webnovel

25

Sudah empat hari sejak semalam Arsha tau bahwa Arka tengah dirawat. Namun, belum ada tanda-tanda kapan Arka akan sadar. Arsha masih setia menemani Arka, tubuh Arsha pun semakin lemas karena rasa mual belum juga pergi. Sudah berkali-kali ia mengusap minyak angin ke perutnya, tapi tetap saja mual itu kembali datang.

Sesuap makanan pun belum ada yang ia jejelkan kedalam mulut. Membuat tubuh ya semakin lemas dan wajahnya juga menjadi tirus.  Tapi ada sedikit keanehan yang wanita itu rasakan. Entah mengapa, ketika rasa ingin muntah itu datang. Maka, akan hilang hanya dengan ia menempelkan dahinya ke punggung tangan Arka.

Suara pintu yang dibuka membuat Arsha menoleh. Dokter yang sejak semalam ia ketahui bernama Ridho adalah dokter yang memeriksa kondisi Arka. Memang sudah jamnya untuk Arka kembali di periksa.

"Selamat siang ibu Arsha. Bagaimana saya akan melakukan beberapa pemeriksaan kembali kepada bapak Arka," izin dokter Ridho yang di angguka oleh Arsha.

Wanita itu segera menyingkir ke ujung ranjang, memberi akses kepada doger tersebut untuk melakukan tugasnya. Tak berapa lama, dokter Ridho selesai dengan kegiatannya, ia menoleh kearah Arsha. Memberi isyarat untuk mendekat kepadanya.

"Jadi begini bu Arsha, kondisi pasien saat ini sudah membaik. Hanya luka-luka nya saja yang membutuhkan waktu untuk sembuh. Tapi, untuk kesadaran bapak Arka sendiri. Saya belum dapat memastikan kapan kiranya beliau akan sadar. Karena dari hasil pemeriksaan yang saya lakukan, bapak Arka seharusnya sudah sadar dari semalam," penjelasan dokter Ridho membuat Arsha dapat bernafas lega.

"Dokter, suami saya tidak ada luka dalam kan?"

Dokter Ridho menggeleng pelan. "Alhamdulillah luka dalamnya tidak ada bu. Ada yang ingin ibu tanyakan lagi?" Tanyanya ramah.

"Tidak Dokter. Itu saja, terimakasih ya Dokter."

Setelah Dokter Ridho keluar. Arsha kembali ke tempat duduknya semula. Tidak ada kata bosan saat netranya menatap wajah penuh luka milik suaminya.

Rasa sedih melingkupi hatinya, kapan Arka akan sadar? Doa tak pernah lepas ia panjatkan,

Arsha berdiri dan berjalan menuju nakas yang ada di samping kanan ranjang Arka. Ia membuka lagi dan mengambil handuk, lalu berjalan menuju kamar mandi sambil membawa wadah kecil.

Arsha kembali ke kursinya semula setelah mengambil air, ia mencelupan handuk bersih kedalam wadah  yang sudah ia isi air tadi.

Perlahan ia mengusap wajah Arka dengan lembut. Membersihkan dari mulai wajah hingga telapak kaki Arka.

Setelah selesai, ia mengembalikan wadah tadi ke tempatnya setelah membuang air yang ada di dalamnya.

Lalu menjemur handuk tadi ke pinggir jendela.

Suara dering yang berasal dari  ponselnya membuat Arsha segera meraih benda pipih tersebut.

"Assalamualaikum neng, neng Arsha kok nggak pulang dari semalam? Pak Arka bagaimana keadaanya neng?" Suara pak Yudi langsung menginterupsi saat panggilannya diangkat oleh Arsha.

"Waalaikumsalam pak. Maaf Arsha belum sempat ngabarin bapak dari semalam. Arsha mau nemenin mas Arka disini pak sampai mas Arka sadar.  Keadaan mas Arka, alhamdulillah sudah membaik meski luka di tubuhnya belum mengering. Tapi, mas Arka belum juga sadar pak."

"Neng yang sabar ya neng. Neng Arsha sudah sarapan belum. Bapak suruh pak Hadi nganterin sarapan buat neng ya?"

"Nggak usah pak, nanti ngerepotin."

"Enggak neng, neng Arsha mau sarapan apa?"

"Yang bener  pak? Saya nggak enak nanti kalau ngerepotin pak Hadi."

"Itu memang sudah tugas kami mbak untuk melayani majikannya," terdengar suara pak Hadi menyahut dari seberang. "Jadi neng Arsha mau sarapan apa?" Sela pak Yudi. 

"Apa aja deh pak, terserah. Saya juga nggak punya selera untuk makan sesuatu," balas Arsha.

Setelahnya panggilan pun selesai. Arsha kembali membelai lembut punggung tangan Arka.

"Kamu nggak bisa terus tidur mas. Kamu nggak bisa biarin aku terus nunggu kamu, disini rasanya sesak mas," ujar Arsha seyara menunjuk dadanya lalu mengusap sudut matanya yang mulai mengeluarkan air.

Arsha bangkitangsung berlari ke kamar mandi. Rasa mual tiba-tiba menyeruak seolah ingin mengeluarkan sesuatu. Setelah tiga menit ia jongkok di kloset hanya cairan yang lagi-lagi keluar. Tapi kali ini cairannya agak kental. Mungkin karena ia tadi sempat meminum segelas susu untuk mengganjal perutnya yang sudah terasa perih karena belum juga ia isi.

Setelah dirasa tidak ada lagi yang ingin keluar Arsha langsung membersihkan mulutnya. Saat Arsha keluar ternyata pak Hadi sudah datang dengan beberapa kantong plastik di tangannya tengah berdiri di samping ranjang Arka.

"Pak Hadi. Ayo duduk pak," Arsha menuntun pak Hadi menuju sofa. "Makasih ya pak. Arsha udah ngerepotin bapak," lanjut arsha

"Nggak sama sekali mbal, ini memang sudah tugas bapak. Gimana keadaan pak Arka mbak?"

"Huh, ya gitu pak. Mas Arka belum juga sadar padahal udah empat hari."

"Mbak Arsha yang sabar ya, ini cobaan buat mbak. Kalau gitu saya langsung pulang aja ya mbak."

"Eh, iya pak. Makasih dan hati-hati ya pak dijalan."

Pak Hadi mengangguk. Lantas langsung keluar Setelah ia mengucap salam. Arsha kembali ke sofa setelah ia menutuk pintu. Ia melihat plastik yang tadi pak Hadi bawa.

Di dalamnya ada beberapa makanan. Arsha langsung membuka sterofom yang ternyata berisi bubur ayam. Seketika air liburnya naik, seleranya tergugah seolah memang itulah yang ia inginkan.

Setelah membaca doa, Arsha langsung melahap dengan semangat seporsi bubur ayam tersebut. Tidak sampai empat menit makanan itu telah berpindah kedalam perutnya.

"Alhamdulillah, kenyang banget," gumamnya pelan. Lalu membereskan makanan yang belum ia makan. Menyimpannya di atas malas samping tempat tidur Arka.

Saat ingin mengambil botol air minum. Ternyata botol itu telah kosong. Arsha terpaksa harus kekantin rumah sakit yang berada di lantai satu.

Saat Arsha berada di lorong rumah sakit, ia melihat punggung seorang wanita yang sangat familiar baginya. Arsha yang penasaran langsung mengikuti wanita itu. Hingga wanita itu masuk ke sebuah kamar. Arsha semakin penasaran, ia mengintip di kaca yang berada di tengah pintu. Arsha menutup mulutnya, netranya melihat siapa sosok wanita itu. Heran, bingung dan penasaran Arsha semakin tinggi.

Rasa sedih karena keadaan Arka, kini makin bertambah saat melihat wanita itu seolah dengan sayang mengurus sosok laki-laki setengah baya yang terbaring lemah di ranjang pesakitan.

Kepala Arsha menggeleng saat berbagai macam spekulasi memenuhi otaknya. Ia berbalik hendak pergi dari sana, namun belum sempat ia melangkah wanita yang berada di dalam kamar tersebut keluar. Seperti hendak membuang sampah, namun tangannya tergantung di udara kala netra hitamnya bertubrukan dengan netra Arsha.

"Arsha," wanita itu sungguh terkejut luar biasa mendapati satu sosok yang telah lama ia tinggalkan kini berdiri di depannya.

Lidah Arsha kelu. Ingatan yang berusaha ia kubur muncul kepermukaan. Bayangan itu seolah mengejeknya.

Arsha tidak sanggup hanya untuk sekedar menyapa. Dengan dada yang sangat sesak, ia pergi meninggalkan wanita itu dengan segala penyesalan yang kian membesar.

*******

Holla. Update lagi nih, kalau ada yang nunggu monggo dibaca. Kalau enggak ya sudah lah

Batam, 19 April  20

Siguiente capítulo