webnovel

Bagian 1

Odelia turun dari mobil dengan rok yang sedikit menyingkap. Ia membanting pintu mobil dan segera berlari menuju gerbang sekolah yang pintunya sudah hampir ditutup oleh satpam sekolah.

Hari itu adalah hari Senin dan biasanya Odelia tidak pernah sial, tapi hari itu ia sangat merasa sial gara-gara kejadian di jalan dan membuatnya terlambat untuk pertama kalinya.

“Pak Rohim.. bukakan dong, aku belum terlambat banget lho ini” Odelia mencengkram tangannya di jeruji pagar sambil sedikit menggoyang-goyangkan pagar.

Satpam yang Odelia panggil tadi maju ke arah Odelia sambil menunjukan arloji yang ada di tangan kirinya. “Kamu sudah telat tiga detik dan kamu harus tahu hari ini guru piket pagi adalah Pak Warno. Kenal dengan beliau, kan?”

Memang sudah tidak ada harapan kalau mendengar nama Pak Warno. Beliau adalah guru fisika yang super galak dan disiplin juga terkenal tidak punya toleransi sedikitpun dengan siswa-siswa yang ada di sekolah itu.

Odelia tidak melakukan membantah atau melawan apapun kepada Pak Rohim karena di belakang satpam sekolah itu ada Pak Warno yang sudah bekacak pinggang sambil mata yang membelalak lebar.

Odelia melepaskan cengkraman tangannya di pagar lalu membalikan badan dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menjaga agar tidak punya catatan terlambat dan kenakalan di BK, tapi sekarang ia mulai memiliki catatan itu.

Sekarang Odelia harus menunggu sampai upacara selesai dan akan diantar oleh Pak Rohim ke ruangan BK untuk menulis di buku atas keterlambatannya.

Perempuan itu berjalan kesana kemari sambil bermain ponsel untuk membunuh waktunya. Tapi, sebentar… sepertinya ia juga harus membunuh salah satu siswa yang ada di sekolah itu karena sudah membuatnya terlambat di jalan lagi.

Siswa itu baru saja turun dari motornya dan melepaskan helm. Ia tidak meronta-ronta seperti Odelia, ia lebih tenang dan menunggu upacara selesai.

"Akhirnya kamu datang juga. Puas kamu sudah buat aku terlambat?" Odelia dengan emosi yang membludak menghampiri siswa itu dan mencengkram kerah baju siswa tersebut. "Kalau misalnya kamu tidak menghalangi mobilku aku bisa masuk, ikuti upacara dan catatan terlambat ku masih tetap kosong."

Siswa itu menepis tangan Odelia dan langsung melirik Odelia dengan tajam. "Klub motorku lebih penting ketimbang mobil kamu yang makin bikin penuh jalanan" Siswa menjawab dengan perkataan yang semakin membuat Odelia naik darah.

Odelia menggertak gigi dan mengepalkan tangannya. Ia sungguh marah dengan siswa itu. Di jalan tadi mobil Odelia dihadang oleh siswa itu agar klub motornya bisa melaju terlebih dahulu. Dengan waktu yang sangat terdesak, Odelia merasa tidak terima jika hari itu ia harus di hadang oleh klub motor yang nggak penting. Dan supir Odelia tidak bisa berbuat banyak karena semakin supir Odelia melawan, siswa itu semakin menantang untuk menabrak mobil Odelia.

Odelia membuka kaca mobil dan berteriak kencang agar siswa itu menyingkir dari hadapannya. Siswa itu tetap santai seperti sekarang. Tidak banyak bicara dan menunggu semua anggota klub motornya lewat. Perempuan itu sungguh geram dan ia memperhatikan tanda pengenal yang ada di bajunya. Siswa itu satu sekolah dengan Odelia.

"Tunggu pembalasan dari aku" Odelia melayangkan kepalan tangannya yang hendak memukul siswa itu. "Sampai kapan pun aku nggak bakal terima sama perlakuanmu tadi."

Siswa itu menatap mata Odelia dengan begitu tajam dan ada kemarahan juga, tapi ia tidak mau bikin keributan apalagi sama dengan perempuan. "Aku juga nggak ada terima klub motorku di injak-injak sama perempuan yang nggak punya sopan santun kayak kamu gini. Inget, ya.. sedikitpun kamu menyentuh klub motor aku kamu berhadapan denganku"

"Sekarang berhadapan langsung denganmu aku tidak takut. Lagipula, klub motormu itu hanya membuang waktu di masa mudamu. Ohh atau kamu sedang mencari kesibukan karena kamu sedang berada di keluarga yang tidak benar? Aku menemukan itu di beberapa siswa di sekolah ini dan siswa yang seperti mu itu hanya akan membuat orang lain susah"

Odelia benar-benar naik pitam ia sungguh masih tidak terima karena kejadian yang nggak penting itu. Hari Senin, pagi harus terlambat karena ada klub motor yang ingin mendahului jalan. Kalau ia meminta di Senin pagi itu ia rela terlambat karena ada yang lebih penting; mobil ambulance mungkin yang akan mendahului.

Siswa itu menghela nafas berat dan langsung turun dari motornya. Dengan rasa ketar ketir dan badan yang sedikit bergetar, Odelia berjalan mundur sambil tetap mendongak ke atas. "Mau kamu itu sebenarnya apa, sih? Aku sudah diemin kamu lho, tapi kamu makin menjadi-jadi kayak gini"

Odelia memegang kedua kepalanya dan menunduk. "Mau aku kamu itu nggak usah menghalangi jalan aku dan aku ada disini itu nggak akan terjadi."

Perdebatan itu terus saja terjadi karena diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Odelia merasa kesal dengan kejadian itu dan siswa itu tetap merasa angkuh karena klub motornya itu istimewa. Semua orang harus tunduk dengan klub motor yang sudah ia bangun dua tahun ini.

Sampai akhirnya Pak Rohim keluar pagar untuk melerai mereka berdua. Wajah Odelia yang memerah sangat menunjukan rasa jengkelnya kepada siswa itu dan siswa itu terus memberikan tatapan yang sinis.

Pak Rohim membawa mereka ke pos pengamanan sambil memberikan mereka air mineral agar mereka bisa lebih tenang dan punya pikiran yang damai.

"No, kamu serius mau punya masalah sama perempuan?" tanya Pak Rohim sambil berkacak pinggang.

"Dia dulu yang mulai" jawab siswa itu yang bernama Ardino. "Dia anak baru? Kok aku nggak pernah lihat? Atau dia baru keluar dari rumah sakit jiwa?"

Pertanyaan itu membuat Odelia makin menggertakan giginya dan ingin menjambak rambut Ardino. Dalam hati Odelia ia sudah memegang nama siswa yang menyebalkan itu dan Ardino nggak akan pernah bisa lepas dari pengawasannya.

***

Odelia duduk di kantin bersama dua temannya, Tory dan Ghilma. Mereka berusaha tidak berbicara macam-macam sebelum Odelia yang memulainya dulu. Mereka berdua mendengar berita tentang keributan Odelia dari anak-anak kelas yang cepet banget kalau dapat gosip kayak gitu.

Odelia meneguk minuman dinginnya sambil bermain ponsel. Wajahnya masih sedikit kesal dan bibirnya masih sedikit manyun. Tory dan Ghilma hanya saling melirik, mereka tidak biasa berada di keadaan yang sunyi kayak gini. "Del, nggak pesen makan?" Ghilma memulai pembicaraan itu.

"Nggak nafsu makan" Odelia menjawab dengan datar.

"Jangan makin nggak nafsu makan. Tuh ada bubur abon kesukaan kamu aku pesankan, ya" Tory yang berusaha merayu Odelia.

"Emang dia anak kelas mana sih kok aku nggak pernah tahu" Odelia mengalihkan pembicaraan sambil fokus dengan ponselnya.

Ghilma dan Tory kembali saling melirik. "Dia itu anak IPS 3. Emang jarang kelihatan dan memang dia terkenal sama klub motornya, freedom motors club namanya." Tory menjelaskan kepada Odelia.

"Demi apapun urusanku sama dia belum selesai. Masa tadi aku dibilang baru keluar dari rumah sakit jiwa" Odelia memutar kedua bola matanya dan langsung bersedekap.

"Jangan dipikirin nanti yang ada kamu makin bikin masalah baru sama dia dan jadi hancur semua"

Odelia tetap bersedekap sambil dahi yang berkerut. Di tahun terakhir ia bersekolah di sana ia harus bermasalah dengan siswa nggak jelas dan bikin pencapaiannya menjadi anak baik itu hancur.

Chapter 2

Ardino memang sudah mendirikan klub motor tersebut sejak kelas sepuluh SMA. Anggota klub motor Ardino adalah siswa sekolahnya. Namun, tetap saja yang namanya klub motor akan selalu dipandang sebelah mata oleh setiap orang. Padahal, klub motor yang didirikan Ardino itu bertujuan agar siswa sekolah bisa saling kenal dan menyalurkan hobi untuk yang suka otomotif. Itu hal wajar, cowok, hobi mereka otomotif.

Tapi, setelah dua tahun klub itu di bentuk, Odelia baru mengetahui dan langsung punya masalah dengan klub itu. Setelah seminggu berlalu rasa jengkel dan dendam yang ada di diri Odelia masih bersarang disana. Setiap ia bertemu dengan Ardino dengan tidak sengaja, emosinya sudah tidak bisa tertahan lagi. Untungnya Tory dan Ghilma selalu ada di samping Odelia untuk meredam emosinya.

Hari itu jadwalnya kelas Odelia dan kelas Ardino melakukan olahraga praktek bersama di lapangan basket. Sebelumnya, jadwal olahraga praktek di gabung dengan 12 IPS 2 dan karena IPS 2 ada jadwal pengambilan nilai di kolam renang, maka hari itu kelas Odelia bergabung dengan IPS 3.

Odelia bersama dua temannya sedang berganti pakaian di kamar mandi. Hari itu mereka juga akan diambil nilai untuk back up dan sit up. “Kita kapan sih, ambil nilai renangnya udah nggak sabar aku.” celetuk Ghilma di depan wastafel.

“Minggu depan kayaknya, entah lah aku juga sudah pengen masukin kepalaku ke dalam kolam biar nggak panas-panas banget.” jawab Odelia yang sedang menyisir rambutnya.

“Masih kesel sama Dino?”

“Dino?” Odelia berhenti menyisir lalu menoleh ke arah Ghilma.

“Cowok yang bikin kamu naik darah itu namanya kan Ardino panggilannya Dino”

“Dino? Dinosaurus?” Odelia menyeringai lalu kembali menghadap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Odelia tiba-tiba terdiam saat kembali teringat kejadian pagi itu. Ada dendam yang harus terbalaskan sampai Dino merasakan hal yang sama.

“Sudah mau lulus masa kamu punya musih sih, Del?”

“Dia duluan yang mulai. Sudah tahu hari Senin itu hari yang paling aku hati-hati dia malah hancurin”

“Anggap aja kamu sial, Del”

“Nggak cuma itu.. dia bilang aku baru keluar dari rumah sakit jiwa. Udah dia salah nggak mau minta maaf."

Ghilma masih mendengarkan Odelia ngomel sampai keluar kamar mandi dan menemui Tory yang sudah menunggu di depan kamar mandi cowok. Mereka bertiga berjalan kembali ke kelas untuk meletakan seragam dan setelah itu mereka langsung berjalan ke lapangan.

Di serambi lapangan basket sudah ada beberapa siswa-siswi yang melakukan pemanasan sebelum mereka siap untuk diambil nilai.

Odelia dan kedua temannya juga sedang bersiap untuk pemanasan. Di dalam lapangan basket Odelia seakan tak asing dengan teman-temannya. Ia merasa kalau kelasnya digabung bukan dengan kelas IPS 2. Odelia mulai gelisah dan sedang menerka siswa-siswi yang ada disana.

Tak lama dari itu, Odelia mendengar dentuman dari pantulan bola basket yang mulai mendekat. Dentuman itu semakin terdengar keras dan terasa dekat. Odelia langsung mencari asal suara itu sampai pandangannya tertuju kepada beberapa gerombolan anak laki-laki yang berjalan menuju lapangan basket.

Odelia mengerutkan dahi karena ia melihat Ardino dan teman-temannya berjalan ke arah lapangan dengan tawa dan gurauan yang sedang mereka lakukan. Odelia mulai bertanya kepada Ghilma kenapa kelasnya bisa di gabung dengan kelas Ardino.

Dengan gagah, tampan dan gayanya Ardino yang bikin beberapa perempuan terpana ia mulai masuk ke dalam lapangan basket. Ardino sendiri masih belum menyadari kalau di situ ada Odelia. Sampai akhirnya ia tersungkur ke tanah dan bola yang dipantulkan itu menggelinding menjauhinya. Suara dentuman yang lebih keras ketimbang bola basket itu membuat beberapa siswa melihat ke arahnya dan terkejut melihat Ardino jatuh.

"Hati-hati kalau jalan. Matanya di pakai buat ngeliat" ucap Odelia yang menundukan badannya hingga mendekati wajah Ardino.

Dengan sigap, Ardino segera bangun dan diikuti oleh Odelia. "Bener-bener sakit jiwa anak ini. Kenapa sih kamu?"

Odelia melipat kedua tangannya di depan dada "Aku cuma mau lihat Dinosaurus kalau jatuh itu bagaimana pasti lucu dan wajah seramnya jadi lucu"

Mata Ardino menyipit dengan wajah kekesalan "Pulang sekolah aku bakal anterin kamu ke rumah sakit jiwa!" Ia melanjutkan membersihkan tubuhnya yang penuh dengan pasir. Teman-teman Ardino menghampirinya dan membantu membersihkan kotoran yang masih menempel di baju olahraga Ardino.

Di lapangan basket itu ada dua tatapan mata yang saling berlawanan. Odelia merasa menang hari itu dan Ardino harus kembali membalas perempuan gila itu.

Tak lama kemudian guru olahraga mereka datang dan menyuruh mereka untuk mengambil barisan.

Mulai dari itu pertikaian mereka dimulai. Hari-hari mereka akan diisi dengan tawa bahagia karena bisa membalas atau mata yang menyipit karena kekesalan.

Ardino memang sudah mendirikan klub motor tersebut sejak kelas sepuluh SMA. Anggota klub motor Ardino adalah siswa sekolahnya. Namun, tetap saja yang namanya klub motor akan selalu dipandang sebelah mata oleh setiap orang. Padahal, klub motor yang didirikan Ardino itu bertujuan agar siswa sekolah bisa saling kenal dan menyalurkan hobi untuk yang suka otomotif. Itu hal wajar, cowok, hobi mereka otomotif.

Tapi, setelah dua tahun klub itu di bentuk, Odelia baru mengetahui dan langsung punya masalah dengan klub itu. Setelah seminggu berlalu rasa jengkel dan dendam yang ada di diri Odelia masih bersarang disana. Setiap ia bertemu dengan Ardino dengan tidak sengaja, emosinya sudah tidak bisa tertahan lagi. Untungnya Tory dan Ghilma selalu ada di samping Odelia untuk meredam emosinya.

Hari itu jadwalnya kelas Odelia dan kelas Ardino melakukan olahraga praktek bersama di lapangan basket. Sebelumnya, jadwal olahraga praktek di gabung dengan 12 IPS 2 dan karena IPS 2 ada jadwal pengambilan nilai di kolam renang, maka hari itu kelas Odelia bergabung dengan IPS 3.

Odelia bersama dua temannya sedang berganti pakaian di kamar mandi. Hari itu mereka juga akan diambil nilai untuk back up dan sit up. “Kita kapan sih, ambil nilai renangnya udah nggak sabar aku.” celetuk Ghilma di depan wastafel.

“Minggu depan kayaknya, entah lah aku juga sudah pengen masukin kepalaku ke dalam kolam biar nggak panas-panas banget.” jawab Odelia yang sedang menyisir rambutnya.

“Masih kesel sama Dino?”

“Dino?” Odelia berhenti menyisir lalu menoleh ke arah Ghilma.

“Cowok yang bikin kamu naik darah itu namanya kan Ardino panggilannya Dino”

“Dino? Dinosaurus?” Odelia menyeringai lalu kembali menghadap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Odelia tiba-tiba terdiam saat kembali teringat kejadian pagi itu. Ada dendam yang harus terbalaskan sampai Dino merasakan hal yang sama.

“Sudah mau lulus masa kamu punya musih sih, Del?”

“Dia duluan yang mulai. Sudah tahu hari Senin itu hari yang paling aku hati-hati dia malah hancurin”

"Anggap aja kamu sial, Del”

“Nggak cuma itu.. dia bilang aku baru keluar dari rumah sakit jiwa. Udah dia salah nggak mau minta maaf."

Ghilma masih mendengarkan Odelia ngomel sampai keluar kamar mandi dan menemui Tory yang sudah menunggu di depan kamar mandi cowok. Mereka bertiga berjalan kembali ke kelas untuk meletakan seragam dan setelah itu mereka langsung berjalan ke lapangan.

Di serambi lapangan basket sudah ada beberapa siswa-siswi yang melakukan pemanasan sebelum mereka siap untuk diambil nilai.

Odelia dan kedua temannya juga sedang bersiap untuk pemanasan. Di dalam lapangan basket Odelia seakan tak asing dengan teman-temannya. Ia merasa kalau kelasnya digabung bukan dengan kelas IPS 2. Odelia mulai gelisah dan sedang menerka siswa-siswi yang ada disana.

Tak lama dari itu, Odelia mendengar dentuman dari pantulan bola basket yang mulai mendekat. Dentuman itu semakin terdengar keras dan terasa dekat. Odelia langsung mencari asal suara itu sampai pandangannya tertuju kepada beberapa gerombolan anak laki-laki yang berjalan menuju lapangan basket.

Odelia mengerutkan dahi karena ia melihat Ardino dan teman-temannya berjalan ke arah lapangan dengan tawa dan gurauan yang sedang mereka lakukan. Odelia mulai bertanya kepada Ghilma kenapa kelasnya bisa di gabung dengan kelas Ardino.

Dengan gagah, tampan dan gayanya Ardino yang bikin beberapa perempuan terpana ia mulai masuk ke dalam lapangan basket. Ardino sendiri masih belum menyadari kalau di situ ada Odelia. Sampai akhirnya ia tersungkur ke tanah dan bola yang dipantulkan itu menggelinding menjauhinya. Suara dentuman yang lebih keras ketimbang bola basket itu membuat beberapa siswa melihat ke arahnya dan terkejut melihat Ardino jatuh.

"Hati-hati kalau jalan. Matanya di pakai buat ngeliat" ucap Odelia yang menundukan badannya hingga mendekati wajah Ardino.

Dengan sigap, Ardino segera bangun dan diikuti oleh Odelia. "Bener-bener sakit jiwa anak ini. Kenapa sih kamu?"

Odelia melipat kedua tangannya di depan dada "Aku cuma mau lihat Dinosaurus kalau jatuh itu bagaimana pasti lucu dan wajah seramnya jadi lucu"

Mata Ardino menyipit dengan wajah kekesalan "Pulang sekolah aku bakal anterin kamu ke rumah sakit jiwa!" Ia melanjutkan membersihkan tubuhnya yang penuh dengan pasir. Teman-teman Ardino menghampirinya dan membantu membersihkan kotoran yang masih menempel di baju olahraga Ardino.

Di lapangan basket itu ada dua tatapan mata yang saling berlawanan. Odelia merasa menang hari itu dan Ardino harus kembali membalas perempuan gila itu.

Tak lama kemudian guru olahraga mereka datang dan menyuruh mereka untuk mengambil barisan.

Mulai dari itu pertikaian mereka dimulai. Hari-hari mereka akan diisi dengan tawa bahagia karena bisa membalas atau mata yang menyipit karena kekesalan.

Siguiente capítulo