webnovel

My Girl is the Heir

Kim Raeka dan Lee Donghae yang memanfaatkan satu sama lain akhirnya sepakat dengan sebuah pernikahan yang menjerat mereka.... Padahal Raeka masih belum bisa melupakan Siwon yang kini sudah mempunyai istri... begitu juga Donghae yang belum bisa melupakan Cinta Pertamanya.... Di saat mereka mulai tertarik satu sama lain... masalah pun mulai bertubi-tubi mendatangi mereka..

Tantikim · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
5 Chs

Chapter 1

MAINCAST: - Lee Donghae

-Kim Raeka

-Choi Siwon

-Cho Jina

Gadis itu menatap sendu kekasihnya yang mulai berjalan perlahan menjauhinya.

Tak ada sepatah katapun yang mampu ia keluarkan. Ia tak sanggup mengejar ataupun berjalan menuju kekasihnya. Luka yang sudah kekasihnya beri membuat ia tak sanggup melakukan apapun.

Beberapa menit yang lalu~

"Aku ingin kita putus, Raeka-ya."

Jantung itu seperti berhenti sejenak, oksigen yang berada di sekitar gadis itu seperti tidak ingin masuk ke rongga hidungnya. "Kenapa? Apa aku berbuat kesalahan?" Gadis itu berkata dengan suara bergetar, ia tak bisa menghentikan tubuhnya yang mulai gemetaran. Jantungnya masih belum bekerja secara normal karena keputusan tiba-tiba yang diambil kekasihnya itu. Kata demi kata yang kekasihnya itu ucapkan seperti menjelma menjadi jutaan jarum yang menghujat dirinya. Terlalu perih untuk ia rasakan.

Kekasihnya memejamkan mata dan menghembuskan nafas yang bisa ia keluarkan dari paru-parunya. "Kau tak mengerti." Ujar si kekasih. "Siwon oppa, Apa salahku??" Tanya Raeka masih tak mengerti. Airmata sudah menggenangi pelupuk matanya.

"Aku akan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan orang tuaku."

Deg....

Airmata gadis itu secara perlahan tumpah tanpa ampun.

"Mianhae(maaf)..."

"Kenapa kau tak pernah mengatakan semua itu sejak awal?" Sesungguhnya Raeka sudah tak kuat untuk menunpu kakinya. "Kenapa kau malah membuatku terjerat begitu dalam?!" Teriak Raeka frustasi. Siwon pun hanya bisa memeluk tubuh lemah gadis dihadapannya sebelum gadis itu jatuh karena tak kuat untuk berdiri. Ia memang tak pernah berpikir akan menjadi sekacau ini. Siwon pikir ia bisa mengatasi semuanya, tapi ancaman orangtua kepada dirinya akan membahayakan gadis yang ia cintai. Siwon lebih memilih hatinya yang terluka dibanding membahayakan gadis yang sedang ia rengkuh sekarang.

Raeka pun tak menolak pelukan Siwon. Raeka hanya berpikir, ini mungkin adalah pelukan terakhir yang bisa pria ini berikan padanya. Di pelukan Siwon, Raeka manangis sejadi-jadinya. Tubuhnya seperti melekat erat di pelukan Siwon, Raeka berharap waktu saat ini akan terhenti agar ia tak merasakan sakit yang berkelanjutan di keesokan harinya.

Tak ada alasan apapun lagi yang bisa Siwon katakan kepada Raeka. Dan tak ada kalimat lagi yang bisa Raeka lontarkan kepada pria itu. Semua seperti berjalan secara ironis.

♡♡♡

3 tahun kemudian~

Iringan lembut musik jazz di sebuah cafe bergaya Eropa membuat para pengunjung ingin selalu berlama-lama berada di sana. Tidak terkecuali dengan gadis yang sedang duduk bersandar sambil ditemani segelas ice cappucino nya, tidak lupa ia selalu membawa buku novel new moon kesukaannya. Tak ada yang lebih nikmat dari membaca novel di saat pikirannya sedang penat seperti sekarang ini.

"Kim Raeka..." gadis itu menoleh ke arah sumber suara yang menyebutkan namanya.

"Eo, kau sudah datang rupanya." Ucap gadis itu ringan pada sumber suara tersebut, ternyata si sumber suara ialah Song Jaekyung. Teman yang sudah ia kenal lebih dari 8 tahun lamanya.

"Cepat sekali kau pulang kerja?" Tanya Jaekyung.

"Tidak juga. Tadi aku masih sempat ditahan oleh atasanku yang mengerikan itu." Gerutu Raeka saat ia mengingat lagi betapa kejam atasannya itu menyuruh dirinya untuk mencari file-file penting yang hilang hanya karena kecerobohan atasannya.

Hahaha... seperti biasa rupaya." Jaekyung hanya bisa tertawa sambari menggeleng tak habis pikir karena selalu mendengar cerita temannya tentang siksaan yang ia terima dari atasannya yang katanya mengerikan.

"Ada urusan apa memanggilku kemari?" Tanya Raeka saat teringat bahwa temannya ini dengan memaksa menyuruhnya untuk datang kemari karena ada yang mau ia katakan.

"Ini..." Jaekyung segera menyodorkan selembar amplop berwarna biru langit dengan pita biru serupa di salah satu sisinya. Sebuah undangan.

Raeka yang menyandarkan punggungnya segera bangkit saat melihat undangan tersebut.

Ia meraih undangan itu dan segera membukanya. Matanya sedikit terbelalak, namun ia segera menyembunyikan semua itu. Potongan kenangan lima tahun yang lalu saat mereka bersama seperti menerjang otaknya. Ia tak ingin mengingat walau kenyataan berkata bahwa ia harus terpaksa mengingatnya kembali.

"Aku tak mengerti kenapa kau memberikannya padaku." Raeka berusaha mangatur nafasnya agar tetap teratur.

"Ia bohong saat mengatakan ia akan menikah waktu itu." Jaekyung menjelaskan.

"Lalu apa bedanya dengan sekarang? Bukankah sama saja." Amarah Raeka sedikit tertahan saat menunjukkan undangan itu pada gadis yang ada di hadapannya ini. "Ia sama-sama meninggalkanku."

Jaekyung sedikit merasa menyesal karena menunjukkan undangan itu pada sahabatnya ini. Walau bukan itu yang ingin ia katakan. Tapi amarah yang ditunjukkan sahabatnya membuat ia tak bisa lagi berkata apa-apa.

"Aku hanya ingin ia menjadi masa laluku."

'walau dalam kenyataan aku ingin ia tetap menjadi masa depanku'. Raeka berusaha tegar di hadapan temannya, tapi hatinya tetap bergejolak seperti gunung yang akan mengeluarkan lahar panasnya.

"Aku tahu." Jaekyung menunduk merasa menyesal harus memaksa sahabatnya mengingat kejadian yang juga membuatnya marah waktu itu. Ia hanya merasa ada keganjalan dalam pernikahan itu,

"Sudah lupakan..." Raeka berusaha mencairkan suasana, ia berusaha tersenyum untuk sekedar menghibur sahabatnya. "Aku sungguh tak ingin mengingat orang bodoh itu lagi, apapun alasan di balik pernikahan konyol ini. Ia sudah mangambil keputusan untuk meninggalkanku."

Jaekyung hanya bisa menggangguk menanggapinya. "Dan undangan ini? Kau akan datang kepernikahan itu kan?" Semangat Jaekyung kembali muncul. Raeka hanya mengangkat kedua bahunya malas. "Entahlah, aku sungguh tak berminat datang ke acara itu."

"Wae(kenapa)?" tanya Jaekyung tak habis pikir. "Yaa(hei)... Kau tahu alasannya. Kenapa kau harus tanya lagi padaku?" Raeka mulai dongkol dengan sahabatnya ini.

Jaekyung yang menyadari reaksi itu hanya bisa memejamkan matanya sembari menarik napas dalam-dalam, tak ingin ia ikut emosi seperti gadis labil di hadapannya ini.

"Hmm... Begini ya Raeka sayang, Kau datang ke acara itu dengan maksud memberitahu bahwa kau tak membutuhkannya lagi. Kau bisa hidup tanpa pria brengsek itu." Jaekyung menjelaskan dengan sabar dan perlahan saat ia tahu bahwa temannya ini bukan tipe orang yang sabaran, 'Huft... baiklah aku ikut saja rencanamu." Ucap Raeka akhirnya dengan nada pasrah saat beberapa menit yang lalu menimbang-nimbang. Meskipun sesungguhnya aku masih membutuhkannya untuk kelangsungan hidupku.

Setelah rencana mereka selesai dibahas, mereka melanjutkan dengan perbincangan lainnya. Langit sudah menampakkan sisi gelapnya, mataharipun sudah enggan menampakkan sinarnya. Mereka tidak menyadari bahwa perbincangan mereka sudah terlalu lama.

"Apakah besok kau ada waktu luang?" tanya Jaekyung. Raeka menggeleng. "Kenapa? Kau ingin mengajakku kencan?" Jaekyung yang medengarkan pernyataan itu hanya bisa memasang muka seolah ia sedang melihat sebuah kotoran di lantai. "aish... Menjijikkan sekali pertanyaanmu." Raeka hanya bisa tertawa melihat reaksi sahabatnya ini.

"Aku serius, aku ingin mengajakmu shopping."

Raeka hanya bisa meringis. "Yaa(hei)... Kau tahu tidak keuanganku sekarang sedang krisis. Lagi pula aku tak bisa meminta pada Abeoji(ayah)ku, Abeoji bisa saja mencekikku."

Jaekyung sungguh prihatin dengan sahabatnya ini. Raeka bukanlah gadis dari kalangan yang tak mampu, Ayahnya adalah seorang Dokter di rumah sakitnya sendiri. Sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang selalu memanjakan anak-anak mereka. Kakak laki-lakinya, Kim Jaejoong. seorang kepala sekolah milik ayahnya. Sedangkan adik laki-lakinya sedang menempuh pendidikan Sarjana nya di Universitas paling bergengsi di Korea Selatan. Sedangkan dirinya lebih memilih menjadi seorang pegawai biasa di perusahaan milik orang lain. Jaekyung tak habis pikir dengan cara berpikir temannya ini.

Seharusnya ia bisa meminta pekerjaan dari ayah atau kakak laki-lakinya bukan? Tapi kenapa ia malah lebih memilih bersusah payah mencari pekerjaan di perusahaan orang lain, selalu disiksa atasan pula. Memang Jaekyung mengacungkan 2 jempolnya pada sahabatnya ini karena alasannya bisa membuktikan bahwa ia mampu berusaha dengan kemampuannya sendiri tanpa campur tangan keluarganya.

Ayahnya menghargai keputusannya, tapi dengan satu syarat tak boleh menggunakan uang ayah atau kakaknya untuk bersenang-senang. Yah, keluarga yang menyenangkan. Mereka terlihat akur dan tak pernah berbeda pendapat, itulah yang membuat Jaekyung merasa nyaman jika ia disuruh untuk menginap di tempat gadis ini.

"Kalau begitu aku akan meminjamkan uang untuk membeli dress, bagimana?" Usul Jaekyung, Raeka mulai memicingkan matanya. "Hoho... Baik sekali dirimu padaku?" Tanyanya curiga. Jaekyung hanya bisa tersenyum licik saat tahu maksudnya diketahui.

"Hehe... Aku hanya minta satu syarat saja kok." Muka Jaekyung memelas seperti minta dilempar sesuatu. "Mwo(apa)?" Tanya Raeka mulai risih. "Bisa tidak aku menginap di rumahmu lagi hari ini? Eoh...eoh... Ayolah..." Jaekyung membujuk dengan nada yang menjijikkan menurut Raeka.

"Aish... Jangan bilang kau ingin mendekati kakakku lagi? Atau kau ingin berubah jadi mendekati adikku??" Raeka menuduh Jaekyung seraya mengacungkan jari telunjuk kearah temannya.

"Tenang saja, adikmu tak akan ku sentuh. Hanya saja tolong izinkan aku mendekati kakakmu ya..." Jaekyung meminta dengan nada memelas sekali lagi. Raeka tahu sekali bahwa Jaekyung benar-benar jatuh cinta pada kakaknya yang berdarah dingin itu. Ia selalu merasa kasihan pada temannya karena sering diacuhkan oleh kakaknya. Kalau boleh dibilang kakaknya termasuk laki-laki yang good looking.

Bukan karena Raeka adalah adik dari Kim Jaejoong, makanya ia bisa memuji kakak laki-lakinya tapi pembuktian selalu ia dengar sendiri dari orang-orang lebih tepatnya dari wanita-wanita di luar sana. Tidak buruk juga saat ia sedang berjalan dengan kakaknya, bahkan ia selalu dikira sebagai pacar kakaknya. Malah dengan jail, kakaknya selalu merangkul pundak Raeka di depan orang banyak.

Ia selalu menyebut kakaknya sebagai manusia berdarah dingin karena ia akan berubah 180º saat berhadapan dengan semua wanita. Raeka sering sekali bertaruh dengan adiknya kalau sang kakak terkena penyakit aneh. Penyakit yang membuat ia tak mau dekat-dekat dengan wanita, bahkan adiknya selalu berkata pada Raeka bahwa kakaknya adalah seorang gay. Setiap Raeka memikirkan hal itu. saat itu juga Raeka selalu ingin muntah di buatnya.

"Terserah kau saja." Ucap Raeka pasrah. Semakin lama ia semakin malas menghadapi temannya ini. Yang ada dalam pikirannya adalah ia ingin cepat pulang, bahkan ia sudah hampir terlambat untuk jam makan malam. Ia hanya bisa mengutuk gadis yang sekarang ada di sampingnya jika ia terlambat sampai rumah nanti. Semua ini adalah salah Song Jaekyung!!

Raeka pulang pada waktu yang tepat, ia memasuki rumah yang bernuansa klasik namun tak menutupi kesan mewah di dalamnya, Raeka langsung masuk ke ruang dimana aroma makanan sudah menunggu di sana. "Eo... kau sudah pulang?" Ia langsung disambut oleh ibunya.

"Hmm..." Raeka hanya mengangguk, saat pandangan ibunya beralih pada gadis manis yang berada di belakang Raeka. Senyuman ibunya langsung melebar sementara Jaekyung langsung membungkukkan tubuhnya-memberi salam. "Annyeong hasimnikka(apa kabar)?" Jaekyung menyapa dengan begitu formal membuat Raeka yang masih berada di depannya hanya bisa menutup mulutnya-menahan tawa.

Ibu Raeka, Kang Youngmi. Beliau sangat menyukai teman Raeka yang satu ini, terlihat begitu manis dan berharap gadis manis itu mau disandingkan dengan putra pertamanya. Raeka tahu betul isi kepala ibunya, begitu juga niat ibunya. Jika Jaekyung tahu hal itu, ia akan pingsan sambil kejang-kejang karena terlalu senang.

"Ayo cepat duduk," kata Kang Youngmi sembari menarik kedua gadis itu. Tidak lupa Youngmi juga menyuruh pelayannya untuk menambahkan semangkuk nasi dan juga peralatan makan lainnya karena ada anggota baru di meja itu. Setelah Raeka duduk, ia menoleh ke kanan dan ke kiri saat menyadari ada anggota keluarga yang kurang.

"Eomma(ibu), Abeoji belum pulang?" Tanya Raeka.

"Abeoji belum pulang, beliau lembur sampai tengah malam nanti." Jawab Kim Jaejoong mewakili ibunya, Raeka mengangguk paham.

Ayahnya memang orang yang sibuk, memang sudah biasa baginya tidak mendapati ayahnya pada waktu makan malam. Hanya saja sudah biasa baginya untuk bertanya ke mana ayahnya pergi meskipun akan dijawab dengan jawaban yang serupa.

Makan malam dilewati dengan ramai, meskipun yang meramaikan tetap orang yang sama. Raeka, Jaekyung dan juga Kang Youngmi. Merekalah kandidat terkuat yang meramaikan makan malam kali itu. Sedangkan Jaejoong dan juga Jaekwon, adik mereka. Hanya bisa menyantap makanan mereka dengan tenang. Sebenarnya Raeka biasanya lebih suka diam pada saat ia sedang di meja makan. Hanya saja kebodohan dan ulah Jaekyung yang ingin mendekati kakak laki-lakinya lah yang membuat ia harus cerewet setiap saat.

****

"Keluargamu sangat menyenangkan ya?" Tanya Jaekyung, setelah mereka selesai makan. Mereka berdua langsung pamit untuk membersihkan diri di lantai atas, tepatnya di kamar Raeka. "Maksudmu siapa? Jaejoong oppa? Atau eomma-ku?" Raeka tanya balik setelah melihat wajah Jaekyung bersemu. Membuat Raeka tak bisa menahan tawa.

"Yaa, kenapa kau tertawa seperti itu? Apakah ada sesuatu yang aneh?" Jaekyung merasa wajahnya mulai memerah karena menahan malu. Raeka selalu bisa membaca pikirannya."Tidak apa-apa," Ucap Raeka mengelak namun masih belum bisa meyembunyikan tawanya.

Malam semakin larut, Jaekyung sudah tertidur pulas, sementara Raeka masih sibuk dengan pekerjaan kantornya. Sesungguhnya ini tidak bisa disebut murni pekerjaannya, tapi lebih tepat disebut pekerjaan atasannya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam tapi dengan tidak tahu diri atasannya yang menyebalkan itu menelpon dan menyuruh Raeka untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya.

Raeka biasa memanggil atasannya dengan sebutan Direktur Lee. Raeka selalu merasa heran pada Direktur Lee, padahal rekan-rekan kerja yang setara dengan gadis itu banyak tapi kenapa Direktur menyebalkan itu selalu menyiksanya. Apa tidak ada orang lain lagi yang pantas untuk disiksa selain dirinya. Walaupun memang dia pernah berjanji pada Tuan Lee Dongwook untuk membantu beliau dalam mengurus perusahaannya, tapi anaknya malah memanfaatkan momen itu dengan baik untuk benar-benar menyiksanya seperti ini. Membuat Raeka menyesal telah mensetujui perjanjian tersebut.

Ponsel Raeka kembali bergetar setelah setengah jam yang lalu ada panggilan telpon. Sebelum diangkat pun ia sudah tahu siapa yang sedang menelponnya sekarang, dengan malas ia menggeser gambar anak panah berwarna hijau pada layar touchscreen'nya.

"Nona Kim,," ucapan salam Raeka sudah didahului oleh atasannya. "Ne,," balas Raeka singkat. "Apa pekerjaan yang kuberikan terlalu membosankan untukmu?" Direktur Lee seperti mengetahui isi hati gadis ini. 'Iya? Kenapa? Apa kau mau menggantikanku? bagaimana mungkin tidak membosankan jika kau memberikanku pekerjaan di waktu yang seharusnya kupakai untuk istirahat' Ingin sekali Raeka mengumpat seperti itu kepada atasannya.

Kenapa ia tak mengganggu orang lain saja? Apakah nomer telpon yang pria ini punya hanya nomernya saja? Semua pertanyaan itu setiap hari selalu menghantui otaknya. "Animnida(tidak)," Tapi yang bisa ia lakukan hanya mengelak dan menurut apa yang dikatakan Direktur Lee ini.

"Bagus, Aku juga berpikir kau tidak keberatan melakukannya untukku. Jika kau sudah selesai mengerjakannya, kau bisa langsung mengirimkannya ke e-mailku dan malam ini harus sudah selesai." Setelah mengatakan apa yang pria itu ingin katakan, sambungan telpon langsung diputus secara sepihak oleh pria itu. Sementara Raeka yang mendengar perintah yang mengerikan tadi hanya bisa memasang wajah shock, meratapi pekerjaan yang menurutnya masih segudang di laptop, dan berganti menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 01.00 malam. "orang ini bilang apa?? Barusan dia bilang apa??" ucap Raeka frustasi. "YAA, BRENGSEK KAU LEE DONGHAE!!"

To be Countinue__

Sebenarnya ini pernah aku publish di Wattpad, tapi aku hapus dan aku renovasi(rumah kali....) lagi....

Aku berharap ada masukan dari teman-teman tentang Fanfic-ku yang satu ini...

ini mungkin menjadi cerita Donghae dan Raeka yang bener-bener aku bikin sampai nikah dan bla...bla..bla...hehehe #takut ntar malah spoiler...