Dua orang pria berjas dan bersepatu kulit yang kini ada di hadapan Yura itu juga mengenakan mantel panjang berwarna hitam. Mereka berdiri berdampingan di depan Yura.
"Kamu ingin pergi ke rumah ibu tirimu itu?" Yusuf bertanya ragu-ragu, menyesuaikan syal yang menutupi setengah dari wajahnya.
Dion bersandar di mobil dan melirik syal di lehernya. Tebakan Yusuf selalu yang paling tepat. Jika kita tidak memberinya jawaban, maka Yusuf akan menggunakan keahlian menebaknya dan tebakannya tidak pernah salah.
Terkait dengan tujuan Yura untuk mengunjungi ibu tirinya itu, sepertinya semua orang sudah tahu bahwa keluarganya kini tengah menyambut kelahiran ahli waris yang baru.
Yura tidak menjawab pertanyaan Yusuf. Dia memalingkan wajah dan berjalan menjauhi mereka dalam diam. Hari ini adalah hari pelaksanaan pertemuan tahunan kalangan bangsawan, maka tidak heran Dion akan muncul bersama Yusuf.
"Hei, tidak ada taksi di sini, kamu bilang kamu... kamu belum belajar mengemudi selama bertahun-tahun. Hei, berhenti!" Yusuf berteriak saat melihat Dion masuk ke mobilnya dan segera memacu dengan kecepatan penuh.
Namun, Dion tidak mendengar teriakan Yusuf. Dia terus mengendarai mobil jeep milik Yusuf untuk mengejar Yura. Setelah Dion berhasil mengejar gadis itu, dia segera memaksanya masuk ke mobil dan membawanya pergi.
Di tempat yang tidak jauh dari sana, Sandra dan Ramon sedang minum kopi di dalam mobil sambil bersenda gurau. Mereka menyipitkan mata dan membuka pintu mobil ketika Yusuf datang mengetuk kaca mobil mereka dengan wajah yang tertutup syal.
"Kirimi aku mobil dari perusahaanmu sekarang!" bentak Yusuf memberi perintah pada Sandra.
Sandra mendorong kacamatanya dan sudut mulutnya bergerak-gerak tidak karuan menanggapi permintaan Yusuf, "T-tapi, Tuan Yusuf, Anda benar-benar bercanda."
"Ah, aku tidak mau tahu. Cepat beri aku mobil sekarang juga!" teriak Yusuf tidak sabar.
Yura bersandar di dalam mobil jeep milik Yusuf. Dia melihat pemandangan yang berlalu dengan cepat di jendela. Tiba-tiba dia merasa mual lagi.
"Pelan-pelan," gumamnya pada Dion.
Dion meliriknya dari kaca spion, mematikan pemanas di dalam mobil, dan menurunkan kecepatan mobilnya. Situasinya kini cukup buruk. Dia tidak tahu tentang maksud kedatangan Yura ke rumah ibu tirinya itu, tetapi dia telah mendengar beberapa rumor.
Ada banyak hal buruk tentang keluarga Yura yang tentunya sangat menjengkelkan. Tidak heran Yura tidak ingin kembali ke rumah itu. Akan sangat melelahkan baginya untuk menghadapi begitu banyak keributan saat dia kembali.
Dion membawa Yura ke sebuah apartemen tidak jauh dari sana. Baru saja tiba di apartemen, tiba-tiba ada seorang kurir di depan pintu yang membawa kotak lusuh dengan nama pengirim yang tidak jelas.
Yura mengambilnya tanpa suara. Dia berusaha menenangkan dirinya dan membuka paket yang dikirim kurir itu dengan pisau kecil. Ada darah yang mengalir saat kotak itu dibuka. Setelah itu, Yura melihat ada seekor kucing mati disiksa di dalamnya.
Yura merasa pusing, lalu dia menutup mulutnya. Dia berbalik dan muntah di dalam toilet cukup lama. Masih ada bau bangkai kucing di udara yang bercampur dengan bau darah. Yura berusaha dengan kuat menopang tubuhnya dan membasuh mulutnya. Dia segera menutup kotak itu dan memasukkannya ke dalam tong sampah.
"Apa yang kamu lakukan?" Dion berdiri diam di hadapannya, dan Yura dengan tenang menutup pintu kamar mandi.
"Oh, kamu sudah kembali," sambut Yura. Dion baru saja kembali dari membeli obat flu untuk Yura. Yura meminum obat yang diserahkan Dion, tangannya sedikit gemetar.
Yura belum makan hari ini, ditambah dengan hawa dingin dan kejadian tadi, membuat Yura agak sulit untuk mencerna obat yang diberikan Dion.
Dion melirik ke pintu kamar mandi, mengawasinya menelan obat dengan mata yang waspada. Perilaku Yura baru-baru ini sedikit tidak normal. Beberapa informasi tentang kehidupan Yura saat berada di luar negeri sekarang ada di tangan Dion satu demi satu. Saat Yura tinggal di luar negeri, ternyata dia berada di bawah tekanan, jauh lebih besar dari yang Dion kira.
Beberapa waktu yang lalu, Lukman mengatakan kepadanya bahwa Yura memiliki penyakit psikologis yang tersembunyi dan sulit untuk dideteksi. Oleh karena itu, Dion membawanya untuk membintangi acara variety show di gunung dan berharap Yura bisa akrab dengan orang-orang baru dan pemandangan indah di sekitarnya dapat menenangkan suasana hatinya.
Meski ada beberapa dampak positif dari upaya yang dilakukan oleh Dion itu, nampaknya masih kurang memuaskan.
Saat sibuk memikirkan keadaan Yura, Dion mencium bau amis samar di udara. Dia mengikuti baunya dan berjalan ke lorong hingga mencapai kamar mandi.
Kamar mandinya aneh. Gaun di gantungan juga tampak tidak lazim. Dion melirik, dan ada bekas darah di gaun katun gelap itu. Dia mengerutkan kening dalam-dalam dan melirik Yura yang sedang bersandar di sofa. Wajahnya sangat pucat di bawah cahaya redup, seperti sedang melawan penyakit serius. Meskipun Yura terlihat tenang, dia terus menghindari tatapan Dion.
Dion tersenyum pada Yura. Lalu, dia mengambil beberapa langkah untuk menghampirinya di sofa. Dia memandang Yura dengan mata sendu, sedangkan Yura sedang ketakutan setengah mati. Dion tidak bergerak saat melihat mata Yura. Keduanya kini duduk di sofa saling berpelukan dengan mesra, seolah baru saja bertemu. Dion memeluk Yura dengan erat setiap kali dia merasa ada yang tidak beres dengan gadis itu.
Akhir-akhir ini, Dion menginstruksikan asisten Yura, Sarah, untuk selalu memasak makanan kesukaan Yura, dan tentu saja, memberikan suplemen setelah makan padanya.
Dion merasa senang, tetapi dalam sekejap dia melihat Yura duduk di sofa sambil memelototi dirinya. Dia terlihat sangat imut, jadi tidak ada alasan untuk Dion marah padanya. Tanpa sadar, Dion menyentuh pipinya dan melemparkan apa yang ada di tangan Yura.
Yura menundukkan kepalanya dan merentangkan kakinya yang menggantung di sofa untuk menendangnya. Dia berbisik, "Dion, kamu menyakitiku. Apa kamu akan menyiksaku?"
Dion mengetahui kekhawatiran Yura. Tujuannya kali ini adalah membuat Yura sepenuhnya menerima dirinya sendiri dan menikah. Tapi, Yura menolaknya dengan tegas. Karena melihat Yura yang masih bersedih, jadi Dion memeluknya dan mengusap kepalanya untuk menghiburnya. Dia mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan dia masih yang terbaik baginya.
Yura tiba-tiba bertanya, "Kapan kamu akan berhenti mencintaiku?" Kata-kata itu membuat Dion tertawa terbahak-bahak. Dion memeluk Yura, tetapi dia tidak tahu bahwa Yura sudah melihat ekspresi di wajahnya.
Dion mencubit perut Yura, meraih dagunya lembut. Setelah itu, Yura bertanya lagi, "Apa yang kamu pikirkan?"
Dion terkejut. Dia salah tingkah dan mengusap bagian atas kepala Yura dengan tangannya yang besar. Dia berkata sambil tersenyum, "Tidak ada. Aku hanya memikirkan lagu yang akan aku nyanyikan untukmu. Aku rasa akan sangat menyenangkan."
Kondisi fisik Yura hari ini sangat tidak baik dan ketika dia dihadapkan dengan sikap lembut Dion, dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Yura hanya bisa tersipu dan melihat gerakan Dion dengan kesal. Dion sepertinya sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang agresif.
"Dion, kamu gila. Apa kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?" Yura hampir menangis saat mengatakan ini.
Di saat orang-orang di luar sana mengatakan bahwa Dion adalah sosok yang hangat dan tampan, hanya Yura yang tahu bahwa dia sebenarnya adalah orang yang benar-benar gila dan keras kepala.