webnovel

Hamil?

Seorang wanita menghela nafas, mendudukkan tubuh pada tepi tempat tidur dan menatap lurus ke depan. Ia adalah Kallista Esveranza, seorang wanita berusia 25 tahun yang bekerja sebagai seorang model di sebuah Agensi.

"Aku masih tidak menyangka, jika Samuel tega melakukan hal itu padaku" gumamnya, kembali teringat dengan sebuah kejadian yang membuat hubungannya dengan pria itu harus berakhir. "Padahal aku telah memberikan semua padanya, termasuk tubuhku. Tapi kenapa ia malah mengkhianatiku?!"

Kemarin Kallista datang ke Agensi tempatnya bekerja, namun kedatangannya ke sana bukan untuk melakukan sesi pemotretan yang biasa ia lakukan. Melainkan untuk bertemu dengan pemilik Agensi dan mengatakan, kalau ia ingin mengundurkan diri. Bahkan ia telah sepakat dengan kekasihnya, untuk sama-sama keluar dari perusahaan tersebut.

Namun setelah tiba di sana ia tidak langsung menuju ke ruangan pemilik Agensi, karena ia ingin menghampiri Samuel yang saat itu sedang melakukan sesi pemotretan bersama dengan seorang model wanita. Tetapi setelah ia sampai di depan studio, ia tidak sengaja melihat sebuah pemandangan yang membuat hatinya langsung terasa sakit. Bagaimana tidak? Pria yang ia cintai sedang asyik berciuman dengan seorang model wanita.

Melihat hal tersebut membuat emosinya Kallista langsung memuncak dalam seketika. Ia pun segera berjalan memasuki studio dan memaki mereka berdua. Dan saat itu juga ia langsung memutuskan hubungannya dengan Samuel. Namun Samuel tidak menerima keputusan Kallista begitu saja, ia mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan memohon padanya untuk tidak mengakhiri hubungan mereka.

Karena sudah terlanjur emosi dan juga sakit hati, Kallista tidak bisa menerima penjelasan Samuel dan tetap pada keputusannya, yaitu memilih untuk mengakhiri hubungan tersebut yang sudah mereka jalani selama 1 bulan lamanya.

Lalu setelah itu ia segera pergi dari sana dan kembali ke apartementnya. Bahkan ia lupa dengan niatnya datang ke perusahaan tersebut, karena sudah begitu kesal.

Ia langsung terperanjat dan tersadar dari lamunan saat mendengar suara ketukan dari luar apartmentnya. Menandakan bahwa ada seseorang yang datang dan menunggu di luar sana.

"Siapakah itu? Apakah Samuel?" gumamnya, menatap pintu kamarnya yang tidak tertutup dan terdiam sejenak.

Tapi lagi-lagi ia terkejut saat kembali mendengar suara ketukan pintu. Dengan sedikit berat ia menghela nafas dan bangkit dari posisi duduknya. Lalu dengan malas ia berjalan keluar dari kamar untuk membukakan pintu.

Setelah tiba di dekat pintu apartementnya ia segera berhenti, namun ia tidak langsung membukanya dan malah terdiam di tempat.

"Kira-kira siapa yang datang?" ia berkata di dalam hati dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Namun untuk yang ketiga kalinya pintu itu kembali diketuk, dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Seolah menandakan bahwa seseorang yang menunggu di luar sana sudah tidak sabar, dan ingin segera dibukakan pintu.

"Kuharap bukan pria itu yang datang" gumam Kallista. Lalu ia menghela nafas, mengulurkan tangannya dan membuka pintu apartementnya yang tidak dikunci. Tapi ia langsung membeku dan mendadak jadi patung, saat melihat seorang pria yang tidak asing baginya sedang berdiri di depannya.

"Selamat pagi, Kallista" sapa pria itu dengan senyuman yang terukir di wajahnya.

"S-Selamat pagi juga Gavin" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan tersenyum canggung.

Dan rupanya yang datang bukanlah Samuel, melainkan Gavino Alden Nalendra. Seorang pria yang dulu bekerja sebagai Fotografer di Agensi yang sama dengan Kallista.

Dulu, Gavin dan Kallista cukup sering kerja bersama. Bahkan hampir setiap ada sesi pemotretan, Gavin lah yang selalu mengambil foto-fotonya Kallista. Namun sayang, Gavin memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain. Sehingga mereka harus berpisah.

Setelah Gavin berhenti bekerja di Agensi tersebut, mereka jadi sangat jarang bertemu karena sama-sama sibuk. Terutama Kallista yang setiap hari selalu ada jadwal pemotretan.

"Apakah aku boleh masuk?" tanya Gavin, menatap Kallista dengan satu alisnya yang terangkat.

"Ah, iya tentu saja" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan sedikit bergeser untuk memberikan jalan pada Gavin.

"Terima kasih" pria itu tersenyum. Lalu ia melangkah masuk ke dalam apartement Kallista.

Sedangkan Kallista ia kembali menutup pintu apartementnya dan tanpa menguncinya.

"Apakah kamu sedang sibuk?" tanya Gavin, membalikkan tubuh dan menatap Kallista yang berjalan menghampirinya.

"Tidak" Kallista menggeleng pelan dan tersenyum tipis. "Karena aku hanya sedang bersantai dan tidak tahu harus melakukan apa."

"Memangnya hari ini tidak ada jadwal pemotretan?" tanya Gavin yang terlihat bingung.

"Tidak tahu" jawab Kallista menundukkan kepala, dan dalam seketika raut wajahnya langsung berubah. "Karena sejak kemarin aku tidak mengaktifkan ponselku."

"Jadi itu rupanya mengapa nomormu tidak bisa dihubungi" ujar Gavin mengganggukkan kepala dan mengalihkan pandangan ke sekitar.

"Kenapa kamu bisa tahu kalau nomorku tidak aktif? Apakah kamu menghubungiku?" tanya Kallista, mengangkat kepalanya dan menatap Gavin dengan dahi yang mengerut.

"Tentu saja" jawab Gavin menggangguk pelan. "Kemarin aku menghubungi nomormu hanya untuk sekedar mengobrol denganmu dan menanyakan kabar. Tapi yang kudengar hanyalah suara operator yang mengatakan, bahwa nomormu sedang tidak aktif. Bahkan sampai tadi pagi pun nomormu tetap tidak aktif, sehingga membuatku menjadi khawatir. Maka dari itu aku memutuskan untuk datang ke sini dan mengecek keadaanmu secara langsung. Sebab aku takut, jika terjadi sesuatu padamu."

"Terima kasih karena telah mengkhawatirkanku" ucap Kallista kembali menundukkan kepala. "Dan maaf sudah membuatmu khawatir."

"Memangnya kalau aku boleh tahu, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu tiba-tiba tidak mengaktifkan ponselmu?" tanya Gavin yang mulai terlihat penasaran.

"Ceritanya panjang, dan aku tidak tahu harus menceritakannya dari mana" jawab Kallista tanpa menatap pria itu.

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk menceritakannya" ucap Gavin menggangguk paham dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Lalu ia beralih menatap Kallista yang berdiri di depannya. "Tapi kamu baik-baik saja, kan?"

"Tentu" Kallista menggangguk dan tersenyum. "Aku dalam keadaan yang baik, seperti yang kamu lihat sekarang. Hanya saja a–"

Huek!

Kallista refleks langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan, saat merasakan perutnya yang tiba-tiba terasa mual.

"Kallista, kamu kenapa?" tanya Gavin yang terlihat khawatir dan memegang bahu wanita itu.

"Tidak, aku baik-baik saja" jawab Kallista menggeleng pelan.

"Benar, kamu tidak apa-apa?" tanya Gavin yang terlihat tidak yakin. "Lalu apakah kamu sudah sarapan?"

"Sud–"

Huek!

Kallista kembali terasa mual, dan kali ini ia merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam perutnya. Segera ia berlari menuju kamar mandi dan meninggalkan Gavin seorang diri.

Setelah tiba di dalam kamar mandi, ia segera merendahkan tubuhnya dan memposisikan kepalanya pada kloset. Lalu ia mencoba mengeluarkan isi perutnya agar tidak lagi merasa mual.

"Kallista!" ucap Gavin menghentikan langkah di depan kamar mandi yang pintunya tidak tertutup. "Kamu yakin kalau kamu tidak apa-apa?" tanyanya, menatap Kallista yang membelakanginya.