webnovel

Efek Domino

Efek domino : satu kejadian yang berdampak pada kejadian yang lain.

***

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu.

Dari nametag yang ada di bajunya Ratu bisa mengetahui kalau nama pegawai itu bernama Heni. "Di sini benar rumahnya Kak Prima?"

"Iya benar. Sebentar."

Pelayan itu kemudian berbalik badan dan masuk ke dalam sebuah ruangan yang ada di sudut ruangan ini. Tidak lama pelayan itu ke luar bersama dengan seorang wanita. Dari penampilannya sudah bisa ditebak kalau dia adalah pemilik butik ini.

"Temannya Pria ya?"

"Iya, saya adik tingkatnya Kak Prima di kampus."

"Iya, Prima tadi ada telepon mau ngajak adik kelasnya ke sini. Kamu namanya siapa?"

"Ratu, Tante," kata Ratu sambil memasang senyum lebar.

"Ratu? Ternyata kamu orangnya."

Mendengar respon itu senyum lebar Ratu pun memudar. "Maaf Tante, maksud dari saya orangnya?"

"Kemarin Prima ada cerita soal kamu."

"Kak Prima cerita apa?" Wajah Ratu terlihat bingung sekaligus penasaran.

Mama Prima hanya menggeleng, sambil tersenyum dia berkata, "Ikut Tante ke atas yuk. Prima juga sebentar lagi bakalan sampai."

Ratu mengangguk saja. Dia berjalan di samping mama Prima karena tangan wanita itu terus saja memegang punggung Ratu. Saat dia sudah ingin sampai ke atas Hera kembali memanggil.

Mama Prima kembali melangkah menuruni anak tangga. "Kenapa?"

"Prima sudah datang."

Ratu pun ikut menuruni anak tangga saat melihat mama Prima kembali ke bawah. Dia berdiri di tengah-tengah tangga sambil memperhatikan siapa saja yang datang ke sini. Dari sembilan anggota hanya enam orang yang datang, termasuk dirinya. 

"Itu, Ratu sudah datang." Mama Prima sambil menunjuk ke arah tangga.

Prima melihat ke tempat yang ditunjuk mamanya. Waktu dia melihat Ratu, dia menyapa cewek itu dengan senyum. Sebelum dia memperkenalkan teman-teman yang dia bawa.

"Ini Zira, Nita, Cia, Wilda dan sama yang cowok sendiri, Yudis." Prima menunjukkan orang-orang yang dia bawa satu per satu. "Masih ada tiga orang yang enggak bisa ikut. Mungkin lain kali aku kenalin ke Mama."

"Kalian mau ngerjakan tugas kelompokkan? Langsung ke atas aja. Di atas enak ngerjakannya."

"Yuk," ajak Prima sambil mengangguk.

Prima pun melangkah menaiki tangganya lebih dulu. Saat dia berada di dekat Ratu, cowok itu pun tersenyum dan mengajak Ratu untuk berjalan sejajar dengan dirinya.

Sampainya mereka di lantai dua, mereka langsung melihat dapur rumah Prima. Cowok itu mengambil nampan yang berisi berberapa toples yang di dalamnya berisi berbagai jenis cemilan. Ratu dengan cekatan membantu Prima membawa salah satu toplesnya.

"Kita kerjakan tugasnya di mana Kak?" tanya Wilda.

"Di lantai tiga, di sana lebih enak."

Sambil membawa nampan penuh cemilan, Prima melangkah lagi menaiki anak tangga dan sampailah mereka di lantai tiga yang bisa juga di sebut atap gedung.

Kalau bisa dibilang, butik ini sebuah roku. Lantai duanya difungsikan sebagai rumah dan lantai tiga atau atap ruko ini dijadikan sebagai halaman. Udara di sini sangat nyaman apalagi di atasnya diberi atap transparan sehingga mereka masih bisa melihat langit dan terang.

"Enak banget tempatnya," komentar seorang cewek berambut panjang yang baru diketahui Ratu bernama Cia.

Waktu perkenalan kelompoknya Ratu tidak terlalu fokus. Dia menyibukkan dirinya dengan mencari keberadaan Athalla

"Rat, lo enggak kuliah tadi?" tanya Yudis saat mereka baru duduk mengelilingi meja bulat yang tersedia. Semua orang pun jadi melihat ke arah cewek itu.

Ratu pun mengeleng. "Athalla sakit, jadi enggak ada yang antar aku ke kampus. Gue juga harus jaga dia karena enggak ada orang di rumah."

"Oh gitu." Yudis memgangguk.

"Mana bahannya?" tanya Ratu ke arah Wilda.

"Tenang," kata Wilda.

Cewek itu pun mengeluarkan sebuah kantong plastik dari dalam tasnya. Kantong itu berisi alat dan bahan yang mereka perlukan. Akan tetapi sebelum Ratu mengambil bahan dan alatnya, Wilda menahannya.

"Maaf nih, barang ini enggak gue ambil aja dari toko," kata Wilda dengan cengirannya.

"Ada notanya nggak?" tanya Yudis "biar kita bisa bagi sama orang yang ada di sini. Buat yang belum datang nanti bisa dibicarakan."

"Ada." Wilda mengeluarkan kertas nota dan meletakkannya di atas meja.

Anggota kelompok yang lain pun mengeluarkan uang mereka untuk membayar sejumlah uang yang sudah dibagi rata. Ratu orang pertama yang mengambil alat dan bahannya setelah membayar. Dia benar-benar tidak sabar untuk belajar membuatnya.

"Ini ya, gue contohin." Wilda mulai mengambil serat kain berwarna putih dan membentuknya menjadi bulat. Setelah itu, dia menusuk-nusukan gumpalan serat kain tersebut dengan jarum yang dipunyainya.

Ratu pun ikut mencoba. Dia mengambil serat kain yang berwarna merah muda. Ratu berencana ingin membuat bentuk hati, di pikirannya itu akan berhasil dalam sekali bercobaan. Sebab dia melihat Wilda bisa melakukannya dengan mudah.

Tetapi saat Ratu mencoba, tidak semudah yang dia bayangkan. Dia sudah menusuk ratusan kali agar gumpalannya padat tapi tidak juga berhasil. Anggota kelompoknya yang lain pun sama seperti dia.

Ratu menarik napas panjang dan mengembuskannya sekali lagi. Dia sudah beberapa kali melakukan hal seperti ini. Sampai-sampai membuat Prima yang dari tadi duduk di sebelahnya jadi tertawa.

"Segitu susahnya ya?"

Ratu menoleh pada Prima lalu dia menggeser pekerjaannya ke depan cowok itu. "Kakak coba deh."

Prima pun tidak keberatan untuk mencoba membuatnya. Pertama dia mengubah bentuk yang sudah dikerjakan Ratu menjadi gumpalan seperti yang dicontohkan Wilda. Lalu dia menusuk-nusuknya agar gumpalan itu padat.

Setelah padat, dia pun mengambil serat kain lagi dan menggabungkannya di sisi kiri dan kanan. Sehingga bentuk yang dia inginkan mulai terlihat. Merasa gumpalan sudah padat, Prima membentuk runcing pada bagian bawahnya.

"Bentuk ini kan yang lo mau?" Prima memberikan hasil kerajinan tangannya pada Ratu.

Ratu melihat bentuk hati itu dengan mata yang berbinar. Hasil karya Prima memang mirip dengan apa yang ada di bayangannya. Pekerjaan Prima lebih cepat dari pekerjaannya.

"Lain kali, harus lebih pintar." Prima menepuk-nepuk pelan kepala Ratu.

"Kak Prima kok cepat bisa?" tanya Wilda.

"Dulu pernah buat ini waktu SMP, sempat lupa sama tekniknya. Pas liat kamu jelasin, jadi langsung paham."

"Gini bagus nggak Wil?" Yudis menunjukkan hasil tangannya. Cowok itu membuat karakter kartun Doraemon. Tokoh itu memang cocok dibuat dengan warna bahan yang terbatas seperti sekarang ini. Tidak banyak warna dan bentuk yang mudah.

"Itu udah bagus, tinggal dirapikan seratnya. Tapi soal merapikannya bisa nanti."

"Oke nih, gue udah bisa satu," kata Yudis dengan bangga menunjukkan hasil karyanya.

Sementara itu, saat kepalanya ditepuk oleh Prima, Ratu jadi kehilangan fokus. Dia hanya bisa melihat boneka bentuk hati itu yang ada di tangannya. Ada perasaan yang tidak enak di dalam dirinya.

Apa mungkin satu sentuhan bisa mengubah perasaannya?