"Yusuf, apakah sudah cukup pertemuannya?" tanya Nyai Hajah pada Yusuf yang sedari tadi hanya diam tanpa bertanya apapun pada Zulaikha.
"Ya, Bibi. Sepertinya sudah cukup," jawabnya.
"Baiklah, kalau gitu Zulaikha akan kembali ke asrama. Nah, setelah ini kalian akan melakukan khitbah, ya." Nyai Hajah bicara lembut namun jelas dan dapat dimengerti.
Zulaikha tampak menunduk dengan senyuman malu-malunya. Ia benar-benar masih canggung dan tentunya salah tingkah dengan keadaan yang menimpanya saat ini.
"Insyaa Allah, Bibi," jawab Yusuf singkat.
Nyai Hajah tersenyum, "Ya sudah, Zulai. Sekarang kamu sudah bisa kembali ke asrama," ucapnya sambil menoleh pada Zulaikha.
Zulaikha mengangguk dengan hormat, "Baik, Nyai," jawabnya.
"Eh, tunggu sebentar." Umi Maslihah dengan cepat mencegah Zulaikha.
"Ada apa?" tanya Nyai Hajah.
"Tidak, aku hanya ingin bertanya sedikit saja pada gadis cantik ini," jawab Umi Maslihah sambil tersenyum hangat.
Zulaikha tampak semakin salah tingkah mendengar ucapan calon mertuanya. Dan tentunya jantungnya pun kini semakin berdegup kencang.
"Silakan. Apa yang mau Teh Hajah tanyakan?" tanya Nyai Hajah yang tampaknya begitu penasaran.
Umi Maslihah tersenyum, "Neng Zulaikha," panggilnya dengan suara yang lembut.
Zulaikha sedikit mendongak dan menatap lembut serta penuh tatakrama, "Ya, Umi," sahutnya.
"Apakah Neng Zulaikha bersedia menjadi menantu Umi dan Abi?" tanya Umi Maslihah yang berhasil membuat Zulaikha tersentak kaget.
Dag dig dug!
Degup jantung gadis berusia delapan belas tahun itu semakin berirama tak karuan. Seketika matanya membulat penuh dan seluruh tubuhnya kini bergetar karena gugup dan gerogi.
"Ya Allah, aku harus menjawab apa? Kenapa tiba-tiba begini? Aku tidak mau menjawab asal dan membuat semuanya sakit hati karena jawaban yang keluar dari lisanku ini," gumam gadis cantik itu di dalam hati.
Sementara itu Yusuf tampak memutar bola matanya dan seperti tidak setuju dengan pertanyaan yang Uminya berikan pada Zulaikha.
"Apa-apaan sih, Umi. Harusnya pertanyaan itu terucap hanya untuk Medina. Bukan wanita ini!" cicitnya dalam hati.
"Zulai, jawab dong! Kok malah melamun?" tegur Nyai Hajah yang berhasil membuat Zulaikha terpaksa meninggalkan lamunannya.
"Ah iya, Nyai. Emh, itu ... Insyaa Allah. Atas nama Allah, Zulai bersedia," jawabnya tanpa ragu.
"Alhamdulillah," ucap Umi Maslihah, Nyai Hajah, Buya Salahuddin dan Abah Yai secara bersamaan.
Yusuf yang mendengar jawaban Zulaikha tampak hanya diam dan menatap malas pada gadis cantik di hadapannya itu, "Dasar cewek gatal! Baru saja bertemu, sudah langsung setuju dan bersedia menjadi menantu Umiku," umpatnya dalam hati.
Rasa cinta yang Yusuf miliki pada Medina benar-benar membuatnya sulit melupakan wanita cantik itu. Padahal, Medina adalah sosok kekasih yang sering menyakiti hatinya. Seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Saat Yusuf mengajak Medina untuk menemui kedua orang tuanya dan menjalani hubungan yang lebih serius, wanita itu malah menolak ajakannya mentah-mentah.
Medina yang memiliki cita-cita menjadi pendakwah itu pun akhirnya memilih meninggalkan Yusuf ke Kairo untuk menempuh pendidikan di sana. Wanita cantik itu pun berusaha mengakhiri hubungannya dengan Yusuf yang sangat mencintainya. Tetapi, Yusuf menolak dan bersedia untuk tetap setia menunggu dan menanti kekasihnya itu di tanah air.
"Hanya Medina yang membuat jantungku berdetak kencang," ucap pemuda tampan itu di dalam hati.
Dan kini, sudah dua tahun lamanya Yusuf tidak bertemu dengan sosok wanita cantik yang sangat ia cintai. Walaupun sudah dua tahun tidak bertemu dan tidak saling bertukar kabar, tapi Yusuf tetap memiliki perasaan yang sama pada wanita cantik itu. Ia masih berharap Medina akan segera pulang dan menyelesaikan pendidikannya di Kairo.
"Kalau begitu, kita sudah harus segera membahas lebih lanjut soal pernikahan Yusuf dengan Zulaikha," ucap Buya Salahuddin yang tampak antusias. Dalam sekali pertemuan saja, ia sudah dapat menilai bagaimana sikap dan kepribadian gadis cantik bernama Zulaikha itu.
"Benar. Dan, kalau boleh tahu, di mana asal tempat tinggalmu, Neng? Tentunya kami harus bertemu dengan kedua orang tuamu," timpal Umi Maslihah.
Zulaikha terdiam sejenak dan kini tampak meremas jari jemarinya.
"Mohon maaf, Zulaikha seorang yatim piatu. Dia tinggal bersama Paman dan Bibinya. Tetapi, mereka sudah menyerahkan Zulaikha ke pondok pesantren ini. Jadi, Kamilah yang bertanggung jawab atasnya," ucap Nyai Hajah menjelaskan. Kemarin ia lupa tidak memberitahu informasi yang jelas pada kakaknya itu.
"Yatim piatu?" Yusuf tampak mengerutkan dahinya dan menatap setengah kaget.
Nyai Hajah mengangguk, "Ya, Cup. Memangnya kenapa?"
Yusuf menggeleng kecil, "Tidak apa-apa, Bi. Yusuf hanya sedikit prihatin," jawabnya berbohong.
Nyai Hajah tersenyum kecil. Sementara Zulaikha tampak membuang napasnya lega. Ia takut kalau Yusuf dan keluarganya tidak akan menerimanya hanya karena ia seorang yatim piatu.
"Hng, rupanya dia yatim piatu. Kalau seperti ini, bagaimana aku bisa tahu seluk beluk keluarganya? Bagaimana aku bisa tahu nasab keturunannya? Bagaimana kalau gadis ini terlahir dari seorang ibu yang buruk perangai dan sikapnya? Bagaimana kalau gadis ini terlahir dari keluarga yang urak-urakan? Astaghfirullahaladzim. Aku sungguh tidak akan pernah menyentuhnya!" celoteh Yusuf dalam hati.
"Oh, seperti itu. Mohon maaf ya, Neng. Umi benar-benar tidak bermaksud untuk menyinggung dan membuat Neng Zulai sedih," ucap Umi Maslihah yang selalu bersikap lembut.
Zulaikha menggeleng ramah, "Tidak apa-apa, Umi," sanggahnya.
Umi Maslihah tersenyum hangat, "Ya sudah, kalau gitu nanti kita bicarakan lagi di sini ya. Mungkin satu minggu lagi kami akan mengkhitbah Zulaikha," ucapnya yang berhasil membuat Yusuf terbelalak kaget.
"Apa? Seminggu lagi?" tanya Yusuf dengan ekspresi kagetnya.
Umi Maslihah mengangguk, "Ya, Yusuf," jawabnya.
Yusuf tampak menatap tak setuju, "Apa tidak terlalu cepat, Mi?" protesnya.
"Tidak, Cup. Justru lebih cepat akan lebih baik," jawab Umi Maslihah penuh penegasan.
"Benar. Jika sudah setuju dan saling bersedia, maka lebih baik jangan ditunda-tunda lagi," timpal Abah Yai.
Yusuf hanya memutar bola matanya dan membuang napasnya kasar, "Jika bukan karena kalian berdua, aku tidak akan sudi menerima perjodohan ini. Tak ada wanita yang mampu membuatku jatuh cinta selain Medina!" ocehnya dalam hati.
Obrolan demi obrolan pun diselesaikan antara keluarga Yusuf dan Nyai Hajah. Sementara Zulaikha kini sudah kembali ke asramanya. Getaran-getaran di dada semakin terasa saat ia mengingat wajah Yusuf yang begitu tampan. Bahkan, Zamzam yang semula ia anggap pemuda paling tampan, kini terkalahkan oleh ketampanan sang Yusuf.
"Subhanallah! Benarkah pemuda tampan itu akan menjadi suami Zulai? Ini benar-benar sebuah mimpi yang nyata," ucap Zulaikha dalam hati.
Tentunya Zulaikha merasa jika dirinya sedang menjadi cinderella yang menikah dengan seorang pangeran tampan dan gagah.
"Hei, Zulai! Gimana ta'arufnya? Cerita, dong!" seru Syifa yang tampak antusias.
Zulaikha tersenyum malu-malu. Tentu saja ia pun pasti akan menceritakan semuanya pada sahabatnya itu.
BERSAMBUNG...