webnovel

MENGEJAR CINTA MAS-MAS

Gladys Mariana Pradito "Sudah deh mi... aku tuh bosen dengar itu lagi itu lagi yang mami omongin." "'Makanya biar mami nggak bahas masalah itu melulu, kamu buruan cari jodoh." "Santai ajalah. Aku kan baru 24 tahun. Masih panjang waktuku." "Mami kasih waktu sebulan, kalau kamu nggak bisa bawa calon, mami akan jodohkan kamu dengan anak om Alex." "Si Calvin? Dih ogah, mendingan jadian sama tukang sayur daripada sama playboy model dia." **** Banyu Bumi Nusantara "Bu, Banyu berangkat dulu ya. Takut kesiangan." "Iya. Hati-hati lé. Jangan sampai lengah saat menyeberang jalan. Pilih yang bagus, biar pelangganmu nggak kecewa." "Insya Allah bu. Doain hari ini laku dan penuh keberkahan ya bu." "Insya Allah ibu akan selalu mendoakanmu lé. Jangan lupa shodaqohnya ya. Biar lebih berkah lagi." "Siap, ibuku sayang." **** Tak ada yang tahu bahwa kadang ucapan adalah doa. Demikian pula yang terjadi pada Gladys, gadis cantik berusia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya dari pengusaha batik terkenal. Karena menolak perjodohan yang akan maminya lakukan, dengan perasaan kesal dan asal bicara, ia mengucapkan kalimat yang ternyata dikabulkan oleh Nya.

Moci_phoenix · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
108 Chs

MCMM 37

Salahkah bila aku menjauhi dirinya? Salahkah aku bila hingga saat ini aku belum bisa mencintainya? Tapi mengapa terselip kekhawatiran di sudut hatiku?

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❤

"Bu, Gladys pamit pulang ya. Sudah mulai larut," pamit Gladys pada Aminah.

"Kamu bawa supir kan?"

"Bawa kok bu. Mas Banyu sudah berpesan, kalau mau main ke sini malam-malam saya harus bawa supir." jawab Gladys. "Insyaa Allah, kapan-kapan saya main lagi kesini."

"Memangnya kamu nggak papa tiap malam main kesini? Apa orang tuamu nggak keberatan?"

"Nggak papa kok bu. Apalagi saya kesini kan bukan main-main, tapi belajar masak pada ibu dan Aidan. Lagipula saya senang main kesini, berasa punya adik. Mungkin karena saya anak bungsu ya, bu. Disini saya belajar menjadi dewasa dan tidak manja lagi."

"Nak Gladys, ibu minta maaf ya atas sikap Banyu."

"Ah, nggak papa kok bu. Gladys paham, mas Banyu pasti sibuk dengan urusan sidang dan pekerjaannya." sahut Gladys sambil mengusap tangan Aminah yang ada di dalam genggamannya.

"Nak Gladys lebih baik mencari calon suami yang lain. Ibu khawatir, Banyu hanya akan mengecewakanmu," bujuk Aminah. "Kamu berhak mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Banyu."

"Ibu nggak suka sama Gladys?"

"Oh bukan begitu, nak. Ibu tidak pernah keberatan siapapun gadis yang nantinya akan menjadi kekasih ataupun istri Banyu. Hanya saja, ibu merasa Banyu bukan pria yang tepat untukmu."

"Apakah karena latar belakang sosial kami berbeda?" Aminah mengangguk dengan ragu. Gladys hanya tersenyum tipis. "Selama ibu nggak keberatan dengan hal tersebut, maka buat Gladys itu nggak menjadi masalah."

"Bagaimana dengan keluargamu?"

"Bantu dengan doa ya bu supaya keluarga Gladys tidak menolak mas Banyu." Gladys memeluk Aminah sebelum akhirnya berpamitan pulang.

"Bu, kasihan ya kak Gladys," ucap Nabila sepeninggal Gladys.

"Kenapa?"

"Dicuekin sama mas Banyu."

"Ah, jangan su'udzon sayang. Kata siapa mas Banyu nyuekin kak Gladys?"

"Dua hari sebelum mas Banyu berangkat ke Bali, adek sempat lihat ada call dari kak Gladys tapi nggak dijawab sama mas Banyu. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali, bu. Adek mau tanya sama mas Banyu takut. Soalnya muka mas Banyu waktu itu serius banget, kayak nggak mau diganggu gitu."

"Mungkin mas Banyumu memang sedang sibuk banget. Kamu tau kan kalau tadi siang mas Banyu sidang skripsi. Butuh persiapan yang matang supaya bisa lulus dengan nilai yang bagus," sahut Aminah.

"Bu, apa mas Banyu belum bisa move on dari kak Senja ya?"

"Ibu juga nggak tau, dek. Kalau ditanya sih jawabnya sudah move on."

"Bu, mumpung mas Banyu lagi di Bali, boleh adek dan mas Aidan ketemu sama ayah?" tanya Nabila.

"Kalian beneran mau ketemu ayah kalian?"

"Iya bu. Aidan juga pengen banget ketemu ayah. Gimana kondisi ayah saat ini bu?" tanya Aidan. "Apakah ibu bertemu dengan istrinya kalau sedang menjenguk ayah?"

"Kondisi ayahmu masih mengkhawatirkan. Kanker prostat yang dideritanya sudah stadium 3. Walau sudah di operasi, dokter masih belum bisa memastikan kesembuhan ayahmu. Mengenai istri ayahmu, dia sudah pergi meninggalkan ayahmu sejak setahun yang lalu. Saat ayahmu pertama kali menjalani operasi prostat."

"Lalu bagaimana dengan dek Daffa? Siapa yang urus dia?" Daffa adalah anak Pramudya dengan Berliana, wanita selingkuhannya.

"Sejak wanita itu meninggalkan ayahmu, Daffa diurus oleh tante Nungki dan om Agus. Tapi menurut info, dalam waktu dekat ini mereka akan pindah ke Australia karena om Agus mendapat beasiswa melanjutkan S2nya di sana. Ayah kalian nggak mengizinkan Daffa dibawa ke sana."

"Bagaimana kalau dek Daffa kita ajak tinggal bareng bu?"

"Ibu nggak keberatan, tapi siapa yang akan merawatnya? Kita semua sibuk. Ibu nggak sanggup membayar pengasuh dan ibu nggak yakin masmu mau menerima Daffa disini."

"Seandainya aja Aidan bekerja. Pasti Aidan bisa membantu ibu membayar pengasuh untuk Daffa. Kasihan dia bu, masih kecil sudah ditinggal tante Berli." Aidan memang sangat lembut hati terhadap anak kecil. Aminah mengelus kepala Aidan.

"Bu, besok sore kita jenguk ayah yuk. Aidan kangen sama ayah." Aminah mengangguk. "Beneran bu kita boleh jenguk ayah? Kalau mas Banyu tahu gimana?"

"Nggak papa. Mas mu pernah bilang kalau dia nggak melarang kalian bertemu dengan ayah kalian."

"Dek, besok siang kamu nggak ada ekskul kan?" tanya Aidan pada Nabila. "Kamu jangan kelamaan ngobrol di sekolah ya. Biar kita bisa jenguk ayah."

"Oke kak." Aminah tersenyum melihat kedua anaknya begitu bersemangat hendak menjenguk ayahnya. Apalagi Nabila. Dialah yang paling bersemangat bertemu sang ayah. Saat kedua orang tuanya berpisah, usia Nabila sekitar 5 tahunan. Selama 9 tahun terakhir ini tak pernah sekalipun Nabila bertemu sang ayah karena larangan Banyu.

"Bu, apakah ibu masih mencintai ayah?" tanya Nabila hati-hati.

"Sudah 9 tahun lebih kami berpisah. Perpisahan yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Maaf kalau selama ini ibu tidak mau menceritakan penyebab perpisahan kami. Ibu tak mau membuka aib pernikahan kami. Biar bagaimanapun dia itu tetap ayah kalian. Rasa cinta ibu kepadanya sudah hilang saat kami atau tepatnya ibu memutuskan bercerai dengan ayahmu."

"Kalau ibu sudah tidak mencintai ayah, kenapa ibu nggak menikah lagi?" tanya Aidan.

"Ibu sudah memiliki kalian bertiga. Itu cukup buat ibu. Kalian adalah anugrah terindah dan paling berharga dalam hidup ibu. Kehadiran kalian membuat ibu memutuskan hanya akan fokus pada kalian. Ibu tak ingin membagi perhatian dan cinta ibu kepada lelaki lain. Semua cinta dan perhatian ibu hanya untuk kalian. Tidak untuk dibagi dengan orang lain."

"Kami menghalangi ibu menemukan kebahagiaan," ucap Aidan pelan. Aminah terkejut mendengar ucapan Aidan. Ia sama sekali tak menyangka anaknya memiliki pemikiran seperti itu. "Kalau ibu mau membuka hati dan menerima lelaki lain menjadi pendamping hidup, pasti hidup ibu nggak akan seberat ini."

"Kata siapa ibu tidak bahagia? Kata siapa hidup ibu berat?" Aminah balik bertanya. "Memang pada awal perpisahan dengan ayah kalian, ibu merasa berat. Namun semua itu menghilang saat ibu melihat kalian tumbuh menjadi seperti sekarang. Kalian tumbuh menjadi anak yang saling menyayangi satu dengan yang lain, kalian tumbuh menjadi anak shalih dan shalihah yang selalu pandai bersyukur. Itu sudah lebih dari cukup untuk ibu. Itu menjadi sumber kebahagiaan dan kekuatan ibu untuk menjalani hidup ini."

Aidan dan Nabila langsung memeluk erat Aminah. Mereka sangat bersyukur dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh ibu dan kakak mereka.

"Kalau ibu menikah lagi, kalian nggak bisa bermanja-manja seperti ini sama ibu." ledek Aminah.

"Tapi ibu masih cantik lho. Kemarin aja bang Hamdan yang rumahnya dekat masjid sempat tanya-tanya sama Aidan. Bang Hamdan kan belum lama jadi duda. Usianya juga nggak jauh dari ibu. Kayaknya dia tertarik sama ibu."

"Bang Hamdan yang sudah punya cucu 3 itu? Yang punya anak 5?" Aidan mengangguk.

"Oh yang punya toko bangunan dan warung makan betawi itu ya, mas?" tanya Nabila sambil terkikik. "Cieee.. ibu punya penggemar nih. Jangan-jangan nanti ibu yang duluan menikah lagi sebelum mas Banyu."

"Hush, kalian jangan ngaco ah. Ibu mah nggak sanggup deh disuruh membagi perhatian lagi. Coba kalian bayangin, anak bang Hamdan masih 3 orang yang seumuran kalian. Belum lagi 3 cucunya yang masih kecil. Plus harus memperhatikan bang Hamdan. Aduh, ibu nggak sanggup deh."

"Tapi kalau ibu menikah sama bang Hamdan, ibu nggak perlu kerja keras seperti sekarang ini. Bang Hamdan kan salah satu orang terkaya di kampung ini."

"Hahahaha... ada-ada saja kamu. Buat ibu kehidupan seperti saat ini bersama kalian sudah membahagiakan. Kita punya rumah, kalian bisa sekolah, kita tidak kelaparan dan yang paling penting kita saling menyayangi." Aminah mengacak rambut Aidan. "Sekarang giliran kalian yang mentas menjadi orang, kemudian menikah dan memberi ibu cucu."

"Wah, Aidan dan Nabila mah masih lama bu. Mas Banyu aja tuh duluan." jawab Aidan sambil tertawa.

"Ibu mau tanya sesuatu sama kalian. Bagaimana pendapat kalian tentang nak Gladys? Apakah kalian suka sama dia? Apakah menurut kalian, dia cocok untuk menjadi pendamping kakak kalian?"

"Dia cantik," jawab Aidan. "Dia juga baik serta nggak sombong seperti kebanyakan anak orang kaya."

"Bila mau punya kakak seperti dia, Bu. Ibu tau nggak, waktu itu kak Gladys justru meminta kita menerima dia. Buat kak Gladys, lebih penting bila kita menerima dia. Dari situ saja Bila tahu kalau kak Gladys bukan hanya menginginkan mas Banyu."

"Kak Gladys juga bilang mau membantu Aidan mencari beasiswa untuk kuliah."

"Kalian menyukai dia bukan karena dia anak orang kaya kan?"

"Ya nggak gitulah bu. Waktu itu kak Gladys sempat menawari untuk membiayai kuliah Aidan lho."

"Lalu kamu mau?"

"Ya nggaklah bu. Emangnya Aidan cowok matre?" Semua tertawa mendengar ucapan Aidan. "Aidan bilang kalau kita diajarkan oleh ibu untuk tidak menggantungkan hidup dengan bantuan orang lain."

"Kalau buat Nabila, yang terpenting adalah mas Banyu mau menerima kak Gladys. Ibu sendiri gimana? Kak Gladys ini lebih kaya dari kak Senja lho."

"Itu yang ibu khawatirkan. Ibu nggak mau masmu direndahkan oleh orang lain karena pekerjaannya."

"Tapi kak Gladys nggak merendahkan mas Banyu, kok. Dia bisa menerima kalau mas Banyu hanya seorang tukang sayur."

"Bagaimana dengan orang tuanya? Gladys adalah anak perempuan yang membutuhkan restu dari orang tuanya untuk dapat menikah. Kalau orang tuanya nggak setuju, maka masmu akan mengalami hal yang sama seperti dulu dengan Senja." Aidan dan Nabila termangu mendengar penjelasan Aminah.

⭐⭐⭐⭐

Jam menunjukkan pukul 5 pagi. Banyu baru saja selesai shalat subuh saat ada notifikasi pesan masuk ke hp-nya. Diambilnya hp dari nakas yang ada di samping tempat tidur. Sebelum membaca pesan, Banyu membangunkan Yudi yang sekamar dengannya.

"Yud, bangun. Sudah jam 5 nih. Elo nggak subuhan?"

"Hmm... gue masih ngantuk Nyu." jawab Yudi sambil menarik selimut.

"Woy, sudah mulai terang tuh. Jangan lupa kita lagi di Bali. Matahari lebih cepat terbit. Memangnya semalam jam berapa sih elo masuk kamar?"

"Gue baru tidur jam 2an, Nyu. Tuh gara-gara si Sompret ngajak kita clubbing."

"Gila lo! Elo minum? Bisa disemprot bang Ghiffari lho kalau ketauan clubbing sampai pagi."

"Gue kagak minum. Cuma joget-joget dikit sama cewek-cewek bule. Hehehe..."

"Terserah deh. Yang penting sekarang elo bangun sebelum gue siram."

"Oke-oke. Gue bangun. Oh ya, Nyu.. semalam pas gue masuk kamar hp lo bunyi terus. Ada miss call dari 'Princess'. Siapa tuh Nyu? Cewek lo?" Banyu tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil membawa hpnya ke balkon.

Gladys >> Assalaamu'alaykum

Belum sempat Banyu membalas pesan tersebut, masuk lagi pesan dari Gladys.

Gladys >> Sudah bangun mas? Eh pastinya sudah bangun ya. Mas Banyu pasti sudah selesai shalat subuh ya. Di sana sudah jam 5 lewat ya mas? Disini belum adzan😄. Semalam mas Banyu tidur jam berapa, kok aku telpon nggak diangkat?

Banyu >> Wa'alaykumussalaam. Ya sudah bangun dong. Kalau belum bangun mana bisa baca pesan dari kamu. Ada apa?

Gladys >> Nggak ada apa-apa. Kangen.

Banyu menahan tawanya saat membaca pesan terakhir Gladys yang sangat blak-blakan. Ada rasa bersalah di sudut hati Banyu karena sudah menghindari Gladys. Ada rasa tak enak karena tak bisa mengubah panggilan terhadap Gladys.

Gladys >> Mas....

Banyu >> Hmm...

Gladys >> Uhmm... mas kangen nggak sama aku? 🤭

Banyu >> Nggak

Gladys >> 😡🥺... beneran?

Banyu >> Iya. Biasa aja. Lagipula kenapa harus kangen? Kemarin siang kita ketemu. Tadi malam kita juga sempat ngobrol, kan?

Gladys >> 🥺🥺... kok mas jahat banget sih?

Banyu >> Hmm..

Gladys >> Mas, Senja itu siapa?

Banyu tak menjawab pertanyaan Gladys.

Banyu >> Kamu nggak shalat subuh?

Gladys >> Belum adzan. Kok pertanyaaanku nggak dijawab. Senja itu siapa? Mantan kamu?

Banyu >> Hmm... 🤷

Gladys >> Kok gitu jawabnya. Kamu masih cinta sama dia?

Banyu >> Apa perlu dibahas lewat wa begini?

Gladys >> Kalau nggak lewat wa, mau via apa mas? Kamu nggak menjawab kalau aku telpon. Apa aku harus terbang kesana hanya untuk meminta kepastian darimu?

Setelah beberapa menit tak ada balasan, akhirnya Banyu membalas.

Banyu >> Ya nggak sampai segitunya, Princess. Senja adalah masa laluku. Kamu puas dengan jawaban ini?

Gladys >> Kamu masih mencintai dia?

Banyu >> Bagaimana perasaanku terhadap dia tidak ada hubungannya dengan kamu.

Gladys >> Bagaimana kamu bisa bilang itu nggak ada hubungannya dengan aku? Kamu pikir aku nggak akan cemburu kalau tau kamu masih mencintai dia?

Banyu >> Kenapa kamu harus cemburu?

Gladys >> 😡 Kamu tanya kenapa? Kamu itu membuatku bingung, mas.

Banyu >> Kenapa harus bingung. Aku sudah bilang kalau aku bukan orang yang tepat untukmu. Hingga saat ini aku belum mencintaimu.

Gladys >> Tapi... malam itu kamu bersedia menjalaninya denganku.

Banyu >> Tapi aku sudah bilang sama kamu untuk tidak berharap apapun kepadaku. Aku sudah menyuruhmu mencari pria lain yang lebih tepat untukmu.

Gladys >> Walaupun aku telah jatuh cinta kepadamu?

Banyu >> Apa kamu benar-benar jatuh cinta kepadaku? Lupakan perasaan itu sebelum terlalu dalam, Princess.

Gladys >> Kamu benar-benar tega, mas. Oh ya, aku ingin memberitahu kalau nanti malam aku ada acara makan malam bersama mami papi dan Lukas beserta keluarganya.

Banyu >> Lukas?

Gladys >> Dia adalah calon suami yang mami siapkan untukku.

Banyu >> Good luck with him, Princess

⭐⭐⭐⭐