webnovel

Teman Atau Musuh?

Fana terus melangkah menjauh dari area gedung ruma sakit. Ia menunggu di sebuah halte bus yang sangat sepi. Rencananya yang semula hanya ke minimarket ternyata harus berubah. Ia mendapatkan pesan bila ibundanya harus melakukan operasi kanker besok. Ia harus pulang dahulu untuk mengambil beberapa pakaian lagi, dan ia juga perlu istirahat.

Di kamar ibunda, ayahnya sudah bergantian berjaga dengannya. Fana hanyalah seorang anak dari karyawan swasta berpenghasilan 3 juta perbulan. Ia menjadi sangat semangat mengikuti berbagai kegiatan kampus dan berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarga.

Fana duduk di bangku halte, ia melihat layar ponselnya. Sambil menunggu taksi lewat, ia melihat beberapa video lucu yang di posting oleh beberapa selebgram.

Tidak jauh darinya, ada dua laki-laki setengah paruh baya sedang mengamatinya. Walau jaraknya lumayan jauh, tapi Fana merasa risih dengan kehadiran kedua laki-laki itu. Ia tetap waspada dan sesekali mencuri pandang ke arah keduanya.

Tidak lama berselang, kedua laki-laki itu menghampiri Fana. Tangan kanannya di masukkan ke dalam tas selempang yang ia bawa. Fana meraba beberapa barang yang lumayan keras untuk menimpuk kedua laki-laki itu.

"Hai, cantik, sendirian saja?" salah seorang dari mereka mendekat dan duduk di samping Fana.

"Hai, setan! Kebetulan aku ditemani oleh dua tuyul!" gumam Fana dihati.

"Boleh kenalan?" Satu laki-laki yang berdiri mengulurkan tangan mengajak kenalan.

"Hah? Maaf, Bang, saya baru mandi, takut kotor." Fana menyindir keduanya.

"Jiah! Di kira kita najis, begitu?" Laki-laki di samping Fana merasa tersinggung.

"Sudah, Bang! Langsung sikat saja!" Laki-laki yang berdiri langsung mengeluarkan pisau lipat dan menodongkannya ke wajah Fana.

Melihat pisau yang berada tepat di depan wajahnya, Fana langsung tersentak mundur ke belakang hingga ia menyandar ke sandaran bangku.

"Serahkan uang dan ponsel!" Laki-laki di sampingnya mengeluarkan satu buah pistol.

Fana hanya bisa diam, ia pasrah saat tas selempang miliknya diambil paksa. Seluruh isinya dikeluarkan, dompet dan ponselnya diambil dan sisanya dibuang ke kali di belakang halte.

"Ehem! Pernah dengar tentang si manusia kelelawar bertopeng yang selalu berpatroli pada malam hari?" Leo datang tiba-tiba tepat di belakang laki-laki yang duduk disamping Fana.

Kedua laki-laki itu menoleh cepat ke arah Leo. Fana pun juga ikut menoleh, ia merasa terkejut dengan kehadiran Leo.

"Kalongman?" pikir laki-laki yang berdiri.

"Bukan, bodoh …."

Leo mengambil pistol milik laki-laki yang duduk di samping Fana. Ia meninju wajahnya dan melempar laki-laki itu sejauh lima meter menjauh dari halte. Laki-laki yang memegang pisau lipat langsung mengayunkan pisau lipat kecil mungil miliknya. Leo mengokang pistol yang ada di tangan kirinya, ia menodongkannya tepat di dahi laki-laki itu.

"Mati atau serahkan dompet dan ponsel itu?" Leo siap menekan pelatuk pistolnya.

Dengan rasa takut, laki-laki itu memilih mengembalikan dompet dan ponsel ke Fana kembali. Setelah itu, mereka berdua segera pergi lari menjauh.

Leo membongkar pistol itu, lalu ia melemparkannya ke kali di belakang halte.

"Terima kasih, tapi bagaimana kau bisa ada di belakangku?" Fana merasa penasaran.

"Sedikit latihan di gym, dan juga efek dari teknik bela diri ninja." Leo mengambil beberapa barang yang jatuh di trotoar.

"Cih, kau masih bisa melawak disaat seperti ini?" Fana coba mengatur napasnya.

"Kau pulang sendiri? Kenapa tidak besok pagi saja?" tanya Leo.

"Ibuku mau di operasi besok, aku mau pulang untuk istirahat. Sekarang yang giliran jaga adalah ayah." Fana menyimpan dompet di kantong celana denim miliknya.

"Oh, sorry, aku tidak tahu bila itu alasannya." Leo terkejut mendengarnya.

Ada taksi mendekat ke arah Fana, ia segera ke tepi trotoar dan memberhentikan taksi itu.

"Terima kasih, maaf, aku pulang duluan." Fana langsung masuk ke dalam taksi.

Leo hanya melihat taksi mulai kembali jalan dari depan halte. Di dalam taksi, Fana terus menoleh ke belakang melihat Leo dari jendela. Ia tersenyum.

Tiba-tiba, sekejap saja Leo hilang. Fana langsung terkejut, matanya melotot dan mencari keberadaan Leo di sekitar halte. Namun saat taksi mulai belok dan menjauh dari halte hingga sudah tidak terlihat, Fana hanya bisa mengira bila apa yang dilihatnya adalah efek dari rasa kantuk yang ia rasakan.

"Kau pergi ke mana?" tanya Alfred.

"Hanya membantu orang tua menyeberang jalan." Leo menghampiri Alfred dan Daniel.

"Tuan muda, apa kau butuh sesuatu untuk menghibur diri? Seperti wanita?" Daniel menawarkan bantuannya.

"Jangan panggil aku dengan sebutan tuan muda, aku lebih tua darimu 100 tahun." Leo merasakan ada sesuatu yang mendekat. Indera pendengarannya layaknya sonar merasakan kehadiran seseorang.

"Maaf, lalu bagaimana dengan wanitanya?" tanya Daniel.

"Untukmu saja, aku bukan hypersex sepertimu." Leo menoleh ke arah dinding pembatas tempat ia berdiri tadi.

"Ada apa?" Alfred merasa Leo sedang waspada akan sesuatu.

Daniel dan Alfred menoleh ke arah yang ditatap oleh Leo. Ia melihat ada seseorang yang sedang berdiri menghadap membelakangi mereka bertiga.

"Pemandangan yang terlihat dari sini lumayan indah, tapi aku benci saat melihat ada seorang vampir yang membantu manusia." Ares balik badan, ia menatap Leo, Alfred dan Daniel sambil meringis.

"Ares?" Alfred begitu terkejut.

"Tuan muda Ares, aku tidak tahu bila kau ada di negara ini?" Daniel merasa takut, ia seperti melihat seekor pemangsa.

"Halo, Alfred dan dokter. Bagaimana kabar tuan muda Constantine? Apa dia masih mengalami socially awkward?" sindir Ares.

"Kau datang hanya untuk menyindir? Bila, iya, maka aku akan menilainya. Nilaimu hanya 5/10." Leo memfokuskan matanya.

"Leo, mulutmu ternyata masih sama seperti dulu. Layaknya seekor ular, sang pembohong muda dari keluarga royal blood yang penuh dengan kebohongan!" Ares mulai kesal.

"Maaf, tapi itu lebih cocok untuk gelar keluargamu."

Tiba-tiba satu tendangan kuat mengarah ke kiri Leo. Ia segera menangkisnya dengan memblokade tendangan Ares menggunakan kedua tangannya. Leo sudah memasang kuda-kuda yang kuat, namun tenaga Ares jauh lebih kuat. Ares menghempaskan tubuh Leo hingga menghantam dinding pembatas.

Alfred langsung bertindak, ia segera lari dan meninju wajah kanan Ares. Namun sayangnya, Ares bisa menghindar. Ia menendang dada Alfred dan membuatnya terhempas ke belakang menuju pintu rooftop. Dengan cepat, Daniel meraih tubuh Alfred dan menghentikan tubuh Alfred agar tidak menabrak pintu.

"Hidup bersama manusia telah membuat kalian menjadi lemah! Menjijikkan!" Ares melihat ke arah Leo terhempas. Anehnya, tubuh Leo sudah tidak ada di sana.

"Yang menjijikkan adalah dirimu sendiri, Ares!"

Leo memegang erat bahu dan pinggang Ares, ia lalu membawa Ares terbang ke langit.

"Tuan muda? Apa itu skill miliknya?" Daniel benar-benar terkejut.

Leo bisa menghilang dan muncul kembali di langit. Teknik skill yang disebut sebagai teleportasi menjadi teknik khusus milik Leo. Hanya beberapa vampir berdarah biru atau royal blood yang memiliki skill khusus ini.

Leo langsung menghempaskan tubuh Ares ke arah sebuah gardu listrik di dekat perempatan lampu merah.

Namun saat ingin menyentuh tanah, Ares menggunakan skillnya untuk mengendalikan gravitasi. Ia berhasil selamat.

"Teknik teleportasi milik si bodoh Leo itu sangat merepotkan!" Ares menatap lurus ke arah Leo yang sedang berdiri di atas dinding pembatas rooftop.

"Kenapa Ares bisa berada di sini!" Alfred sangat kesal.

"Itulah pertanyaan yang inginku tanyakan." Daniel membantu Alfred berdiri.

"Alfred, segera hubungi Central Capitol. Bilang untuk segera mengirim penangkap anjing liar. Aku akan coba melawannya." Leo melihat Ares bergerak terbang ke arahnya.

Ia tahu tentang kemampuan Ares untuk mengendalikan gravitasi di sekitarnya. Dengan teknik itu, ia bisa terbang dan melayang di udara. Bahkan bisa menghancurkan satu bangunan dengan memfokuskan kekuatannya.

"Jangan meremehkanku! Dasar remahan roti!" Ares menghajar Leo tepat di wajahnya.