webnovel

Perasaan yang terbalas

Jika perasannya terbalaskan, maka itu akan makin mempersulit hidupnya.

***

Athalla membuka kotak itu dan untuk kotaknya tidak ada kertas koran yang berlapis seperti punya sagita. Cowok itu hanya membuka satu kertas kado dan kotak berwarna hitam terlihat. Dia membuka kotak itu dengan tidak sabar dan melihat isinya.

"Kunci mobil?!" pekik Ratu saat melihat Athalla mengangkat isi kado miliknya.

"Kalian bisa liat di garasi," kata Attalie.

Sambil tersenyum lebar, Ratu dan Athalla berlari ke dapur. Mereka menuju ke garasi melewati pintu belakang. Benar saja, saat melihat garasi ada mobil berwarna merah di sebelah mobil putih milik mamanya.

"Mobil baru," kata Athalla dengan semangat.

Tangan Athalla terangkat untuk merangkul tubuh Ratu. Saat itu juga pandangan Ratu tertuju pada Athalla. Ada perasaan bahagia saat melihat senyum lebar dari saudaranya itu.

"Buat hari ini, kalian belum bisa berangkat ke kampus pakai mobil itu," kata Attalie dari belakang Athalla dan Ratu. "Surat-suratnya belum lengkap. Lagian, kalian berdua belum ada yang punya SIM juga kan?"

"Yah, Ma. Belum tentu ada razia pagi begini," kilah Athalla.

Attalie tetap menggeleng, dia pun maju dan mengulurkan tangannya. "Mana kunci mobilnya, kasih Mama dulu."

Dengan berat hati dan wajah yang cemberut, Athalla memberikan kunci mobil yang ada di tangannya. Kunci itu kemudian berganti dengan tas punggung milik Athalla dan tas jinjing milik Ratu.

"Sudah hampir jam tujuh, kalian enggak mau datang terlambat kan?"

Athalla menggangguk dan dia menepuk punggung Ratu agar segera berbalik. Dia menaiki motor yang selama hampir dua tahun ini menemani mereka. Athalla dan Ratu selalu berboncengan karena dari masa sekolah sampai kuliah sekarang mereka selalu ada di kelas yang sama.

Athalla dan Ratu memiliki banyak kesamaan. Seperti hobby, kesukaan, cara berfikir dan kepintaran. Hal yang membedakan hanyalah tubuh mereka. Bahkan sering kali mereka merasa seperti ada yang singkron dalam diri keduanya. Kecuali, tentang rasa yang dirasakan oleh Ratu.

"Pegangan," kata Athalla saat Ratu sudah naik di atas motor.

"Iya, iya, tau." Ratu melingkarkan tangannya di pinggang Athalla.

"Rat, nanti kalo disuruh buat kelompok, kita harus satu kelompok ya," kata Athalla.

"Iya, iya. Bagus lagi kalo kita bisa bareng, kan bisa kerja sama."

Soal kerja sama sering mereka lakukan saat mereka masih berada di sekolah. Kerja sama dalam hal bagus atau pun dalam hal yang kurang bagus. Seperti dalam menyontek, contohnya.

"Thal, menurut lo mama kenapa ya ngebeliin kita mobil?" tanya Ratu memulai obrolan baru saat motor Athalla berhenti di lampu merah.

"Gue juga enggak tau, tumben dia manjain kita."

Ratu mengangguk setuju. Dulu mamanya seorang model terkenal. Wajahnya sering sekali tampil di cover-cover majalah terlaris jaman dulu. Sampai saat dia menikah dengan Ryan Razani seorang anak pemilik percetakan salah satu majalah terkenal itu.

Selepas menikah, Attalie masih juga menjalani profesinya sebagai model. Dia berhenti setelah Ryan meninggal karena kecelakaan mobil. Percetakan majalah itu beralih ke tangan Attalie yang kini diubahnya menjadi sebuah anak perusahaan penerbit terbesar di negeri ini.

Athalla dan Ratu jarang sekali menikmati kemewahan. Attalie sangat protektif dalam mengatur pemberian uang untuk kedua anaknya. Dia tidak ingin anaknya menjadi orang yang manja dengan materi.

"Thal, kelewatan." Ratu memukul bahu Athalla saat motor yang dinaikinya melewati begitu saja gedung kampus mereka.

Sekilas, Ratu sempat melihat kalau sudah banyak mahasiswa yang datang dan berbaris. Benar saja, saat Athalla memutar balik dan mereka memarkirkan motornya, seseorang kakak tingkat sudah bersuara dengan pengeras suara menyuruh mahasiswa baru untuk segera masuk ke dalam barisan.

"Buat yang baru datang, langsung masuk ke barisan!" teriak seorang cowok dengan kalimat yang terus diulang-ulang.

Ratu berdiri bersebelahan dengan Athalla. Mereka berdua tidak mempunyai kenalan siapa pun di fakultasnya ini, jadi mereka memutuskan untuk tidak saling terpisah. Hari ini terlihat cerah, terik matahari mulai menampakkan kehangatannya. Sebentar lagi pasti akan panas yang terasa membakar kulit.

"Pagi ini, kakak-kakaknya yang lain bakalan ngecek kelengkapan pakaian kalian. Semuanya harus sesuai dengan yang sudah dijelaskan kemarin."

Ratu melihat kembali pakaiannya. Sepatu, kaus kaki, baju hitam putih, dan papan nama. Dia beruntung, masa orientasi sekarang tidak lagi membuatnya seperti orang gila. Tahun ini mereka hanya disuruh berpakaian lengkap dan rapi.

"Topinya mana?" tanya seorang kakak tingkat yang menghampiri Ratu.

"Oh, sebentar Kak," jawab Ratu. Dia lalu membuka tasnya dan mencari topi yang dia rasa sudah dia siapkan tadi malam.

"Ada?" tanya Athalla yang berdiri di sampingnya.

Ratu terus mencari sampai beberapa barang yang ada di tasnya dia keluarkan. Setelah cukup lama mencari dan memastikan bahwa memang topi itu tidak ada di dalam tasnya dia pun menyerah. Ratu menatap Athalla lalu menggeleng.

"Saya enggak bawa Kak," jawab Ratu pada kakak tingkatnya.

"Kalo gitu, kamu baris di sana." Kakak tingkat itu menunjuk ke lapangan yang terkena panasnya matahari pagi.

"Oke Kak," jawab Ratu yang pasrah.

Athalla menahan tangan Ratu saat cewek itu hendak melangkah ke luar barisan. "Jangan, di situ panas."

"Itu hukuman buat yang atributnya nggak lengkap," sambung kakak tingkatnya sambil menatap tangan Athalla yang memegang tangan Ratu.

"Biar gue aja yang baris di sana."

Athalla melepaskan topi yang dia pakai dan memasangkannya ke kepala Ratu. Setelah itu dia pun berlari ke luar dari barisan dan berbaris di tempat yang ditunjuk oleh kakak tingkat itu.

"Ah, bucin," cibir kakak tingkat yang memeriksa perlengkapan sebelum dia memeriksa mahasiswa yang lain.

Bucin? Budak cinta? Ratu rasa, kakak tingkatnya itu salah mengira. Soal wajah, kemiripan antara Ratu dan Athalla memang jauh setelah mereka beranjak masa remaja. Ratu yang sudah bisa memoles wajah, sedangkan Athalla punya gayanya sendiri sebagai seorang anak laki-laki.

Salah sangka dari orang lain membuat Ratu berpikir. Apakah perhatian Athalla memang terlihat sebagai seorang laki-laki pada perempuan, bukan seperti kakak pada adiknya? Ratu menggelengkan kepalanya.

Berpikir yang tidak-tidak membuat sesuatu di dalam dirinya terasa nyeri. Dia tidak ingin memupuk sebuah harapan. Tidak ingin harapan itu terus tumbuh dan berbunga. Ratu tidak ingin kalau dia harus memangkas bunga harapan itu karena diharuskan oleh keadaan.