentar.

"Halo?"

"Eh, lho... Es?" tanya Veri. Pada jam tujuh lebih ini, Crystal gesit sekali mengantarkan ponsel pada Anna. Apalagi Anna menggulirkan pandangan pada Nam Taemin yang malah fokus pada jalan.

"I–ya?" Anna menjadi ragu, takut jika Veri menelpon dan yang mengangkatnya adalah Nam Taemin semalam.

"Crystal ke sana nganterin ponsel kamu?"

"Hm?" Anna tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Veri. Apalagi ia terus melirik Nam Taemin untuk memberinya kode apa saja agar Anna tidak salah bicara saat ia tidak tahu apapun.

"Crystal udah ngasih tahu kamu dijemput aku pagi ini?" tanya Veri. Anna terperangah dan tidak bisa mengatakan apapun saat dirinya sudah dalam perjalanan ke sekolah.

"A–aku udah berangkat Hu."

"Lho, gimana sih si Crystal. Kamu ngapain pagi gini ke sekolah? Masih se jam lagi juga," gerutu Veri.

"Mau beli dulu pulpen soalnya," sahut Anna. Ia jadinya nanti harus membeli pulpen agar tidak menjadi sebuah kebohongan nanti.

"Ya udah... Ketemu di sekolah yah Es?"

"Iya," sahut Anna. Veri mematikan sambungan telepon setelah melakukan salam penutup yang sedikit kekanak-kanakan. Di mana Crystal lekas melihat riwayat panggilan yang kosong sampai ia menggulirkan pandangan pada Nam Taemin.

"Kamu menghapusnya?" tanya Anna.

"Ne," sahut Nam Taemin.

*Ne (Iya)*

Annastasia menyeringgai hingga mengusap kening pusing sebab Nam Taemin benar-benar tidak permisi terlebih dahulu, apalagi saat ia menggunci ponselnya.

"Neon... Jigeum mwohago issni?"

*Neon jigeum mwohago issni? (Apa yang sedang kamu lakukan sekarang?)*

"Amugeotdo," sahut Nam Taemin. Ia bahkan tidak melihat Anna yang mulai menahan amarahnya sebab Nam Taemin terlalu lancang.

*Amugeotdo (Tidak ada)*

Anna memainkan lidah di dalam mulutnya. Menggenggam erat ponsel hingga menatap jalan raya Soekarno hatta yang sudah ramai hingga terprediksi akan macet sebentar lagi.

"Turunkan... Aku," ucap Anna. Nam Taemin tidak mengatakan apapun selain membanting setirnya ke pinggir jalan. Menepi hingga semakin membuat Anna membara namun semuanya malah tertahan.

"Jangan terlambat Seonsaengnim," ucap Nam Taemin. Anna melepaskan sabuk pengaman. Lekas berlalu keluar tanpa melihat atau menjawab Nam Taemin yang juga terlihat biasa saja. Anna berlalu bersamaan dengan Nam Taemin yang menginjak gas pergi meninggalkan Annastasia.

Jujur saja. Ini hanya akan memakan waktu sebab angkot menuju sekolahnya berada di jalur lain, bila ia naik yang berada di jalur berbeda, mungkin ia harus berkeliling terlebih dahulu. Anna merunduk menatap sepatunya. Apa yang sedang ia lalui saat ini?

Kenapa terlalu banyak orang yang lancang hingga berlaku seenaknya pada Anna. Ia bahkan tidak bisa bertingkah seperti anak-anak lain. Padahal yang Anna inginkan masa sekolah tanpa kekangan apapun. Di mana Anna berjongkok untuk meratapi semuanya.

Tiba-tiba saja sesuatu yang tidak tertahankan mengalir ke pipinya. Bulir yang membuat Anna merasa lemah sekali untuk memulai hari. Menatap aspal jalanan hingga sebuah ban mobil yang bergerak mundur itu melintasi maniknya.

Anna spontan mendongak. Mobil familiar yang membuatnya lekas berdiri. "Ayo... Belajar di dalam mobil saja Soensaengnim..."

Nam Taemin kembali.

Bersambung...