webnovel

Monster di Batavia

Berakhir dalam 11 - 12 Chapter terakhir. Kisah ini, adalah kisah dari sebuah harapan. Kisah ini juga kisah dari sebuah perjuangan. Kisah dari sebuah cita, kisah dari sebuah asa. Kisah dari seorang gadis bernama Anna, yang kehilangan ingatannya di tengah para penjajah VOC yang bisa merubah wujud mereka. Terbagi dalam tiga babak besar, dimana pada awal tiap babaknya akan di gambarkan keseluruhan alurnya dalam satu puisi singkat. Kisah ini mengangkat catatan sejarah bangsa dalam genre cerita fantasi yang mendebarkan. Mengambil setting di tiga masa berbeda, kisah ini akan membawa pembaca untuk bertualang dan menyaksikan koneksi dari perjuangan para pahlawan Nusantara. Cuplikan : "Di mana ini!?" kata pikirannya mengacau. ... Blap! Blap! ... tiba-tiba dua lampu pijar bersinar. "... Het feest!! ... kita sambut bersama ... ANNA!!" Kemudian ... desahan makhluk yang belum pernah ia dengar ... Slurrpp!! "... AAAAA!!!" "Jangan takut gadis manis, tulangmu tak akan kami sisakan sedikit pun"  "Tidak!" " ... mari kita lihat seperti apa rasa yang dimiliki daging lembutmu ... " "HHYYAAAAAAAA ... TIDAK TIDAK! ...  JANGAN ... JANGAN MENDEKAT! SANA PERGI ...  TIDDAAAAAKKKKKK!!!" Batavia 1628, sebagai salah satu wilayah jajahan VOC kota bergaya eropa ini berubah menjadi tempat yang sangat mencekam. Kemudian tepat di suatu bangunan megah yang berada di tengah kota, digelarlah suatu pesta dansa tepat saat pertengahan malam. Bulan bersinar bulat, tarian dan musik klasik pun mulai diputar, dan seketika lampu ruangan itu dimatikan. Saat itulah panggung mencekam Batavia dibuka....

Tom_Ardy · Historia
Sin suficientes valoraciones
95 Chs

BAB XIX Hujan Darah Malam Purnama  

Menghela napasnya panjang-panjang sang serigala hijau bersayap kelelawar melayang dengan mengepakan sayapnya secara konstan di hadapan Ron yang juga terlihat terbumbung oleh angin sepoi-sepoi.

Malam itu begitu dingin, dan langit tak memperlihatkan bintangnya. Namun, gelapnya langit itu bukanlah dikarenakan cuaca yang mendung ataupun sekedar berawan. Malam itu langit malam di atas Kastil Batavia begitu gelap tertutup rapat oleh ratusan monster kelelawar yang berkumpul dari segala penjuru Batavia atas panggilan sang serigala hijau.

Ron terdiam sesaat, lalu mulai menarik napasnya dalam-dalam dan seketika ia berteriak sekencang mungkin.

"RAAAAAARRRRR!!!!"

" ...??? Apa yang sebenarnya mau kau lakukan dengan berteriak seperti itu, bocah!? Apa kau sedang bercanda?"

"aaa~!!"

Mendengar respon itu dari sang serigala hijau membuat Ron sangat kesal dan segera menunjukan kedua alis yang menukik di tengah wajahnya.

"Aku serius!! Aku ini sedang berbaik hati tahu!! Aku hanya mencoba mengusir kalian sebelum kalian berjatuhan dari langit, mengapa kau tak mengerti!"

"hah? berjatuhan dari langit, bicara apa bocah ini?"

"hmp!! Kalau begitu jangan menyesal ya!"

Sang serigala terhenti sejenak mendengar ancaman Ron yang mengacungkan jarinya dengan kesal. Bukannya ia tak mengakui kekuatan dari para petarung Pitung yang sudah ia amati sejak tadi dari langit, tentang bagaimana tiap-tiap mereka memiliki kekuatan unik yang luar biasa. Namun, selagi mengamati Ron sang Bocah itu dengan seksama dan ratusan pasukannya yang melayang memenuhi langit, tawa terlepas.

"WHA HA HA HA HA HA HA, HEI KALIAN SEMUA DENGAR APA YANG DIKATAKAN BOCAH INI! JANGAN MENYESAL KATANYA, KALIAN DENGAR ITU!~"

"BUAHH HA HA HA HA HA HAH"

Langit yang tadinya gelap sunyi berubah seketika dipenuhi cemohoan dan sindirian. Suara ratusan monster kelelawar itu begitu pekat mengelilingi Ron, namun Ron tak menggubrisnya dan hanya menajamkan alisnya dengan pipi yang mengembung. Seketika itu bunyi yang lebih tajam melengking di langit. Memekakan telinga dan memecahkan kegelapan langit malam yang dipenuhi para monster. Garis awan tipis membumbul lurus dari lintasan sumber suara itu.

Disaat itulah sang serigala hijau segera sadar bahwa bocah kecil yang tadinya melayang diam di depannya itu telah tiada. Segera bunyi melengking itu terulang berkali-kali bersamaan dengan para monster yang mulai berjatuhan satu-persatu.

"Apa yang terjadi?! Apa bocah itu yang melakukan ini?"

Pertanyaan itu segera terjawab dengan suatu suara yang terdengar dari belakangnya.

"'Yang mengembuskan angin', itulah nama anugrahku Paman Monster."

"...!!"

Segera sang serigala berbalik, namun wujud pemilik suara itu telah hilang meninggalkan kepulan awan putih lurus.

Dalam kepanikannya itu sang serigala berusaha menangkap wujud sang Bocah dengan kedua matanya. Namun karena kecepatannya melesat, bahkan untuk menangkapnya dengan kedua matanya saja sangatlah sulit bagi sang serigala. Lalu, mengingat lawannya seorang bocah, sang serigala segera tepikirkan untuk menghasutnya dan segera berteriak.

"BOCAH, KALAU BERANI TUNJUKANLAH DIRIMU DIHADAPANKU!! AYO KITA BERTARUNG SECARA JANTAN!!"

§

Dane, wujud dibalik sang serigala hijau bersayapkan kelelawar. Semasa awal karirnya ia mulai dengan mengikuti kapal dagang VOC dan berlayar ke Batavia sebagai salah satu tentara bayaran. Tentara yang seharusnya tak ada di suatu kapal dagang.

Dalam menjalankan pekerjaannya itu ia berhasil menghabisi banyak petinggi di kapal dagang lawan VOC yang menjadi saingan dagangnya. Dengan mengendap-endap seluruh misi pembunuhannya ia selesaikan dengan berbagai macam racun mematikan yang diraciknya sendiri dari bahan-bahan yang disediakan VOC.

Sejak saat itu karirnya terus melejit dan namanya di serikat dagang VOC semakin dikenal. Hingga suatu saat sang gubernur jendral mendengarnya dan mengangkatnya sebagai salah satu pengawal pribadinya.

Sebenarnya bagi Dane sendiri jabatan bukanlah sesuatu yang menggiurkan begitu pula dengan uang. Namun satu lah yang membuatnya tertarik dengan tawaran sang gubernur jendral adalah tantangan.

Kemampuannya dalam meracik racun sudah lama menjadi suatu kebanggaan bagi dirinya. Yang mana bahkan diantara rekan seprofesinya, namanya bisa harum karena kemampuannya itu. Namun, sepanjang ia menjalankan karirnya sebagai pembunuh bayaran dengan racun yang tak terdeteksi oleh ilmu kesehatan dari negeri manapun, timbul suatu kerikil kecil di hatinya. Kerikil itu adalah wujud ketidak puasan, sesuatu mengganjal hatinya. Padahal ia sudah menjalankan karirnya dengan cemerlang dan namanya juga sudah semakin di kenal di kalangannya. Namun sesuatu itu masih saja mengganjal selama bertahun-tahun.

Lalu sang gubernur jendral memberinya suatu tantangan.

"Taklukanlah dunia dengan bakat mu, buat dunia mengakui kemahiran mu!! Dimulai dari Batavia, jadilah pengawalku dan kau bisa meracuni seluruh penduduk Batavia sesuka hati mu!!"

Dane tertegu sejenak mendengar penawaran sang gubernur. Sesuatu itu, sesuatu yang mengganjal seperti kerikil di hatinya, yang bahkan dia sendiri tak mengetahui apa itu. Seketika itu di utarakan oleh sang gubernur jendral, harga dirinya sebagai peracik racun terbaik yang tak pernah mendapat pengakuan dunia akan betapa mematikannya racun racikannya.

Seketika itu Dane menerima ajakan sang gubernur, sebagai pengawal pribadi sang gubernur dan sebagai peracik racun paling mematikan di Batavia.

§

Dane merencanakan sesuatu, menghadapi sang Boocah yang mampu bergerak bebas seperti sebuah peluru itu. Dane mempersiapkan rencana mematikannya.

Remitterende rotkoorsten (demam maut), roode loop (buang air besar berdarah), febre ardentes, malignae et putridae (demam parah, jahat, dan busuk), dan mort de chien (mati mendadak). Berbagai nama penyakit muncul diantara kehidupan pribumi di Batavia. Namun tak ada yang mengetahui kalau itu merupakan hasil karya racikan Dane yang memerintahkan para pasukannya untuk meracuni makanan para penduduk pada malam hari ketika jam malam di berlakukan.

Dan kali ini ia berencana menggunakan salah satu racun paling mematikannya 'mort de chien' atau dalam bahasa yang dipahami rakyat inlander dengan sebutan 'mati mendadak'. Merupakan suatu racun yang akan menyerang sistem syaraf dan seketika memerintahkan otak untuk menghentikan segala kinerja tubuh. Racun itu berbentuk cairan hijau bening yang bisa ia bilurkan dikuku panjangnya dalam wujud monster. Untuk itu yang ia butuhkan hanyalah satu goresan.

Satu goresan saja, namun untuk dapat memberikan satu goresan itu pada si bocah yang bergerak secepat peluru melesat itu bukanlah hal yang sepele. Maka Dane segera menyiapkan rencananya.

Pertama, ia sengaja memprovokasi bocah itu dengan menantangannya satu lawan satu. Namun tentu saja bagi Dane bocah yang sudah melesat secepat peluru itu tak bisa disamakan dengan bocah pada umumnya yang akan langsung termakan provokasi itu.

Dan tepat seperti dugaan Dane, Ron si bocah peluru itu tak menggubrisnya dan terus melesat menghabisi ratusan monster yang melayang memenuhi langit. Kemudian Dane menyiapkan langkah selanjutnya.

Lalu kedua, selagi terus memprovokasinya ia membuat racun dalam bentuk cairan itu ia siapkan dalam kapsul yang akan pecah membasahikulit targetnya bila dilempar. Racun spesial ini ia racik untuk membunuh manusia dan akan bekerja berbeda padakulit monster seperti dirinya. Maka ia berpikir, kalau ia tak dapat membuat bocah itu terhenti maka yang harus ia lakukan adalah membuat bocah itu yang menentuh racun itu dengan sendirinya.

Seketika racun yang berbentuk kapsul itu segera ia tembakan menyebar mengenai para tentaranya dan membuatkulit mereka kehijau-hijauan. Beberapa tentara itu terkejut dan beberapa lagi tak sempat menyadarinya lantaran terlalu sibuknya menghadapi serangan sang bocah.

Dan seketika itu sang Bocah berhenti. Senyum menyeringai segera muncul diwajah Dane. Wajah yang menonjolkan mulutnya dan belasan giginya itu. Melihat sang Bocah bernapas tersenggal-senggal segera Dane mengumumkan kemenangannya.

"RASAKAN ITU BOCAH!! KAU MENYENTUHNYA, ITU ADALAH KARYA TERINDAHKU 'MORT DE CHIEN' RACUN MEMATIKAN YANG HANYA DENGAN MENYENTUHNYA SAJA DAPAT MEMBUNUHMU DALAM BEBERAPA DETIK!! HWA HA HA HA HA HA!!! RASAKAN ITU!!"

"Hah?! apa yang Paman bicarakan, racun?"

Napas tersenggal-senggal Ron mulai kembali stabil selagi tetap melayang di udara.

" ...!! tidak mungkin, kenapa racunnya tak bekerja? bukankah kau sudah menyentuh mereka? "

Memiringkan kepalanya Ron perlahan mendekat.

"Menyentuh? Oh maksud Paman para monster kelelawar itu? tentu saja aku tak menyentuhnya, Paman tak tahu ya! Untuk dapat terbang secepat peluru itu aku harus menciptakan tekanan udara kosong di sekelilingku agar tubuhku tak hancur terkoyak angin! Juga terbang cepat selama itu sungguh melelahkan membuat napasku tersenggal-senggal!"

"Apa?!"

"ya ya, tekanan udara kosong yang mengelilingiku! Dengan kata lain pertubrukan antara udara lah yang menubruk mereka dan membuat mereka terjatuh tak berdaya! Namun tenang saja paman, aku sudah memperkirakan tempat jatuh mereka sehingga mereka tak akan mati setelah terjatuh."

"Aku sungguh tak mengerti ..."

Seketika itu badan Dane terasa lemas dan keseimbangannya mulai terlepas dari tubuhnya.

"oh iya, sebenarnya aku bergerak lebih cepat dari yang dapat Paman lihat lho, dan beberapa yang terjatuh itu sebenarnya adalah mereka yang sudah lama aku hantam terlebih dahulu. dan itu termasuk Paman, jadi tidur yang pulas di sungai itu ya!"

Selagi melihat sang Bocah melambai ia melihat ratusan tentaranya juga ikut kehilangan keseimbangan mereka dan berjatuhan bersama dirinya.

Malam itu di bawah rembulankuning yang menyinari malam, sungai besar yang membatasi Kastil Batavia dan Batavia berubah menghijau selagi di penuhi mayat serdadu VOC dan refleksi cahaya bulan.