4 KENCAN DITENGAH SKANDAL  

Daisy berdiri di depan bioskop, dia mengambil ponselnya, lalu menghubungi satu nomor di sana. Kak Devian.

"Halo? Kak Dev?"

"Ya? Ada apa?'

"Kak, apa Kakak sibuk? Kau tahu, temanku mengajakku jalan, tapi tiba-tiba mereka membatalkannya, padahal aku sudah membeli tiga tiket, bukankah sayang kalau aku membuangnya?"

"Aku masih harus memeriksa satu pasien lagi," Devian terdengar sedang berjalan.

"Yah, kumohon, aku sudah menunggu di sini selama 1 jam lebih, tapi mereka tidak datang, bisa kau datang menggantikan?" Daisy mengubah nada bicaranya dengan memelas.

"uhm baiklah, akan kuselesaikan tugasku setelah itu aku ke tempatmu, kau kirimkan lokasinya saja."

"Yess" Bisiknya. Daisy tahu, Devian sangat sulit menolak permintaannya. Itu sebabnya Daisy dijuluki gadis pemalak oleh Devian, dia selalu mengutarakan apapun yang dia inginkan.

"Baiklah, akan kukirimkan, kau jangan terlalu lama ya, aku benar-benar sendirian."

"Ya." Dia langsung menutup telponnya.

"Yess! Ehemm ternyata aku pandai juga berakting. Ahahaha." Dia berjingkrak senang sampai tidak sadar kalau orang disampingnya menatapnya dengan aneh.

"Hehehe,"Daisy menahan malu.

17 menit kemudian—"Kakak sudah sampai." Daisy menatap Kak Dev yang kini berdiri di hadapannya, dia mengenakan kemeja kasual berwarna abu-abu favoritnya.

"Jam berapa film-nya dimulai?"

"10 menit lagi."

"Baiklah, ayo masuk."

Daisy tersenyum, dia mengikuti langkah Dev yang jenjang, dia benar-benar senang. Ini kali kedua dia menonton bioskop bersama Dev. Saat pertamanya, empat tahun lalu saat dia SMA, saat itu dia benar-benar merengek minta ditemani nonton bioskop, karena dia merasa iri dengan teman-temannya.

"Hahahaha!" Daisy sejak tadi tidak berhenti tertawa, sekilas dia melirik Dev yang duduk di sampingnya, pria itu juga tampak puas tertawa karena filmnya. Dia memang sengaja memilih film komedi, berharap hal tersebut menghibur Devian. Syukurlah kalau rencananya berhasil.

"Astaga lucu sekali barusan." Daisy masih terkekeh meski filmnya sudah selesai.

"Sudah, nanti kalau kau tidak berhenti tertawa. Bahaya." Devian membungkam mulut Daisy.

"Eummm auu lppr"

"Hah?"

"Aku lapar." Daisy cemberut karena mulutnya di bekap.

"ahahaha." Giliran Devian yang tertawa. Dan Daisy kesal pipinya yang sedikit chubby jadi bahan godaan pria itu.

"Mau makan apa?"

"Ramen!"

"Astaga cepat sekali menjawabnya. Oke asal tidak boleh terlalu pedas."

"Baik bos!"

Namun, langkah mereka terhenti, keduanya sama-sama terpaku ditempat. Menyadari siapa sosok yang baru saja melewatinya dan kini sosok itu juga tengah menatapnya. Wanita itu, hampir saja menjatuhkan popcorn yang ada di tangannya.

"Bella," Gumam Daisy.

Dia tidak sendiri, karena tangannya menggandeng lelaki lain. Itulah yang membuat Dev terpaku, sejenak. Karena dia tidak menunjukkan ekspresi apapun setelah itu.

"Dev!" Bella melepas gandengan pria itu, dia berlari ke arah Devian. Daisy yang berdiri di sebelah Dev hanya bisa terdiam dan mengamati.

"Dev dengar, kau tahu kalau manajerku suka mengaturku. Dia-dia yang merencanakan ini, demi project, aku bersumpah, tolong jangan berpikir macam-macam."

"Aku tidak mengatakan apapun. Kau tidak perlu menjelaskan."

"Dev! Dengarkan dulu."

"Ahh apa kau Devian?" Tiba-tiba pria yang bersama Bella tadi mendekat, wajahnya tidak asing karena dia juga model sekaligus actor. Jean Riffer.

Daisy hanya berdiri mematung, dia ingin sekali menjambak rambut wanita itu, tapi dia tidak boleh ikut campur, jadi dia hanya bisa melihat dan mengamati siapa yang pembohong di sini. Sudah jelas, Bella memang menyembunyikan sesuatu.

"Jean. Bisa kau pergi dulu? Aku mau bicara dengan pacarku."

"Pacar? Kau bilang sudah putus dengannya."

"Jean!"

"Devian jangan dengarkan dia."

"Daisy, kau lapar kan? Ayo kita pergi sekarang." Devian menarik tangan Daisy. Wanita itu mencoba meraih tangan Devian. Namun Devian segera menepisnya. Sontak kejadian itu langsung menarik perhatian. Wanita itu pasti takut malu, itu sebabnya dia berhenti merengek dan membiarkan Devian pergi. Daisy menatap wanita itu lekat-lekat sebelum langkah Devian semakin lebar menariknya pergi dari tempat itu. 'dasar rubah. Dia lebih memilih popularitas daripada kekasihnya.'

"Eumm." Daisy benar-benar bingung, dia sendiri tidak sengaja terlibat dalam konflik mereka, jika dia tahu kejadian ini akan terjadi, dia tidak akan mengajak Kak Dev ke tempat ini. Niatnya untuk menghibur, tapi malah membuat Kak Dev semakin sedih.

Daisy tidak tahu ide apa lagi yang harus dia pikirkan, mereka sudah sampai di warung ramen, dan sudah duduk berhadapan, tapi tatapannya tak bergeming dari Kak Dev yang benar-benar tanpa ekspresi. Daisy memberanikan dirinya, dia menyentuh tangan Kak Dev yang tergenggam di atas meja.

Dev menatapnya, Daisy tersenyum hangat. "Bukankah begini cara orang dewasa menghibur orang lain?" Ucap Daisy.

"Apa kau merasa sudah dewasa?"

"tentu saja. Memangnya aku bocah 10 tahun. Ingat. Aku sudah punya kartu tanda pendudukku sendiri. Dan aku sudah boleh minum alkohol."

"Sejak kapan kau boleh minum alkohol? Kau mau bermalam di rumah sakit lagi?"

"Ehehehe, maaf Pak Dokter aku lupa." Berhasil, dia berhasil mengalihkan perhatian Kak Dev.

"Ramen Anda, selamat menikmati." Pramusaji datang.

"Terima kasih.��

"Woaahh Kak Dev lihatlah! Aku belum pernah makan ramen dengan daging sebanyak ini sebelumnya." Ucap Daisy dengan mata berbinar.

"Berhentilah berbohong, kau suka sembunyi-sembunyi datang ke sini kan?"

"Ehehehe, kau tahu saja. Selamat makan!" Daisy menyantap makanannya dengan lahap. Dia sekilas melirik Kak Dev, pria itu tersenyum dan mulai menyantap makanannya juga.

"Kak Dev, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu, percayalah padaku." Ucap Daisy dalam hatinya.

"Enak sekali ramennya!" Daisy berusaha tersenyum, tidak ada gunanya merasa sedih.

"Makanlah yang banyak. Hari ini aku yang traktir."

"tentu saja, kakak kan laki-laki jadi harus bayar."

"Dasar."

"Ehehehe."

.

.

.

to be continued~

avataravatar
Siguiente capítulo