webnovel

27. Demam

Tidak seperti biasanya, Pagi ini Randa nampak celingukan mencari keberadaan kakaknya di sekitar meja makan.

Mengerti dengan gerak-gerik Randa, Rani berkata, "Abangmu lagi demam, Jadi tidak usah dicari, Kamu makan saja terus Bunda mau minta tolong sama kamu untuk mengantar surat izin sakitnya Abangmu ke sekolahnya" dia meletakkan surat yang dimaksudnya di meja.

Mendengar kata 'demam' sontak membuat remaja itu langsung menatap bingung Bundanya, "Abang demam? Kok gak ngomong sama Randa?"

"Bunda sengaja tidak bilang soalnya Abangmu ingin sendiri di kamarnya" Jelas Rani. Di sebelahnya, Dani terlihat manggut-manggut membenarkan ucapan bundanya.

Randa semakin bingung, "Abang main apa sampai demam?" Dia bertanya lagi.

"Bunda tidak tahu, Intinya sehari sebelumnya Abangmu kan tidak pulang, Tau-tau kemarin pagi dia sudah ada di kamarnya, Terus juga tidak mau cerita apa-apa sama Bunda, Cuma diaaaam terus dikamarnya" Tutur Rani menghela nafas panjang.

Walaupun masih bingung, Randa tetap mengangguk mengerti, "Jadi dia gak mau ketemu sama Randa?"

Rani bergumam, "Eem, nanti pulang saja baru kamu jenguk Abangmu, Nanti biar Bunda yang urus dia, Kamu antarkan saja surat itu" Titahnya pada Randa.

"Oke Bun, Kalau begitu Randa pamit dulu ya, Assalamualaikum" Remaja kulit sawo matang itu meraih tangan bundanya lantas menciumnya kemudian lanjut mengusap gemas kepala Dani sebelum pergi ke luar.

Rani, "Waalaikum salam" Jawabnya.

Sepanjang jalan Randa tidak habis pikir dengan kondisi kakaknya yang mendadak demam setelah sebelumnya menghilang dari jam 4 sampai subuh tanpa kabar.

Begitu tiba di depan gerbang sekolah Rino, Randa menghentikan sepedanya kemudian memarkirnya asal sebelum masuk melewati pintu gerbang namun langkahnya dihentikan oleh satpam penjaga.

Satpam, "Dek kamu buta huruf ya? Ini jelas-jelas SMA, Lah seragammu itu kan SMP punya" Kata si satpam seraya menatap Randa seksama dari atas ke bawah, Bukan bermaksud merendahkan hanya saja dia tengah memastikan apakah remaja ini benar-benar merupakan pelajar di sini atau bukan.

Randa membuang nafas panjang lalu menggeleng-geleng, "Saya tidak buta huruf pak, Saya ke sini karena ingin mengantar surat izin dari Abang saya" Ulasnya sembari memperlihatkan bukti berupa surat yang dimaksudnya kepada Bapak Satpam tersebut.

"Ooh, Maaf Dek bapak kira kamu nyasar" Ujarnya dengan kekehan.

Remaja itu mengangguk malas, "Iya pak, Oh iya Bapak tau tidak Pak Yanto wali kelasnya Abang saya? Nama Abang saya Rino Arana"

Berpikir sebentar, Si satpam mengangguk, "Kenal kok, Tapi beliau belum datang dek, Ini kan masih jam 7 lewat" Ujar si satpam sambil melihat jam tangannya.

Randa, "Ooh gitu ya pak, Yasudah kalau begitu boleh saya titip suratnya sama bapak? Nanti tolong diberikan kepada Pak Yanto ya pak" Ia hendak menyerahkan surat, Tetapi sebuah tangan menyela dan mengambil alih surat tersebut.

Terkejut, Randa menoleh pada pria kurang ajar itu namun malah mendapati Lintang tengah menatapnya balik dengan surat ditangannya.

Randa menengadahkan tangannya, "Balikin surat Abang gue" Pintanya dengan wajah tidak ramah.

Melirik terkejut surat di tangannya , Lintang bertanya, "Rino sakit?" Pertanyaan itu meluncur dari bibirnya.

Randa, "Iya, Makanya balikin tuh surat, Gue mau nitip ke pak satpam supaya ntar dikasih langsung sama Pak Yanto" Jelasnya malas sembari menggoyangkan empat jarinya mengkode surat ditangan Lintang.

Lintang menggaruk kepalanya kurang mengerti, Namun menjawab, "Kasih gue aja, Ntar biar gue yang kasih sama pak Yanto, Gue kan sekelas ama Rino" Tawarnya.

Tapi Remaja sawo matang di depannya itu Justru menggeleng keras, "Ogah! Balikin suratnya! Ntar kalo Lo yang ngasih bukannya sampe yang ada ntar tuh surat tempatnya di tong sampah!" Tolaknya mentah-mentah.

Tersinggung, Lintang tersenyum hambar, "Enak aja Lo ngomong gitu! Gini-gini gue tuh anaknya amanah kalo dikasih tugas!" Bantahnya tidak terima.

Randa meledek ucapannya, "Gui iniknya iminih, Nggak! Sekali nggak ya tetap nggak!" Tegasnya. Kini dengan gusar menggoyang-goyangkan tangannya untuk meminta surat dari tangan Lintang.

Emosi remaja itu kembali diuji dengan larinya Lintang masuk ke sekolah, Menyisakan ia dan satpam yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran keduanya.

Alisnya berkedut-kedut serta tangannya terkepal erat, "Bangsat Lo Lintang!!!" Serunya dari luar pintu gerbang hingga terdengar sampai ke telinga Lintang, Namun pria itu acuh dan terus berlari menuju kelasnya.

Pada akhirnya Randa terpaksa putar balik ke sekolah disebabkan tak lama lagi sekolahnya akan membunyikan bel masuk dan dia tidak mau sampai kena omel lagi dengan kakaknya yang demam di rumah itu.

Si satpam menggelengkan kepalanya, "Anak-anak jaman sekarang, omongannya itu loh!" Ungkapnya menatap punggung Randa yang semakin menjauh hingga hilang di balik tembok sekolahnya.

2 jam sesudahnya bel masuk berbunyi. Lintang nampak penasaran dengan isi surat ditangannya itu. Mengambilnya sebentar sebelum memasukannya ke laci mejanya kembali.

Tingkah anehnya tersebut tidak luput dari perhatian Arham dan Yanuar, Mereka berdua saling tatap menatap kemudian mengendik bahu bersamaan.

Yanuar bertanya, "Bro, Lo pegang apaan?"

Lintang menoleh pada temannya, "Surat sakitnya Rino" Jelasnya enteng.

Arham, "Apa?! Kok bisa ada di elo sih?" Herannya.

Lintang, "Tadi kebetulan gue ketemu adiknya di gerbang sekolah terus dia nitip nih surat ama gue" Bohongnya, Jelas dia akan malu jika dua temannya itu tau cerita yang sebenarnya jikalau dialah yang sesungguhnya mencuri paksa surat tersebut dari tangan Randa.

Arham, "Yang jadi pertanyaan gue kenapa Lo mau-maunya dititipin surat ama adiknya? Kita semua kan tau gimana bencinya Lo sama Rino" Ujarnya sedikit curiga, Yanuar mengangguk membenarkan.

Lintang tercekat, Apa yang harus dikatakannya?

"Woi Woi ada guru!"

Sampai seruan pelajar di kelas mereka membuat Lintang bernafas lega. Kini gilirannya tinggal menunggu absen dibacakan saja.

Pak Yanto, "Assalamualaikum dan selamat pagi!" Sapa guru tampan tersebut ketika memasuki kelas.

"Selamat pagi pak!!" Jawab mereka bersemangat.

Pak Yanto tersenyum, "Baiklah saya akan membacakan absen kelas" Pria itu mulai membaca satu persatu absen nama murid hingga tiba dimana dia memanggil nama Rino.

"..."

Hening. Kedua alisnya naik, Lantas mengucapkan nama tersebut sekali lagi, "Rino Arana?" Tapi yang dilihatnya bukan Rino melainkan Lintang yang berdiri dan berjalan menghampirinya, Lalu tanpa basa-basi anak didiknya itu segera menyerahkan sebuah surat kepadanya.

Lintang berucap, "Dari Rino pak" Hanya itu yang diucapkannya sebelum kembali ke tempat duduknya dibawah tatapan heran semua teman-temannya di kelas.

Penasaran, Yanto membuka isi surat dan membacanya lantang, "Assalamualaikum yth bapak/Ibu guru di tempat.

Saya selaku orang tua wali dari Rino Arana ingin menyampaikan bahwa anak kami sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk ikut di pelajaran anda dikarenakan sakit, Jadi saya selaku orang tuanya meminta guru-guru agar memakluminya, Terima kasih"

Secara bersamaan para purid di kelas mengangguk walau tak ayal dari mereka masih bingung dengan ketidakhadiran Rino. Pasalnya selama ini remaja berlesung pipi itu tidak pernah sekalipun absen dari daftar nama di kelas.

Lintang juga berpikir demikian, Namun dia terlalu gengsi untuk menyatakan pendapatnya kepada gurunya. Lebih-lebih, Dia menatap guru didepannya dengan mata siaga, Akhir-akhir ini dia sering melihat Rino dan Pak Yanto dekat dan itu membuatku kesal entah kenapa.