webnovel

Just you

Julio, seorang siswa dari sekolah SMA 1. ia hanya tinggal berdua dengan adiknya, Chelsea. Karena, Ibu mereka telah tiada, dan ayah mereka meninggalkan mereka. Julio harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi keperluan sehari-hari mereka, namun terjadi begitu banyak masalah berat mendatanginya yang membuat keluarga kecilnya terancam, ia harus berusaha lebih keras demi adiknya dan kehidupannya. Namun, apakah Julio bisa mengatasi masalahnya itu?

Sonzai · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
91 Chs

Chapter 4 [part 2]

Chapter 4 [part 2]

"Julio... ada yang ingin aku bicarakan denganmu." ucap Sophie dengan ekspresi polosnya.

Julio dan Herry makin merasa bingung, mereka benar-benar tidak tahu apa tujuan Sophie kemari. Sophie pun mendekat.

"Apa?" tanya Julio, yang penasaran.

"Ini soal kemarin."

"Ah yang kemarin, aku kira apa."

Herry merasa bingung, ia mulai merasa kalau sahabatnya ini menyembunyikan sesuatu dari dirinya.

"Hey Julio, sebenarnya apa yang kau bicarkan dengan Sophie kemarin?"

"Ini bukan urusanmu." ucap Julio dan Sophie, sambil menatap Herry dengan dingin.

Herry merasa merinding di tatap begitu dengan kedua orang ini. Herry akhirnya memutuskan untuk diam dan mendengarkan pembicaraan mereka saja.

"Untuk yang kemarin, kau tidak usah khawatir. Aku sudah menyiapkan semuanya, tenang saja kau tidak perlu khawatir."

"Begitu... Kalau begitu aku kembali ke kelasku." ucap Sophie.

Sophie pun berbalik dan terlihat beberapa murid yang memasuki kelas kembali dan nampak terkejut melihat Sophie berada di kelas mereka. Mereka nampak gugup dan juga sedikit tidak percaya, Julio yang melihat itu merasa bingung

Julio berfikir "Apa ini? Apa Sophie juga terkenal seperti Bella? Tapi, Sophie bukan bagian dari OSIS, lalu apa yang membuat mereka terlihat seperti mengagumi Sophie?"

"K-Kak S-Sophie? Kak Sophie sedang apa disini? Apa Kak Sophie membutuhkan sesuatu?" tanya salah seorang murid perempuan.

Dalam hitungan detik, makin banyak murid yang terlihat di depan pintu kelas dan perlahan mendekati Sophie.

"Urusan ku sudah selesai... Aku hanya ingin bicara dengan Julio, itu saja."

"(Hoi, kenapa kau menjelaskan sampai menyebut namaku?)" kata Julio di dalam hati.

"J-Julio?"

Seketika pandangan murid-murid yang awalnya memamdangi Sophie kini beralih memandangi Julio dengan tajam, Julio merasa sangat tidak enak di pandang begitu, apalagi oleh banyak orang, ia pun memalingkan pandangannya menuju jendela meski pun tidak ada yang mau ia lihat di sana.

"B-Bicara soal apa?" tanya lagi seorang murid perempuan.

"Itu... rahasia." ucap Sophie dengan nada datar. "Permisi, Aku harus kembali ke kelasku." lanjut Sophie.

Para murid pun menepi dan memberikan jalan untuk Sophie, Sophie di perlakukan sepeti seorang bangsawan, mereka semua terlihat begitu patuh dengan Sophie, ia terlihat seakan sudah menguasai seluruh murid di kelas, entah apa yang mereka kagumi dari sosok Sophie yang jarang sekali menunjukan emosinya. Saat di depan pintu, langakh Sophie terhenti, ia menoleh sedikit kebelakang.

"Julio."

Julio yang mendengar namanya di panggil, akhirnya ia memaksakan diri untuk menoleh ke sumber suara.

"Y-Ya, ada apa?"

"Meskipun kau menyuruhku untuk tidak khawatir, tapi aku masih tetap merasakan sebaliknya."

Julio merasa bingung dengan kata-kata Sophie, ia gugup karena merasa dirinya terancam oleh seluruh murid di kelas ini.

"Jadi... dengan kata lain..."

Sophie pun menoleh ke arah Julio secara perlahan.

"Kau yang bertanggung jawab, ya." kata Sophie dengan tersenyum.

Ia terlihat begitu sangat manis ketika tersenyum, para murid itu pun sangat terkejut melihat Sophie tersenyum kepada seoarang laki-laki biasa yang tidak mempunyai daya tarik yang kuat.

"(Bodooooh! Apa yang kau katakan! Kau bisa membuat semua salah paham!)" kata Julio di dalan hati

Wajah Julio nampak panik, ia kini berharap agar ia bisa selamat sampai ke rumah hari ini.

"Karena, aku merasa sedikit tenang... bila kau mau bertanggung jawab." kata Soohie dengan wajah yang sedikit memerah.

Sophie pun berlari kecil meninggalkan kelas Julio, para murid pun menatap tajam ke arah Julio, tatapan mereka penuh dengan kebencian, seakan-akan mereka ingin sekali membunuh Julio.

"Heee... benar-benar menjijikan, setelah putri sekolah dan saudarinya dia ambil, kini dia ingin mengambil sang ratu... menjijikan sekali." kata seorang siswi dengan nada yang sinis.

"Iya... menjijikan, dia fikir dia siapa. Bisa-bisanya merebut putri dan ratu sekolah."

"Oh iya, tadi Kak Sophie bilang dia harus bertanggung jawab, apa mungkin mereka…"

"Heee... tidak ku sangka sampai sejauh itu. Dasar sampah!"

Mendengar suara mereka, membuat Julio terus menunduk, meskipun ia membela diri, pasti mereka tidak akan percaya dengan dirinya.Julio kini sudah tidak peduli dengan kehidupannya di sekolah. Herry pun memegang pundak Julio, lalu tersenyum.

"Sabar... mungkin ini cobaan untukmu, apa kau tidak mau membela diri?"

"Ah, jadi kau tidak salah paham dengan omongan Sophie itu?"

"Tentu saja tidak, karena aku percaya padamu kalau dirimu tidak akan melakukan itu."

Julio menatap Herry dengan tatapan tidak percaya, ia tidak percaya kalau Herry bisa berfikir dengan jernih.

"Syukurlah kalau begitu."

"Tapi... sebagai gantinya kau harus menjelaskan semuanya, aku tahu antara kau dan Jessica dan juga Sophie itu memiliki suati rahasia kan?"

Julio pun menghela nafas.

"Yah begitulah, aku juga sebenarnya memang ingin memberitahumu, karena aku membutuhkan bantuanmu."

Herry merasa kebingungan dan penasaran dengan apa yang di maksud oleh Julio, tapi ia hanya bisa menunggu sampai Julio yang memberitahu dirinya. Sementara itu, para murid masih membicarakan Julio, yang pastinya membicarakan sesuatu yang buruk dan tidak benar tentang Julio.

"(Benar-benar menyebalkan!)"

***

"Hoaaaaammm..."

"Ya ampun ketua, kalau kamu mengantuk lebih baik kamu istirahat sebentar."

"Tidak bisa, aku sudah minta izin untuk tidak mengikuti pelajaran untuk menyelesaikan tugasku sebagai ketua, mana mungkin aku menggunakan waktu ini untuk tidur."

"Tapi Chelsea, kamu terlalu memaksakan dirimu, istitahatlah sebentar."

"Terima kasih atas perhatian mu, Luna."

Di ruang osis SMP 1, Chelsea sedang mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru, ia terpaksa tidak mengikuti pelajaran karena tugas yang di berikan oleh guru harus di selesaikan hari ini. Chelsea merasa sangat lelah, untungnya ada teman sekaligus sekertaris osis yang baik hati kepadanya, ia bernama Luna. Luna menyuruh Chelsea untuk beristirahat sebentar, karena Chelsea terlihat begitu mengantuk, Chelsea pun menurutinya dan beristirahat sebentar, tugasnya di ambil alih sementara oleh Luna.

"Sudah istirahat sana, biar aku yang mengurus tugas-tugas ini."

"Hoaaamm... terima kasih luna, kau memang yang terbaik." kata Chelsea lalu berjalan menuju sofa.

Chelsea pun membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya, namun ia merasa tidak mengantuk, padahal sebelumnya ia sangat mengantuk saat mengerjakan tugas-tugas itu.

"Ada apa? Tidak bisa tidur?" tanya Luna.

"Yah begitulah, padahal sebelumnya aku mengantuk sekali."

"Yasudah istirahtkan saja sebentar tubuhmu, kalau kamu mau, aku bisa membuatkan mu teh hangat."

"Hey sudah-sudah, kau terlalu baik Luna, aku jadi merasa tidak enak, kau juga sampai meminta izin tidak mengikuti pelajaran hanya untuk membantu ku, kalau aku terus di bantu begitu aku jadi merasa tidak enak."

Luna pun tertawa kecil.

"Sudah tugas ku untuk melayanimu."

"Hei! Kau itu sekertaris! Bukan pembantu!"

Chelsea pun berdiri dari sofa itu.

"Karena kau sudah banyak membantu, sebagai gantinya aku akan membuatkan teh hangat untukmu."

"Eh!? Ti-Tidak us—."

"Diamlah, ini perintah!"

Luna pun terdiam dan mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk itu kembali. Selama Chelsea sedang membuat teh, Luna terus melirik Chelsea, ia ingin bertanya sesuatu namun ia merasa sedikit ragu.

"Ch-Chelsea."

"Apa?"

"Apa kamu tahu rumor tentang dirimu?"

Chelsea pun mematung sesaat dan lanjut membuat teh.

"Rumor apa?"

"R-Rumor kalau kamu sedang dekat dengan seorang laki-laki."

Chelsea pun terkejut dan karena itu, tangan Chelsea pun menyentuh air panas.

"Aw!"

"Chelsea! Kamu tidak apa-apa?"

Luna pun langsung berlari mendekati Chelsea dan memegangi tangan Chelsea.

"Aku tidak apa-apa, hanya sedikit ceroboh saja aku."

"Haduh, ada-ada saja kamu ini, lain kali berhati-hatilah."

"Iya-Iya maaf... oh iya, tentang rumor itu, apa maksudmu tadi?"

"Um… ya, itu... aku dengar dari beberapa anak perempuan dan laki-laki kalau kamu sedang dekat dengan seorang laki-laki dari SMA 1, apa itu benar?"

"Y-Ya itu benar... t-t-tapi itu hanya berpura-pura! A-Aku tidak benar-benar melakukan hal itu!"

"Berpura-pura? Begitu ya... Tapi, Aku baru tahu kalau ada siswa SMA 1 yang mau kamu ajak berpura-pura... eh,tunggu."

Wajah Chelsea pun mulai pucat, ia merasa kalau temannya ini akan tahu kalau sebenarnya yang di ajak berpura-pura adalah Kakaknya sendiri.

"Jangan bilang kalau yang kamu ajak pura-pura itu Kakak mu sendiri."

Dan benar saja, itu terbongkar oleh temannya ini, yah tidak mengherankan juga. Hampir banyak anggota osis yang mengetahui kalau Chelsea mempunyai seorang Kakak di SMA 1, jadi wajar saja bila ini mudah di ketahui oleh Luna. Chelsea pun mengangguk lemah.

"I-Iya."

"Heee~, menjijikan." kata Luna lalu tertawa jahat.

"Heeei, jangan begitu dong. Aku juga terpaksa melakukan ini, agar para penguntit itu tidak memata-matai ku terus."

Chelsea dan Luna pun pindah ke sofa agar pembicaraannya lebih nyaman.

"Ya aku tahu, pasti itu yang menjadi alasanmu, tapi apa tidak ada orang lain lagi selain Kakakmu itu?"

"I-Itu Aku melakukannya secara mendadak… jadi aku tidak kepikiran untuk memilih orang lain."

"Kau yakin?" tanya Luna dengan nada mengejek.

"A-Apa makusdmu?"

"Aku yakin, walaupun ada orang lain yang ingin melakukan hal itu, kamu akan tetap memilih Kakak mu kan?"

Luna pun mendekatkan bibirnya ke telinga Chelsea.

"Karena kamu menyukainya kan?"

Wajah Chelsea pun memerah, entah karena dia malu tentang kepura-puraan hubungan dirinya dengan Kakaknya atau tentang Luna bicara fakta.

"L-L-Luna! Kamu itu bicara apa sih!? Mana mungkin hal seperti itu terjadi! Lagi pula dia adalah saudaraku!"

Luna pun tertawa kecil

"Iya iya."

"Huuuuuh!"

Tak lama terdengar suara rintik hujan, Luna dan Chelsea pun menengok ke arah jendela, makin lama hujan semakin deras.

"Hujan ya." ucap Luna.

"Ya. Padahal tadi cerah sekali."

Chelsea pun berjalan menuju jendela dan memandangi halaman sekolah yang sedang di guyur hujan, terasa sangat damai sekali, mendengar suara air yang berjatuhan dari langit. Chelsea pun tersenyum.

"Chelsea? Kamu kenapa?"

"Emm… entah kenapa suasananya damai sekali, itu membuatku teringat sesuatu."

Luna pun mendekat lalu memeluk Chelsea dari belakang.

"Apa itu tentang Kakakmu?"

"B-Bisa tidak jangan bahas Kakak ku?"

"Hehehehe maaf maaf. Oh iya, kalau tidak salah kelas Kakakmu saat ini ada pelajaran olahraga kan?"

"Hmm? Darimana kamu tahu?"

"Umm… ya, itu karena Kakak ku satu kelas dengan Kakakmu."

"Hee? Yang benar?"

"Yah begitulah."

Setelah pembicaraan kecil itu, hujan semakin deras, Chelsea dan Luna pun melanjutkan tugas-tugas mereka kembali.

"(Rumor ya... Apa Kakak juga terkena rumor itu atau tidak ya? Semoga saja tidak, Aku tidak ingin sampai Kakak terkena masalah. Ya, semoga saja tidak)"

To be continue

==========================