Axel yang dari tadi melihat kemesraan dari pasangan kekasih yang tak lain adalah Zelyn dan pria yang diketahui adalah calon suaminya, merasa sangat tidak suka. Hari ini adalah pertama kali ia melihat pria yang sangat dicintai Zelyn dan diakuinya bahwa sosok pria yang diketahuinya bernama Ardhan itu memang mempunyai wajah tampan dan memiliki aura kharismatik.
"Jadi, ini pria yang membuatmu menolakku? Seandainya kamu tahu apa yang akan terjadi padamu, Arzelyn Selena. Nasib buruk dan tragis sebentar lagi akan menimpamu saat sahabat sendiri mengkhianatimu dan merebut calon suami yang sangat kamu banggakan itu. Zelyn yang malang, rasanya aku sudah tidak sabar untuk melihat kehancuranmu," batin Axel dengan senyuman penuh seringai.
Dengan menjabat uluran tangan Ardhan, Axel menepuk bahu pria yang terlihat sangat menghormatinya. "Terima kasih, Ardhan. Maaf, karena aku telah membuatmu berpisah dengan calon istrimu selama satu bulan. Mungkin kamu bisa datang ke Bali nanti untuk menemui Zelyn. Aku tidak akan pernah melarang Zelyn saat dia ingin libur bekerja."
'Datanglah dan lihat sendiri saat Zelyn tidur dengan pria yang merupakan suruhan dari sahabatnya,' batin Axel di dalam hati.
Ardhan yang langsung tersenyum menanggapi perkataan dari Axel, merasa sangat tidak enak atas perkataan pria yang merupakan putra sahabat tantenya. Sehingga ia tidak ingin membuat suasana menjadi tidak nyaman saat membahas masalah pribadi.
"Tidak masalah, Tuan Axel. Saya sangat mengerti dengan kesibukan Zelyn. Lagipula dia sangat menyukai pekerjaannya. Bagiku, melihatnya merasa bahagia saat bekerja, itu sudah merupakan kesenangan tersendiri. Oh ya, hari ini ada teman yang akan menemani hari-hari Anda selama di Bali. Anggap saja ini adalah sebuah pelayanan khusus dari seseorang yang sangat mengagumi Anda."
Ardhan berbalik badan dan memberikan sebuah kode pada Rania agar mendekat ke arahnya untuk berbicara sendiri pada Axel karena sebenarnya ia merasa sangat tidak enak menyampaikan kemauan Rania pada Axel.
Seperti yang diharapkan oleh Ardhan, Rania buru-buru berjalan dengan berlenggak lenggok seolah ingin menampilkan lekuk tubuhnya yang sangat seksi agar pria incarannya tersebut jatuh dalam pesonanya.
Ia tadi sengaja memakai pakaian seksi yang mencolok warnanya agar menjadi pusat perhatian. Sedangkan sebelumnya, ia mengamati penampilan Zelyn yang terlihat biasa dan jauh dari kata seksi. Hal itu membuatnya berpikir bahwa Zelyn bukanlah saingannya untuk mendapatkan perhatian Axel.
Dengan sedikit membungkukkan badan, karena sengaja ingin menunjukkan belahan dadanya yang sintal, Rania tersenyum semanis mungkin dan mengulurkan tangannya.
"Selamat datang di Jakarta, Tuan Axel. Saya Rania. Semoga Anda mau menerima saya sebagai teman mengusir rasa bosan ketika berada di Bali. Apakah Anda mau menerima saya menjadi teman di atas ranjang?"
Kalimat vulgar menantang tersebut hanya ditanggapi Axel dengan tersenyum simpul karena baginya, sudah merupakan hal biasa bertemu dengan sosok wanita seperti Rania.
Berbeda saat ia bertemu dengan wanita seperti Zelyn yang dianggapnya seperti wanita yang tidak normal. Axel menjabat tangan wanita yang menurutnya cukup seksi itu dan tidak lupa mengusap lembut punggung tangan itu.
"Tentu saja, tidak mungkin aku akan menolak seorang wanita cantik sepertimu. Nanti kamu bisa duduk di sebelahku. Sepertinya akan sangat menyenangkan perjalanan ke Bali hari ini karena ada wanita cantik sepertimu yang menemaniku." Axel menghentikan ucapannya saat melirik sekilas ekspresi wajah Zelyn dan juga Ardhan.
"Maaf, Tuan Ardhan kalau kata-kataku ini menyinggung perasaanmu. Sebenarnya aku tidak menganggap calon istrimu sebagai seorang wanita. Karena bagiku, dia tidak menarik sama sekali. Jadi, aku tidak pernah menganggapnya adalah seorang wanita. Maaf," ucap Axel dengan berpura-pura menampilkan penyesalannya.
Ardhan hanya terkekeh menanggapi perkataan dari Axel karena sebenarnya ia sangat bersyukur saat pria yang akan menghabiskan waktu dengan calon istrinya sama sekali tidak mempunyai sebuah ketertarikan.
"Tidak masalah, Tuan Axel. Justru saya sangat senang Anda berbicara seperti ini karena itu sedikit menenangkan perasaanku. Pria tampan seperti Anda sangat meresahkan para kaum Adam yang mungkin kebanyakan merasa takut akan tersaingi dengan kharisma luar biasa ini. Terima kasih sudah menenangkan perasaan saya."
Sementara itu, berbeda dengan yang dirasakan oleh Ardhan. Di lain sisi, Zelyn sudah sibuk mengumpat di dalam hati saat merasa direndahkan oleh perkataan dari pria yang sangat dibencinya. Sebenarnya ia yang dari tadi mengamati penampilan wanita bernama Rania tersebut, seolah ingin merasa muntah karena wanita yang tidak lain adalah sahabat calon suaminya itu terlihat mengumbar kemolekan tubuhnya pada semua pria.
"Dasar Axel sialan! Dia dan wanita murahan itu sama-sama memuakkan. Mereka sangat cocok karena sama-sama rusak, menjijikkan sekali. Rasanya aku sangat malas saat melihat mereka berdua. Akan tetapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain tidak memperdulikan dua orang yang mungkin akan membuatku merasa mual ketika berada di Bali nanti."
Zelyn yang ingin berbicara berdua dengan Ardhan, sedikit menaikkan nada suaranya. "Sayang, kemarilah!"
Ardhan menganggukkan kepala setelah sebelumnya berpamitan pada Axel dan langsung berjalan mendekati sosok wanita paling cantik yang sangat dicintainya. "Iya, Sayang. Apakah kamu mau menciumku sebelum kita berpisah?"
Refleks Zelyn langsung mencubit pinggang kokoh Ardhan dan langsung mengajaknya untuk pergi menjauh dari hadapan Axel dan Rania karena ingin berbicara berdua. Begitu berada pada posisi agak jauh, ia pun langsung memeluk tubuh kekar itu untuk meluapkan perasaannya yang mungkin akan sangat merindukan sang pujaan hati.
"Pertama kali kita menjalani hubungan jarak jauh, Sayang. Aku pasti akan sangat merindukanmu. Jadi, karena aku tidak bisa kembali ke Jakarta selama satu bulan, kamu yang harus datang ke Bali untuk mengunjungiku, oke!"
Ardhan yang hanya tersenyum simpul, mengusap lembut punggung Zelyn. "Iya, Sayang. Aku pasti akan datang, kamu tidak perlu mengkhawatirkannya. Aku pun akan sangat merindukanmu. Mungkin tiap malam aku akan selalu mengganggumu nanti karena aku ingin melihat wajahmu melalui video call."
"Jadi, kerinduanku padamu akan sedikit terobati meskipun tidak bisa menyentuhmu seperti ini." Meraih telapak tangan dengan jemari lentik itu dan mengarahkannya ke bibirnya.
Zelyn langsung merona dengan perlakuan penuh kelembutan dari Ardhan yang baru saja menunjukkan rasa cintanya. Ia pun melepaskan pelukannya dan refleks langsung berjinjit untuk mencium pipi Ardhan. "Ini sebagai kenang-kenangan sebelum aku pergi."
Ardhan yang pertama kalinya mendapatkan sebuah ciuman dari Zelyn, sesaat meraba pipinya dan seulas senyuman terbit dari wajahnya. "Kenapa kamu menciumku saat kita akan berpisah, Sayang. Rasanya ini sangat tidak adil."
Zelyn mengerutkan kening saat merasa tidak mengerti dengan kalimat bernada ambigu dari Ardhan. "Tidak adil? Maksudnya?"
"Kalau begini, aku akan selalu merindukan ciumanmu. Mau lagi!" Ardhan mengarahkan bibirnya yang sudah mengerucut diarahkan pada Zelyn.
Refleks Zelyn mencubit gemas pipi putih dengan rahang tegas itu, tidak lupa senyuman mengembang terukir dari bibirnya. "Dasar pria mesum! Tidak ada lagi. Jangan macam-macam, ya! Oh ya, tadi kamu dan wanita murahan itu pergi ke sini bersama-sama, kan? Kalian berdua tidak macam-macam di dalam mobil, kan?"
"Astaga!" Ardhan hanya bisa geleng-geleng kepala saat mendengar kalimat penuh kecurigaan dari sang kekasih yang sudah mengarahkan tatapan menusuk padanya.
To be continued...