webnovel

Just you

Julio, seorang siswa dari sekolah SMA 1. ia hanya tinggal berdua dengan adiknya, Chelsea. Karena, Ibu mereka telah tiada, dan ayah mereka meninggalkan mereka. Julio harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi keperluan sehari-hari mereka, namun terjadi begitu banyak masalah berat mendatanginya yang membuat keluarga kecilnya terancam, ia harus berusaha lebih keras demi adiknya dan kehidupannya. Namun, apakah Julio bisa mengatasi masalahnya itu?

Sonzai · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
91 Chs

Chapter 4 [Part 6]

Chapter 4 [part 6]

Di pagi hari, Julio dan Chelsea berangkat ke sekolah seperti biasa, di perjalanan Julio hanya terdiam, Chelsea yang sedari tadi bicara pun tidak ia tanggapi, Chelsea merasa kesal karena Kakaknya tidak mendengarkannya, ia pun menendang kaki Julio.

"Aw! Sakit. Kamu itu kenapa?" tanya Julio sambil memegang kaki yang di tendang Chelsea.

"Harusnya aku yang bertanya! Kenapa Kak Julio dari tadi diam terus, aku bicara pun tidak di dengarkan." ucap Chelsea, sambil menunjukan ekspresi kesalnya.

"Maaf, aku hanya memikirkan beberapa tugas yang harus aku kerjakaan."

Julio berbohong, sebenarnya ia sedang memikirkan bagaimana caranya untuk menghentikan kasus bullying yang menimpa Bella.

"Makanya kalau ada tugas di kerjakan dirumah!" kata Chelsea, sambil menyilangkan kedua tanganya.

Julio hanya tersenyum, lalu mencubit pipi Chelsea.

"Banyak omong kamu ini."

"A-Aw! Sakit tahu!"

Julio hanya tersenyum. Julio dan Chelsea pun melanjutkan perjalanannya menuju sekolah, Julio mencoba bersikap biasa kepada Chelsea sepanjang jalan, meskipun ia masih memikirkan bagaimana caranya agar rencananya itu berjalan lancar.

***

Di sekolah, Julio dan Herry sedang membicarakan tentang rencana Julio, sementara Jessica sedang bersama temannya.

"Apa menurutmu ini akan berjalan lancar? Yah maksudku, apa kau yakin akan menahan mereka semua sendirian?" tanya Herry.

"Ya, hanya cara ini yang tersisa, aku akan menahan mereka selama mungkin agar mereka semua tidak kabur, sementara kau dan Sophie harus menjalankan rencana."

"Tapi kenapa? Kenapa tidak satu orang saja yang menjalankan rencana?"

"Karena pasti akan ada yang menghalangi."

Herry merasa bingung dan sedikit khawatir dengan posisi Julio di rencana ini, akan sangat sulit untuk menahan lima orang agar tidak kabur dari tempat pertemuan.

"Korban akan bertemu dengan ke lima target pada tengah hari, kunci keberhasilan rencana ini ada padamu. Jika gagal, maka tidak akan ada kesempatan kedua, kau paham?"

"Iya aku paham, lalu apa yang akan di lakukan Jessica?"

"Dia akan menjadi pemberi sinyal, jadi jika kau gagal atau berhasil, dialah yang akan mendatangi ku."

"Oh begitu… bagaimana dengan Selvia dan Lily? Tak lama pasti mereka akan tahu apa yang akan kita lakukan?"

"Kalau itu biarkan saja, aku tidak mau melibatkan yang lain untuk terlibat dalam rencana ini."

"Begitu ya... Ok! Akan aku lakukan." kata Herry, sambil menepuk dadanya yang menunjukan kepercayaan dirinya.

Julio masih khawatir akan rencananya ini, karena jika ia gagal dalam rencananya, maka semua teman-temanya yang terlibat terancam di keluarkan. Julio menoleh ke arah jendela lalu menutup matanya perlahan.

"(Aku harap... ini berjalan sesuai rencana)"

***

Chelsea sedang memerhatikan gurunya menerangkan pelajaran, meskipun ia memerhatikan gurunya namun pikirannya sedang berkeliaran entah kemana, hingga akhirnya ia tersadar dengan suara bel pergantian pelajaran.

"Baik anak-anak, sampai bertemu di pertemuan berikutnya." ucap sang guru lalu berjalan keluar kelas.

Luna menghampiri Chelsea karena ia melihat Chelsea terlihat tidak fokus saat pelajarani mulai.

"Chelsea."

"Hmm?"

"Aku melihat kamu tidak fokus saat pelajaran tadi, kamu kurang sehat?"

"Eh!? T-Tidak kok! Aku tidak apa-apa."

"Yaa, mana mungkin sang ketua osis bisa sakit begitu saja." kata gadis kecil yang tiba-tiba muncul dari belakang Luna.

Luna terkejut dengan kehadiran gadis itu yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Gadis itu memiliki tubuh kecil seperti anak SD, ia memiliki rambut yang cukup panjang, gadis itu bernama Latifa, ia adalah teman Chelsea dan Luna, mereka sudah berteman sejak awal masuk ke sekolah SMP 1. Meskipun tubuhnya kecil dan wajahnya terlihat sangat imut, namun ia tergolong manusia kejam, ia pernah menghajar 3 laki-laki yang pernah menggodanya dan menyeretnya ke tengah lapangan sekolah.

"Latifa! Jangan bikin aku terkejut dong! Nanti kalau aku terkena serangan jantung bagaimana!" kata Luna sambil memgang dadanya.

"Hehehe... maaf ya, habisnya wajahmu lucu sih kalau lagi terkejut." kata Latifa sambil tersenyum.

Senyum Latifa terlalu manis sampai-sampai Luna tidak jadi memarahinya, ia malah mengelus kepala Latifa.

"Wah wah, hebat memang sang putri cilik. Bisa langsung meredam amarah seseorang." kata Chelsea lalu tertawa.

Latifa pun ikut tertawa, namun Luna... sepertinya ia tidak mendengar perkataan Chelsea karena terlalu merasa nyaman mengelus kepala Latifa, Latifa sendiri pun tidak merasa keberatan bila kepalanya di elus oleh Luna dan Chelsea. Namun, ia akan sangat marah bila kepalanya di elus oleh orang lain.

"Tapi... benar kata Luna, sebenarnya kamu kenapa?" tanya Latifa.

"T-Tidak kok, Aku tidak apa-apa."

"Hee~… jangan-jangan kamu memikirkan pacarmu ya!"

"Eh!? Pacar!? Tidak aku tidak mempunyai pacar! Jika tidak percaya, tanya saja pada Luna."

Luna tidak mendengar perkataan Chelsea karena masih asik mengelus kepala Latifa, Chelsea yang mulai jijik dengan kelakuan Luna langsung menginjak kaki Luna dengan keras. Luna pun tersadar lalu terduduk sambil memegangi kakinya.

"Aw! Sakit!. Kamu apa-apaan sih? Sakit tahu!"

"Lagian mau sampai kapan kamu seperti itu, menjijikan tahu!" kata Chelsea, sambil menatap jijik Luna.

"Cih, mengganggu saja." kata Luna sambil memalingkan pandangannya.

"Apa katamu!"

"Sudah-sudah kalian berdua. Chelsea, aku masih belum percaya perkataan mu loh." kata Latifa, yang mencoba melerai Chelsea dan Luna, lalu mengalihkan pembicaraan.

"Luna, aku ini tidak punya pacar kan." kata Chelsea

"Mana aku tahu." jawab Luna dengan ketus.

"Nah, Luna tidak tahu, berarti benar itu pacarmu!"

Latifa terus mendesak Chelsea agar memberitahu siapa yang berjalan dengannya kemarin. Chelsea pun mulai panik, ia takut kalau Latifa tahu bahwa yang sering berjalan bersamanya adalah Julio.

"Kalau begitu aku meminta sesuatu padamu sebagai bukti kalau itu bukanlah pacarmu."

Chelsea menghela nafas lalu menutup matanya perlahan, ia berharap kalau permintaan Latifa bukanlah hal yang aneh-aneh.Tapi, itu sepertinya tidak mungkin.

"Aku ingin bertemu dan mewawancarai lelaki yang sering berjalan bersamamu itu." kata Latifa sambil tersenyum licik.

"Apa!"

Chelsea pun terkejut mendengar permintaan Latifa, Luna yang tadinya tak acuh pun ikut terkejut karena identitas Julio sebagai kakaknya Chelsea harus di rahasiakan untuk sementara. Andaikan Chelsea tidak meminta permintaan yang aneh kepada Julio, hal ini pasti tidak akan pernah terjadi.

"Bagaimana! Setuju tidak semua!"

"Setujuuuu!" Suara para siswa dan siswi di kelas yang ternyata sedari tadi mendengarkan percakapan mereka.

"(Sialan, apa yang harus aku lakukan! Kalau begini pasti identitas kak Julio akan terbongkar dan nama baik ku pun akan tercemar karena dianggap menyukai kakak sendiri… haduuuh bagaimana ini!)" kata Chelsea didalam hati.

Chelsea mulai panik, ia pun melirik Luna yang kelihatannya ikut panik dengan situasi Chelsea.namun Luna hanya memalingkan pandangannya perlahan agar tidak ikut terkena masalah.

"(Aaaaahhhhkkk... Kenapa kamu malah memalingkan pandanganmu! Haduuuh, sekarang aku harus apa.)" kata Chelsea di dalam hati.

Chelsea pun menghela nafas dan mencoba untuk tetap tenang, sebenarnya ia punya cara terakhir tapi tidak bisa ia lakukan, karena Latifa sering muncul tiba-tiba di sekitarnya jadi akan sangat mustahil untuk melakukan cara nya itu. Chelsea tak punya pilihan lain selain mempertemukan Latifa dengan Kakaknya, Chelsea berharap semoga Julio langsung mengerti apa yang harus dilakukan Kakaknya bila sudah bertemu dengan Latifa.

"Oke! Baiklah akan ku pertemukan kamu dengan Ka—, maksudku dengan orang itu." kata Chelsea yang hampir menyebut kata 'Kak'

Latifa pun tersenyum licik, ia sepertinya sangat senang karena ia akan mengungkap rumor Chelsea yang sudah beredar luas di sekolah SMP.

"Waaaah, terima kasih Chelsea." kata Latifa sambil tersenyum manis sampai membuat para siswa dan siswi di kelas takjub melihatnya.

"(Sialan kamu Latifa, seandaikan kamu bukan temanku sudah ku seret kamu ke gudang dan ku kunci selamanya di sana… yah mungkin ini juga hal yang harus aku bayar, lagipula... apa yang aku fikirkan sih sampai seperti ini?)" kata Chelsea di dalam hati, lalu ia pun menghela nafas.

Chelsea melirik kembali Luna yang sedang menatapinya. Saat pandangan mereka bertemu, Luna langsung memalingkan pandangannya dengan ekspresi ketakutan. Chelsea menatap tajam Luna, lalu Chelsea pun tersenyum. Ia pun mendekati Luna dan menepuk pundaknya, Luna sudah sangat ketakutan saat di sentuh oleh Chelsea, Luna merasakan aura pembunuh yang menyelimuti Chelsea.

"C-C-C-Chelsea… b-b-bisa lepaskan aku tidak?"

"TI-DAK~"

"E-Eh!?"

"Luna, kita ini berteman. Kenapa kamu ketakutan begitu... oh iya, bisa tidak kamu mengantarku ke toilet?"

Perkataan Chelsea membuat Luna merinding, Luna tahu kalau Chelsea pasti akan berbuat sesuat jika dirinya mengantar Chelsea ke toilet.

"A-Anu... B-Begin, B-Bukanya aku tidak mau, ta-tapi bisa tidak kamu meminta Latif— eh!? Kemana dia!?"

Karena Latifa yang menghilang tiba-tiba,Luna pun mulai panik karena tidak ada yang menolongnya sekarang.

"A-YO-LAH~"

"seseorang tolong aku!"

Chelsea pun langsung menyeret Luna keluar kelas.

"Ketua Kelas, Aku izin ke toilet."

"Tolong Aku! Aku mohon!"

"S-Silahlan." kata Ketua Kelas.

Chelsea masih terus menyeret Luna, Luna terus meronta tapi tidak bisa, ia pun menyerah pada nasibnya ini.

***

Di toilet, Chelsea dan Luna berada dalam satu ruang, ia pun menguncinya agar Luna tidak kabur.

"Jadi... kenapa kamu tidak menolongku,hah!?"

"Ma-Maafkan aku! Lagipula salah mu sendiri yang memulai ini."

Chelsea hanya menghela nafas dan menahan amarahnya, karena tujuannya membawa Luna ke toilet adalah bukan untuk memarahinya, tapi untuk meminta bantuan darinya.

"Sudahlah, jadi... apa kamu punya ide untuk ini?"

"Eh!? Kamu tidak marah?"

"Tidak... mana mungkin aku memarahi teman ku ini, ya meskipun ada sedikit rasa kesal sih." kata Chelsea sambil mengelus kepala Luna.

Luna pun bisa beranafas lega dan sekarang ia pun ikut memikirkan rencana untuk masalah Chelsea ini.

"Bagaiman ya... mungkin tidak ada cara lain, selain mengungkapkan kebenarannya." kata Luna.

"Begitu ya. Baiklah, mungkin sudah harus aku akhiri." kata Chelsea dengan nada lesu, lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok

"Ayolah, semangat! Kamu hanya harus jujur."

"Iya ya. eh tunggu, Mereka tidak tahu kalau aku punya Kakak,Kenapa aku harus takut ya."

"Iya juga, kenapa tidak kepikiran ya?"

Chelsea dan luna pun tersenyum karena dapat menghilangakan sedikit beban mereka di sekolah. Dengan begini, Chelsea tidak perlu merasa takut lagi akan kesalah pahaman.

"Jadi, kapan kamu akan mempertemukan Latifa dengan Kakakmu?"

"Hmm... saat istirahat kedua mungkin, masih ada tugas osis yang harus aku kerjakan sebagai ketua."

"Kalau begitu, Aku akan membantumu, sudah tugasku sebagai sekretaris untuk menbantu ketua."

"Memangnya begitu?"

"Umm... entahlah, hehehe."

Mereka berdua pun tertawa dan langsung kembali ke kelas mereka. Sudah Chelsea putuskan untuk mempertemukan Latifa dengan Kakaknya saat tengah hari.

To be continue

==========================