Setelahnya, Anna menceritakan pengalaman langka dan tak terduganya itu pada Tasya dengan penuh semangat. Ia juga menerangkan bagaimana senang dan bahagianya ia bisa bersama dengan Iam walau hanya sebentar.
Dan Anna juga sungguh tidak menyangka masih diberkahi keberuntungan seperti ini padahal ia tidak pernah membayangkannya, apalagi memintanya. Ya, walaupun sempat terjadi insiden buruk yang membuatnya malu, tetap saja hal ini sungguh sangat menggembirakan untuk Anna.
Anna sampai-sampai tidak berhenti untuk tersenyum sepanjang hari. Hingga membuat Tasya memandangnya ngeri.
"Jadi akhirnya dia tahu namamu?" tanya Tasya dengan nada cuek seperti biasanya.
"Ya, dan itulah yang membuatku sangat senang," jawab Anna sambil senyum-senyum malu.
"Ya... setidaknya ini membuktikan ada gunanya juga kau masuk ke klub tambahan itu. Setelah sekian lama kau berada di dalam klub itu, selama ini kau bahkan belum pernah bertegur-sapa dengannya. Dan akhirnya dia tahu namamu?" Tasya mau tidak mau ikut tersenyum, "Paling tidak ini bisa disebut kemajuan."
"Jadi kau juga berpikiran seperti itu? Sebuah kemajuan, hem?" seru Anna bersemangat.
"Ya, tentu saja," balas Tasya, "Tapi kau harus segera sadar. Klub tambahanmu itu akan segera berakhir beberapa pekan ke depan. Kau tidak akan satu klub dengannya lagi. Dan jangan lupa dia sudah punya pacar. Pacar! Kubilang sekali lagi, P-A-C-A-R! PACAR!!"
Anna merajuk," Iya, aku tahu. Kau ini.... selalu saja merusak mood orang."
****
Dilain waktu,Iam duduk di kantin sambil menyantap makanannya seorang diri saat Jessi datang menghampirinya. Ia membawa sebuah nampan makanan. Dan langsung mengambil tempat duduk tepat di depan Iam. Jessi melirik isi nampan Iam, dan berdecak.
"Kau pasti pria yang sangat membosankan," seru Jessi dengan malas, ketika ia melihat menu apa yang dimakan Iam.
"Bagaimana bisa kau selalu memesan menu itu setiap kali kau makan di kantin? Apa tidak ada menu lain yang bisa kau pesan?" sindir Jessi menanggapi kebiasaan Iam dari tahun ke tahun yang tidak berubah, dan menurutnya sangat aneh.
Iam menanggapi santai.
"Kenapa? Apa itu tidak boleh?" tanyanya balik.
"Bukannya tidak boleh. Hanya saja, kau merusak napsu makanku ketingkat yang tertinggi! Aku seperti bersugesti mengulang kejadian yang sama setiap kali aku makan siang bersamamu seperti ini. Apa kau tahu? Itu membuatku sangat merinding!!" Jessi memperagakan tubuhnya yang menggigil. Ia cemberut. Dan Iam hanya tersenyum menanggapinya.
"Jika itu membuatmu tidak napsu makan dan merinding, kenapa kau tetap saja mau makan bersamaku, hem?" balas Iam setengah bergurau. Jessi mau tak mau jadi ikut tersenyum.
"Ya, kau benar. Dan itu menandakan, aku yang lebih aneh darimu!!" seru Jessi pura-pura frustasi.
"Aku pasti sudah gila karnamu!!" pekiknya.
Iam tertawa. Begitupula dengan Jessi. Mereka menyantap kembali makanan mereka masing-masing sambil bercanda gurau. Hal ini merupakan pemandangan yang umum bagi keduanya karena memang mereka sudah akrab sejak lama.
Rumah mereka bertetangga dan kedua orangtua mereka juga berteman dekat. Jadi tidak heran jika anak-anaknya juga berteman akur sejak masih kecil saat mereka ada di bangku sekolah dasar.
Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak puas. Jessi melirik ke sekitarnya dan mendapati beberapa anak perempuan sibuk mencuri-curi pandang ke arah mereka. Hal itu, agaknya membuatnyya sedikit risih. Ia memutuskan untuk berbisik pelan pada Iam.
"Hei! Apa kau serius tidak ingin mengklarifikasi gosip itu?" tanya Jessi sepelan mungkin. Suara seperti semut yang sedang berbisik. Sehingga Jessi yakin suaranya itu hanya sanggup sampai di telinga Iam seorang.
Iam menoleh dan menatap Jessi, "Gosip? Gosip apa?" tanyanya pura-pura.
Jessi menahan sedikit kejengkelannya. Ia tahu Iam pasti mengerti apa maksud ucapannya. Tapi pria itu, malah lebih memilih untuk tetap saja bepura-pura tidak tahu?!
Jessi kembali berkata, "Gosip yang mengatakan bahwa kita berpacaran. Apa kau tidak ingin mengklarifikasikannya?"
Iam bersikap seolah baru mengerti, "Ah.. jadi maksudmu, gosip yang itu?"
Jessi menatapnya kesal, "Hei! Seriuslah sedikit. Kau jelas harus bertanggung-jawab. Jangan karena kau ingin menjauhkan dirimu dari gadis-gadis pemujamu itu, kau sampai harus mengorbankan aku. Bukankah kau seharusnya memikirkan bagaimana perasaanku? Apa aku menyukainya atau tidak?!"
"Apa kau tidak senang? Bukankah itu menjadi suatu kebanggaan bagi dirimu sendiri karena bisa berpacaran dengan pria sepertiku?" Walaupun Iam melemparkan lelucon dibalik wajahnya yang datar, leluconnya itu yang sama sekali tidak lucu bagi Jessi.
"Ya!! Besar kepalamu ini apa tidak bisa dihilangkan?! Apa kau tahu apa akibatnya berita bohong itu terhadapku? Aku tidak bisa benar-benar berpacaran!! Tidak ada satupun laki-laki di kampus ini yang mau mendekatiku karena lelucon yang tidak mendasar itu! Apa kau ingin aku terus menjadi single sampai aku lulus nanti?!" Protes Jessi, seolah ingin menangis.
Hanya karena mereka berteman sejak kecil. Lantas karena itu, mereka digosipkan dekat hingga akhirnya berpacaran?! Yang benar saja! Apa itu masuk akal?!
Jessi mengaduk-aduk makanannya dengan kesal.
Iam meladeninya dengan tertawa geli, "Kenapa kau harus protes padaku? Bukan aku 'kan yang menyebarkan gosip bodoh itu. Gosip yang jelas bodoh dan tidak beralasan. Hanya karena kita teman semasa kecil dan terlihat selalu bersama, mereka seenaknya berasumsi. Aku tidak pernah mengatakan apapun. Karena itu, jika kau ingin memprotesnya, proteslah pada orang yang menyebarkan gosip remeh itu!"
Jessi menolak mentah-mentah ucapan Iam. Laki-laki ini jelas harus mendapat makiannya.
"Tapi gosip itu tidak akan semakin menyebar jika kau langsung mengklarifikasikannya. Kenapa kau jadi malah memanfaatkan kesempatan ini untuk kepentinganmu sendiri??" Jessi memaki dengan kesal.
Keduanya memang adalah sahabat dekat. Tapi itu bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar, adu mulut atau ribut bukan? Jika Iam melakukan kesalahan Jessi jelas perlu menegurnya!
"Demi agar kau bisa lulus dengan tenang dan tidak diganggu oleh para pengemarmu, kau diam saja dan mengikuti semua permainan mereka. Kau membuatku sangat terluka dan menjadi korban di sini karena ulahmu!! Apa kau tahu itu?!" Jessi meluapkan emosinya.
Tapi sekali lagi. Iam menanggapinya dengan kepala dingin.
"Sudahlah... Makan dengan tenang, dan jangan mencaciku. Kau akan tersedak jika kau terus menerus memakiku sambil mengunyah," tegur Iam mengingatkan.
"Lagipula jika laki-laki yang menyukaimu itu benar-benar menyukaimu, dia seharusnya tidak memperdulikanku. Kita 'kan bukannya akan atau sudah menikah. Segala sesuatu atau kemungkinan bisa saja terjadi. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk langsung mundur hanya karena mereka merasa tidak percaya diri di depanku."
"Dan lagi, bukankah ini akan menjadi jaring filter untukmu sendiri jika saja tiba-tiba ada seseorang yang mendekatimu padahal dia tahu bahwa kau sedang berpacaran denganku? Itu artinya kau telah bertemu dengan orang yang hebat!! Bukankah begitu, hem?"
Jessi menatap Iam dengan ekspresi tidak berdaya. Ia merasa lelah. Dan kemudian menghelah napas dengan sangat panjang.
"Jadi kau benar-benar tidak akan mengklarifikasikannya?" tanya Jessi lagi untuk kesekian kalinya dengan nada kecewa.
"Tidak. Itu hanya akan membuang waktuku saja. Jika kau ingin mengklarifikasikannya, klasifikasikan saja sendiri," ujar Iam santai, sambil bangkit berdiri karena telah selesai makan dan memutuskan untuk pergi meninggalkan Jessi yang masih berwajah cemberut.
"Haiz, Si freeze itu. Dia pasti berpikir dirinya itu adalah selebritis. Aku masih tak mengerti apa yang dilihat para wanita itu darinya. Kenapa dia bisa begitu populer dengan sikapnya, yang tentunya sangat menyebalkan itu! Hanya karena wajahnya? Hoh! Come on. Apa wanita zaman sekarang memang hanya melihat pria hanya dari luarnya saja?" Jessi bergumam pelan lalu kembali melanjutkan makannya dengan malas.
Ia memutuskan tidak perlu memikirkan pria keras kepala itu lagi. Mulutnya sudah cukup berbusa. Dan pria itu jelas tidak akan mau mendengarkannya. Karena itu daripada ia juga membuang waktunya untuk hal yang percuma, lebih baik ia menikmati kesendiriannya ini dulu untuk sementara.
Sampai ia sudah menemukan seseorang yang akan menjadi tambatan hatinya nanti, ia akan mendepak pria tak bersahabat itu dengan sekali tendangan. Kita lihat saja nanti!
***